Bab 8 - Kebingungan

444 18 0
                                    

Tidak peduli sekeras apa lo berjuang, kalo ia tidak memilih lo. Lo bisa apa?

-Sandi Maulana-

[]

Sela membasuh wajahnya dengan air dingin, ia berharap pikirannya akan mendingin setelah terkena dinginnya air. Namun itu tidak berpengaruh, setelah itu ia merebahkan dirinya di kasur. Sayup-sayup angin yang menerpa gorden kamar Sela pun dapat dirasakannya. Sinar surya yang dapat menembus tebalnya kaca jendela sehingga membuat seluruh ruangan terkesan silau. Sela menatap langit-langit kamarnya dengan malas, ia sesekali memejamkan matanya dan mengangkat tangannya keatas seakan-akan menggapai sesuatu.

Ia terbangun dan mengambil bingkai foto yang terdapat dirinya bersama seorang laki-laki yang merangkulnya. Foto itu kisaran ia seperti berumur masih 4 tahun. Ia menatap foto itu dengan seksama, lalu menaruh bingkai foto itu lagi diatas meja yang ia pakai untuk menulis itu.

Sela kembali menatap cermin, dan ia menempelkan dahinya ke cermin dan menatap dirinya. Ia menyentuh pantulan cermin yang menggambarkan dirinya yang terlihat sedih.

"Gue.. harus gimana.." Ucapnya lirih. Tanpa sadar ia meneteskan sedikit air matanya. Lalu ia mengusap air matanya dengan tangannya.

Sela tersenyum tipis dengan airmata yang masih terlihat di pipinya. "Gue bakal bantu lo Rahma, dan untuk Satria, maaf gue bohongi perasaan sendiri. Gue ingin, sahabat gue bahagia."

Sela menuruni anak tangganya dengan gontai. Ia berjalan menuju dapur mengambil segelas air dingin dan membawanya ke ruang keluarga. Sela dengan malas menyalakan tv menggunakan remote.

"Acaranya nyebelin semua," gerutu Sela sambil mematikan tv dengan kesal. Tak lama kemudian, Kakak Sela, Sandi namanya membuka pintu rumah dan mendapatkan Sela sedang duduk dengan malas.

"Gue pulang, gini cara nyambut gue?"tukas Sandi yang terkenal ketus diantara semua anggota keluarga.

Sela berdiri dan menghampiri kakaknya itu. "Hai, Kak. Kak gue ada cerita, bantuin kasih solusi." Ucapnya langsung. Sela menarik tangan Sandi dengan paksa.

"Pelan-pelan dong! Lo jadi cewek kasar anjir. Gitu kok disukai cowok-cowok," Ledek Sandi. Sela menggembungkan pipinya dengan kesal.

Sela menghela nafas. "Gini, gue suka sama cowok. Tapi gue punya sahabat yang juga suka sama cowok itu."

Sandi menatap Sela datar. "Pacar lo bukan? Kalo bukan ya biar aja dong, tiap orang punya hak buat suka sama oranglain."

"Ya kan, ah kakak gak ngerti perasaan gue dah. Tapi tuh aku-"

Sandi buru-buru memotong perkataan Sela. "Dah dek, bentar gue mandi dulu ntar lo cerita lagi," Kata Sandi sambil menepuk kepala adiknya itu.

*

Setelah dari kafe dan berpamitan dengan Ryan. Satria mengendarai motornya pulang ke rumah. Sampai rumah ia hanya mendapati suasana sepi dari rumahnya yang bisa terbilang besar. Satria dengan kesal melempar helmnya ke lantai. Rumah Satria memang luas namun tidak bertingkat, rumah luas tanpa ada kegaduhan yang mengisi kesunyian itu. Tanpa adanya keluarga yang menemani, tanpa ada saudara yang ribut, tanpa ada kehangatan kasih sayang keluarga yang bisa mengikat Satria yang dingin itu.

"Coba semuanya disini, pasti gue gak akan kaya gini." Ucap Satria lirih sambil memegang bingkai foto kecil yang terdapat dirinya sendiri dikelilingi keluarganya. Satria berjalan menuju kamarnya, menyalakan air conditioner-nya. Ia merebahkan dirinya dan berpikir mendalam. Sesekali memejamkan matanya yang berair itu.

"Bahkan dinginnya ac pun gue gak bisa rasain, gue harap lo bisa disini, Sel."

*

"Dek! Lo ke kamar gue ya!" Sandi berteriak kencang dari kamarnya. Sela yang sedang menyisir rambutnya pun terlonjak kaget. Lalu ia buru-buru berjalan ke kamar kakaknya itu.

"Duduk situ dek," Kata Sandi sambil menunjuk kursi yang terdapat didepannya.

Sela duduk dan menatap kakaknya dengan sebal. "Gue mesti gimana ini,"

Sandi tertawa terbahak-bahak melihat raut wajah adiknya yang sedang marah itu.

"Gue dulu juga kaya lo dek, malah sahabat gue nikung anjir." Kata Sandi kesal sambil memukul-mukul tangannya sendiri.

"Malah lo curhat, ini gue harus ngalah atau berjuang? Mama bilang harus berjuang,"

"Ya lo berjuang aja tapi jangan sepenuhnya, lo lihat aja dia nyaman sama siapa. Sama lo atau sahabat lo,"

Sela terdiam dan menunduk, rambutnya terjuntai ke depan sehingga wajahnya tak dapat dilihat. "Hmm.. tapi gue disuruh sahabat gue bantuin dia jadian sama cowok itu,"

"Walah! Yaudah itu bom!"

"Ah rese lo, kak!"

*

Satria berjalan menuju dapur, mengambil panci dan mengisinya dengan air. Lalu ia memasukkan mie instan.

"Coba gue bisa rasain masakan mama lagi, gak bakal makan ini terus." Lagi-lagi ia berbicara pada dirinya sendiri. Setelah memasak mie instan, ia memakannya di meja makan. Memandangi kursi yang kosong, tanpa ada yang menempatinya. Ia memakan mie instannya dengan cepat. Tanpa merasakan nikmat dari makanan itu. Ia mencuci mangkuknya, setelah itu ia berbaring di kasurnya lagi. Dan mengacak-acak rambutnya dengan kesal.

"Gue, emang butuh lo disini, Sela."

[]

*

Haii, maaf lama updatenya. Author lagi sibuk belajar untuk ujian (/-\) uwwuuuu~ tapi kabar baiknya, Author diterima di salah satu univ swasta hahaha xD.

Makasih buat readers(?) yang setia menunggu cerita ini /-\ maaf klo rada songong nantinya uwuu.

Jangan lupa vote dan comment ya, share juga ke temen-temen kalian biar readernya tambah banyakkk xD

Regards,

MomentsWhere stories live. Discover now