BAB 7

400K 28.4K 656
                                    

"Haruskah air mendidih disandingkan dengan api?"


Milla turun dari motor matic milik Aldi. Ia mengangguk saat Aldi menjelaskan jika ia harus buru-buru ke kampus karena ada tes. Milla memilih segera berjalan. Jaraknya tidak terlalu jauh hanya sekitar lima ratus meter dari pertigaan Aldi menurunkan.

Jalanan ini selalu ramai. Karena memang kawasan sekolah. Banyak orang tua yang mengantar. Milla tersenyum miris. Ia merasa iri. Tetapi apa daya, Milla hanya mampu memimpikan hal tersebut.

Mata Milla memicing saat ada cowok sedang memaki dan menendang sepeda yang terlihat sudah reyot.

"Ini ada apa?"

Mereka menolah. Anak kecil berkepang dua itu sudah menangis. Pakaiannya kotor terkena genangan air. Anak kecil berseragam sekolah dasar.

"Ka-kak itu marahin aku. Dia bentak katanya kalo jalan harus lihat-lihat," adunya memeluk tangan Milla.

Ia masih terisak.

"Pa-padahal aku udah lihat. Mobil kak ini yang ngebut."

Emosi Milla naik drastis. Athur benar-benar tidak punya hati. Bahkan ia tega menendang sepeda biru tua itu. Milla mendorong tubuh Athur. Wajah cewek itu merah padam.

"Lo gila ya? Lo gak malu marahin anak kecil padahal jelas-jelas lo yang salah!" cecar Milla.

Athur begitu tenang. Ia menaikkan satu alis.

"Urusan lo apa?"

"Jelas urusan gue ada!" Ia menajamkan sorot mata. "Gue gak suka ada orang kasar dan bertindak seenak jidat."

Hening beberapa saat.

"Terus?" tanya Athur lagi masih memasang tampang datar.

Milla menjelingkan mata. Sumpah, ia ingin menjahit mulut Athur.

"Terus?" jedanya membuang napas kesal. "Lo harus minta maaf!"

"Minta maaf sama bocah yang jelas gak pakek mata waktu jalan?" nada bicara Athur meninggi menunjuk pada anak kecil itu. Sontak membuat ia ketakutan bersembunyi di balik tubuh Milla.

"Heh! Itu otak bego stadium akhir?"

Athur keterlaluan. Ia menunjuk muka Athur dengan jari.

"Jaga mulut lo!" bentak Milla.

"Apa? Mau tampar? Sini!" Ia menepuk pipinya sendiri. Menatang Milla yang sudah mengepalkan tangan.

Tangan mungil menggoyangkan tangan Milla.

"Uu-udah kak. Aku gak papa kok. Cuma sepeda aku ran-rantainya pu-putus," isaknya lagi melihat rantai sepeda yang putus.

Miris. Hati Milla tidak terlalu kuat untuk membuat anak kecil itu menangis. Apalagi melihat sepeda katagori sudah rusak masih dipakai sekolah, dan apa sekarang? Rantai sepeda malah putus karena ulah Athur.

Ia melirik kantung Athur. Entah dari mana, Milla melihat uang seratus ribuan di sana. Dengan cepat Milla mengambil tanpa izin. Membuat Athur membelalakan mata atas tindakan tidak sopan Milla.

"Lo apa-apaan?"

Milla memberikan tiga lembar uang seratus ribuan pada anak itu.

"Ini buat ganti rantai sepeda kamu. Mending sekarang pulang dulu, baju kamu kotor," pesannya penuh ketulusan.

Ragu anak itu mengangguk.

"I-iya kak."

Anak itu mengambil sepeda dan menuntun.

PERFECT BAD COUPLE (TERBIT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang