File #3.4: DEAD MAN WALKING

60 9 0
                                    

"Apa yang akan terjadi jika manusia tidak punya perasaan atau emosi?"

Adel nampak begitu syok mendengar pertanyaan tersebut. Ia terpaku di tempatnya dan menatap Mika dengan mulut setengah terbuka.

"Kenapa kau bertanya seperti itu?" desis Adel, kedengaran panik dan bingung seakan-akan Mika membisikinya tentang rencana meledakkan pangkalan militer di Europa.

"Hanya tiba-tiba terpikir saja," jawab Mika.

"Bukan karena aku diam saja selama di trem tadi kan?" tanya Adel. Trem yang tadi mereka naiki perlahan-lahan beranjak pergi di belakang keduanya. "Maaf aku tidak banyak bicara tadi. Aku ... agak banyak pikiran." Adel menghela napas.

Mendengarnya, Mika jadi khawatir.

Mary-Robin berhasil menemukan orang yang paling cocok dari basis data kependudukan: Min Fang Teng, usia 30 tahun (Tampangnya masih cocok jadi mahasiswa, pikir Mika. Tidak heran Tuan Muda pikir mereka sepantaran.), belum menikah, kelahiran Taipei, kewarganegaraan Jepang. Data imigrasi yang juga bisa diakses oleh Orion Agency menunjukkan kecocokan perjalanan ke Yunani dan ke Thebes-01. Sedikit penelusuran lanjutan dan mereka menemukan tempat tinggal seorang kerabat dari Min Fang Teng ini.

Adel sepakat dengan Tobias untuk mencari tahu lebih lanjut tentang Min Fang Teng ini. Cerita Tuan Muda Errvind tentang Min yang dijemput oleh pria berpakaian formal dan berkacamata hitam, membuat keduanya curiga Min ini adalah "orang penting". Sejauh yang terlihat dari biodatanya, dia bukan tokoh politik dan keluarganya tidak terlihat sangat kaya hingga perlu dicurigai sebagai anggota Triad, tapi kemungkinan-kemungkinan lainnya masih sangat banyak.

Saat ini Adel dan Mika berada di Little Asia, wilayah Thebes-01 tempat kerabat Min tinggal. Orang ini adalah sepupunya—anak dari adik ibu Min. Secara pertalian darah, mereka cukup dekat, tapi tidak diketahui apakah relasi mereka sedekat itu.

Hal pertama yang dilihat oleh Mika setelah mereka melewati gapura merah penanda daerah Little Asia, adalah jajaran restoran khas Asia. Ada restoran masakan Andalas di antara gerobak-gerobak pedagang kaki lima yang menjual makanan Cina.

"Aku tidak terlalu suka daerah ini," kata Adel. Ia berjalan agak pelan, menjaga agar dirinya dan Mika tidak terpisah terlalu jauh di antara begitu banyak orang yang berjalan (dan berjualan) di trotoar.

"Terlalu berantakan?" Mika meraih gelang elektroniknya dan mematikan fungsi pemindaian tempat. Sejak memasuki tempat ini, lensa kontaknya menampilkan berbagai tempat makan, toko ini dan itu yang sebagian namanya ditulis menggunakan kanji lalu ditambahi cara bacanya. Ruwet dan menghalangi pandangan.

"Ya, itu. Dan ... tempat ini terasa asing. Suasananya, bahasanya, tulisan-tulisannya."

"Tidak nyaman atau takut di tengah-tengah situasi yang tidak biasa itu wajar," kata Mika.

"Takut," ulang Adel. "Berkaitan dengan pertanyaanmu tadi, apa jadinya seseorang tanpa rasa takut?"

Mika mencoba membayangkannya. Mungkin akan lebih banyak orang yang mati. Penjahat-penjahat tidak bersembunyi maupun melarikan diri dan justru melawan pihak berwajib. Korban para penjahat juga mungkin tewas karena melawan alih-alih bersembunyi. Dan seterusnya.

Itu baru satu perasaan.

"Aku menanyakan hal bodoh. Lupakan saja." Mika mendengus. "Ngomong-ngomong, kau belum bilang akan memperkenalkan diri sebagai apa kali ini."

"Itu sebenarnya yang kupikirkan sepanjang perjalanan tadi ...." Adel mengaku. "Yang kali ini sulit. Min Fang Teng ini tidak bersekolah di luar negeri, tidak ada kegiatan yang lingkupnya di luar pergaulan wilayah Asia, jadi akan mencurigakan kalau tiba-tiba aku mengaku mengenalnya. Tadinya aku sempat terpikir hendak mengembalikan ponselnya, tapi itu juga akan aneh kalau ternyata dia pakai implan yang membuat dia bisa menjawab panggilan telepon dengan gestur tangan dan tanpa alat tambahan apapun."

OA:SISWhere stories live. Discover now