FILE #3.5: PINK PANTHER

56 8 0
                                    

Mika butuh waktu beberapa detik mencerna di mana dia dan Adel turun. Ada sesuatu tentang tempat ini yang membuat Mika waspada, terutama karena orang-orang melihat keduanya dengan tatapan menilai dari ujung kepala hingga ujung kaki. Mayoritas yang melakukan itu adalah wanita dengan dandanan mencolok.

Ada bunyi "klik" imajiner dalam kepala Mika saat akhirnya dia paham.

"Adel," bisik Mika. "Ini distrik lampu merah?"

Adel mengangguk. "Ada yang menarik perhatianmu?"

Mika menggeram dan memelototi Adel.

"Aku jarang kemari," kata Adel. "Salah satu informanku punya bisnis di tempat ini. Harusnya aku lebih rajin mengunjunginya."

"Kalau memang tidak perlu, buat apa kau mengunjunginya?"

"Memberi salam. Membawakan sesuatu."

"Menyogoknya?"

"Menjaga kepercayaan," ralat Adel.

Mika tidak mendebat lagi. Langkah-langkah partnernya melambat dan akhirnya berhenti di depan sebuah tempat.

PINK PANTHER SPA AND MASSAGE

Rating: 4.2

Hanya beberapa detik menatap bangunan di depannya saja, Mika merasa matanya pedih. Warna pink yang digunakan terlalu mencolok.

Bagian depan bangunan itu nampak biasa saja, saat masuk pun tidak terlihat ada yang aneh. Adel langsung menghampiri meja resepsionis. Seorang wanita dengan kulit sewarna cokelat karamel menyambutnya.

"Selamat siang. Sudah reservasi?"

"Ah, ya, aku belum membuat janji, tapi ...," Adel merogoh saku bagian dalam rompinya, "member khusus diperkecualikan, bukan?"

Si resepsionis memiringkan kepala sedikit, senyumnya masih terpasang. Ia mengamati kartu Adel lekat-lekat dan sekilas Mika yakin salah satu mata wanita itu sudah diganti dengan mata buatan lengkap dengan pemindai.

"Tolong tunggu sebentar."

Adel menyimpan kembali kartunya. Si resepsionis sedikit menjauh dari meja, kemudian menekuk tiga jarinya, membentuk gestur telepon dengan jempol sebagai penerima dan kelingking sebagai corong bicara. Galur-galur kehijauan di punggung tangannya berpendar.

"Madam Hou menunggu Anda di ruangannya," kata si resepsionis. "Beliau bilang Anda tahu ruangannya. Posisinya masih sama seperti dulu."

"Terima kasih banyak, Nn. Scarletta."

Senyum si resepsionis nampak sedikit melebar. "Sama-sama."

"Madam Hou," ulang Mika saat lift sudah menutup. "Bos dan pemilik tempat ini?"

"Ya. Aku lebih suka memanggilnya Lady Hou dan, suaminya, Lord Liu. Keduanya sama-sama informan. Agak berbeda spesialisasi, tapi kalau kau hendak menemui Lord Liu, kau tetap harus bertemu dengan istrinya terlebih dahulu. Itu aturan mainnya."

Pintu lift terbuka. Mika mengikuti Adel melangkah menuju ruangan yang tepat berada di ujung koridor. Adel mengetuk pintu dan menunggu jawaban dari dalam, sebelum membuka pintu lalu masuk.

Hal pertama yang menarik perhatian Mika adalah dua lusin layar monitor yang memenuhi dinding ruangan. Masing-masing monitor berukuran 10 inci dan mereka menampilkan ....

Mika langsung mengalihkan pandangan pada sosok wanita yang tengah duduk mengawasi setiap monitor. Rambut wanita itu disanggul rapi, menampakkan tengkuk putih mulus. Pakaiannya berwarna merah, sekilas Mika kira ia mengenakan kimono, tapi ternyata bukan. Pakaian Lady Hou lebih tepat disebut gaun. Saat Lady Hou berbalik dan berdiri dari kursi menghadap tamu-tamunya, Mika mendapati wanita itu sudah tidak muda lagi, namun parasnya tetap menarik.

OA:SISWhere stories live. Discover now