Chapter 43

1.8K 133 11
                                    

3141 words

Ini chapter terpanjang dari semua chapter. Dan banyak typo akan ditemukan dichapter ini.

Btw, our Alrine Janvers on mulmed.

Enjoy!

***

4 years later...

Berlin, Germany.

Seorang perempuan yang umurnya berkisar 20-an tahun sedang sibuk membaca beberapa berkas-berkas di mejanya, didalam sebuah ruangan bercat putih.

Matanya bergerak fokus pada tulisan-tulisan pada setiap kertas, seolah-olah tak ada satu kata pun yang luput dari bola mata coklat gelap itu.

"Excuse me, dr. Alrine. Mr and Mrs Janvers want to meet you."

Suara intercom menyadarkannya. Ia yang sebelumnya ingin mengumpat karena terganggu konsentrasinya, tiba-tiba tersenyum lebar dengan segera menyuruh seorang di seberang sana untuk mempersilahkan mereka masuk.

Ya, dia adalah Alrine Alexa Janvers. Gadis ceria itu kini tumbuh menjadi perempuan dewasa dengan gelar dokter. Meskipun belum sepenuhnya menjadi spesialis bedah seperti yang ia cita-citakan, sebab dia masih menjalani pendidikan spesialisnya. Ia bekerja menjadi dokter umum sekaligus direktur utama di rumah sakit milik papanya di Jerman.

Kembali lagi ke ruang milik Alrine, disana papa dan mamanya berdiri di hadapannya juga seorang wanita dibelakang mereka. Alrine segera memeluk kedua orangtuanya dengan kerinduan mendalam. Kira-kira sudah hampir 2 tahun ia tidak berjumpa dengan keluarganya. Kesibukanlah yang menjadi alasan. Dengan otak encernya, Alrine bisa cepat menyelesaikan kuliahnya. Sebab itu, ia menjadi ekstra sibuk antara pendidikan dan pekerjaannya di rumah sakit, sehingga ia bahkan tak lagi pulang ke Indonesia. Maka dari itu, keluarganyalah yang mendatangi dia.

"Kenapa nggak langsung masuk aja, Pah, Mah?" Ia bertanya sambil merapihkan berkas-berkas di mejanya.

"Orang kamu yang nggak mau diganggu, sekretaris kamu juga kekeuh nggak bolehin papa sama mama masuk, takut dimarahin kamu katanya." Andina menjawab sambil menduduki sofa di ruang tersebut.

Alrine tergelak, kemudian menatap tajam wanita yang berdiri di depan pintu.

"Warum lässt du sie nicht rein?! (Kenapa kamu tak memperbolehkan mereka masuk?!)" tanya Alrine dengan nada menggertak pada wanita itu yang adalah sekretarisnya.

"Es tut mir leid, Doktor. (Maafkan saya, Dokter.)" Wanita itu menunduk.

"Go away!" Disuruhnya sekretarisnya itu pergi, wanita itu segera pamit pergi.

Setelah menyuruh sekretarisnya keluar, Alrine berjalan menuju kedua orangtuanya yang duduk memperhatikannya.

"Ah si Linda itu, maaf ya pah, mah." kesal Alrine menduduki kasar sofa yang berhadapan dengan kedua pasangan itu.

"Jangan gitu sama orangtua yang lebih tua dari kamu. Dia kan cuma ikut perintah." Andina menasihatinya.

Alrine menyengir, "maaf, mah. Lagian dia, masa yang punya rumah sakit ini nggak dibolehin masuk." Ia melepaskan kacamata yang bertengger dihidungnya, "omong-omong, ada hal apa papa sama mama sampe langsung datang disini? Pasti bukan cuma mau ketemu aku aja, kan?" tanyanya to-the-point.

"Papa sama mama kesini mau ngajak kamu balik ke Jakarta, terusin pendidikan spesialis kamu disana. Kamu juga bisa kerja di rumah sakit kita." ucapan Richard membuat Alrine mengernyit bingung.

Alrine (End)Where stories live. Discover now