Part 25 Enigmatic Interference

1.9K 278 56
                                    

Lebih banyak dibutuhkan keberanian untuk hidup daripada untuk mati.

***

Dua puluh tahun kemudian. Bumi makin menunjukkan keinginannya untuk hidup.

Berkat kerja keras René dan Calea, Dataran Tinggi Dieng mengalami peningkatan jumlah vegetasi.

René yang kini berusia 51 tahun sedang sibuk mengasah pedang yang ia buat dari baja rel kereta api. Ia duduk manis di meja makan, bersiap memotong tangannya sendiri.

Pedang itu patah.

"Kekerasan kulitku bertambah lagi sepertinya."

"Berapa skala Richter?"

"Rockwell, bukan Richter, Calea. Itu skala untuk kekuatan gempa hahaha."

"Oh, aku lupa. Ini akibatnya kalau kau mengajariku terlalu banyak hal dalam waktu singkat."

"Rockwell bahkan hanya salah satunya, masih ada Mohs, Vickers, Leeb, dan lain-lain."

"Hmm, kau menambahkan penjelasanmu lagi. Padahal yang tadi saja belum tentu kuingat."

René makin 'disempurnakan' oleh ikan merah dari lautan. Mata di dahinya makin jelas melihat. Tubuhnya makin kuat, dan sisik keras bermunculan. Sangat keras, bahkan peluru tak bisa menembus. Tumpukan peluru Armalex yang tersebar di sekeliling rumah René adalah bukti. Sisiknya tampak samar jika dilihat dari kejauhan. Namun, jika diamati dari dekat barulah terlihat strukturnya yang begitu rapi.

René terus mempelajari tubuhnya sendiri. Ia mencari berbagai informasi soal ikan.

"Barangkali ikan merah yang pertama kali kumakan itu punya gen ikan lain, Araipama misalnya. Hanya saja waktu kami menangkapnya dulu sisiknya belum mengeras dengan sempurna."

"Di mana mereka sekarang?"

"Ikan Araipama? Sepertinya sudah punah."

"Bukan, maksudku di mana kami..."

"Baik, pertanyaan itu lagi. Aku paham kau sangat ingin bertemu orang tua kandungmu. Aku mungkin melakukan kesalahan besar membawamu ke sini."

"Secara pribadi, aku hanya ingin melihat wajah mereka. Lalu kembali ke sini, melanjutkan hidup denganmu."

"Benarkah? Kuharap kau tidak berubah pikiran saat bertemu langsung dengan mereka. Mereka itu orang baik, kau pasti akan lebih memilih tinggal dengan mereka."

"Ya sudah, maaf. Kita bahas topik lain saja. Kapan kita mencari benih lagi?"

"Minggu depan. Kita kumpulkan perbekalan dulu. Perjalanan ke Barat itu butuh banyak persiapan," jawab René ketus.

Calea memegang sepiring ikan merah bercampur sedikit sayuran. Makanan itu dibuat khusus untuk anaknya. Dengan muka sedikit kesal ia meninggalkan meja makan.

"Sayang... ah, dia marah." Rene menyesali perkataannya barusan. Ia makin sering bertengkar dengan Calea, terutama soal mutasi mereka.

"Calea! Aku minta maaf."

***

Okan keluar dari portal dengan susah payah. Ia kesakitan karena luka-luka dari goresan berbagai material di dalam portal. Ia terus berjalan menuju gedung tua yang tampaknya tak berpenghuni. Matanya memperhatikan lima titik yang melayang di dekat pintu masuk. Langit tampak aneh, warna-warni seperti pola tumpahan oli di atas aspal pada musim hujan. Beberapa gedung terlihat miring dan bahkan bengkok seperti mainan plastik yang dibakar. Sementara pemandangan di kejauhan memperlihatkan pegunungan dan pepohonan yang anehnya putih polos hampir transparan. Laut yang dulu Okan buat kini berwarna tembaga. Okan bingung dengan apa yang dilihatnya.

MINDSHIFT [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang