Chapter 12: Paper Thin

404 22 0
                                    

I'm bursting out, no, I can't take it,
You really wore me down.
Read my mind just like I'm naked,
There's no hiding now.
I'm paper thin, paper thin.
Paper thin, paper thin.
Paper thin, paper thin.
Paper thin.
(Astrid S - Paper thin)
---

Sekali lagi Jason - calon suaminya - kembali membuat Lila ternganga setelah menceritakan detail pertama kali lelaki itu melihatnya. Ia bahkan masih tidak percaya jika Jason bercerita dengan santai sambil menyesap americano miliknya.

Ervan, teman Jason juga tidak kalah santai. Lila bingung. Bagaimana mereka bisa terlihat begitu santai sewaktu mendengar dan menceritakan keadaan Lila yang paling rentan dan memalukan itu.

"Santai saja La. Itu kan sudah lama." Hibur Ervan menyadari jika Lila merasa tidak nyaman dengan cerita Jason.

Jason diam. Tidak berkata apa-apa pada Lila. Lelaki itu hanya sibuk mengobrol dengan Ervan tanpa melibatkan Lila sedikitpun. Meski Ervan sesekali meminta pendapatnya Lila sama sekali tidak berniat untuk menanggapi. Buat apa ia bicara bila satu diantara mereka berharap agar ia bungkam saja.

Perang dingin antara ia dan calon suaminya itu masih berlangsung saat Jason kembali menarik lengannya ke mobil. Lila tidak suka cara Jason bertindak. Seolah dirinya hanyalah benda mati yang dibawah kesana-kemari.

"Lepas!" Lila menarik pergelangan tangannya yang terasa ditekan oleh jari-jari tangan Jason.

Lelaki itu melepaskannya dan menatap Lila dengan pandangan biasa. Lila hanya tertunduk memerhatikan pergelangan tangannya yang memerah. Jason melirik ke arahnya dan juga menyadari jika pergelangan tangan yang sejak tadi ia tarik kini memerah. Bekas tangannya yang terlalu erat.

"Kita pulang." Jason memecah kediaman yang berada diantara mereka. Sadar bila membuat Lila menurutnya dengan mudah itu tidak mungkin.

"Kenapa kita, kan belum makan siang?" Lila hanya menanyakan hal yang biasa mereka lakukan bila sedang keluar bersama.

"Ya sudah." Singkat. Sampai Lila harus mencerna maksud dari dua kata Jason itu. Jason melangkah dan Lila memilih untuk mengikutinya dari belakang saat ia masih belum mengetahui maksud dari Jason.

"Seafood." Wajah Lila berbinar menatap rumah makan yang mereka masuki sekarang. Ia bukannya tidak ingat jika ia sedang marah pada Jason. Namun Lila hanya tidak ingin kemarahannya membuat dirinya tidak bisa menikmati makanan favoritnya nanti. Jadi sebisa mungkin ia menyenangkan hatinya. memberikan sugesti jika ia begitu senang diajak kemari. Hanya kemari, bukan dengan si pengajak. Lagipula Jason tidak mengajaknya, lelaki itu yang memilih tempat ini sendiri.

Mereka duduk ditengah ruangan. Suasana di rumah makan itu memang sepi sebab jam makan siang pun masih lama. Hanya saja mendengar pertanyaan Lila tadi yang seakan ingin 'minta makan' itu membuat Jason segera membawa Lila kemari. Rumah makan seafood, kesukaan Lila.

Mereka memesan dua porsi nasi, satu piring udang, kepiting dan tiram. Semau Lila sukai. Lila sangat menyukai masakan laut itu. Setiap ibunya membuat masakan yang berbahan dasar tersebut maka dipastikan Lila akan tambah berkali-kali.

Jason sadar jika Lila sangat menggilai makanan yang baru saja dibawakan oleh pramusaji. Bahkan tanpa banyak bicara Lila mulai memakai alat khusus untuk membuka cangkang kepiting. Mata Jason tidak terbaca melihat bagaimana bersemangatnya Lila mengunyah makanannya.

Menyadari jika sosok di depannya masih bergeming sementara ia sibuk sendiri membuat Lila menghentikan aksi makanan yang hanya ditonton oleh Jason.

"Kenapa?" Sebelah alis Jason terangkat.

Lila mendengus mendengar pertanyaan Jason itu. Lelaki itu bertanya kenapa? Seharusnya Lila yang bertanya kenapa.

"Kamu yang kenapa? Kok piringnya tidak disentuh sama sekali. Malah liatin saya makan. Iya, saya tahu kalau saya kayak orang yang baru liat makanan. Malu-maluin, tapikan kamu bisa pura-pura tidak melihat." Setelah mengutarakan Kalimant panjangnya Lila kembali asyik dengan seafood miliknya. Tidak mengingat jika ia berniat mencari tahu kenapa lelaki itu diam saja.

Jason tidak suka dengan seafood. Sungguh ia membenci makanan yang menguarkan aroma amis yang membuat dirinya malah jadi tidak bernafsu untuk ikut menemani Lila makan. Ia hanya diam. Mematung, dan pandangan mata yang memamaku pada gadis di depannya.

---

Meski tidak ingin Lila masih saja mengingat kejadian yang ia alami seharian ini bersama Jason. Kini ia tahu bagaimana Jason bisa mengenalinya. Tragedi bandara dua tahun yang lalu. Itu sudah cukup lama untuk membuat Jason harus menemuinya. Kini ia mendapatkan satu jawaban tanpa ia sengaja.

Bagaimana Jason bisa mengenalinya?

Kejadian di bandara sewaktu ia akan menemui Jason Miguel - mantan pacar-

Walaupun tidak puas Lila tetap menerima pernyataan Jason. Lila membuka laci meja belajarnya dan mengambil sebuah jurnal yang bersampul hijau dengan motif hati yang kecil-kecil pada setiap sudut. Buku itu pemberian Anis.

"Disimpan ya. Kali-kali kamu mau curhat terus terlalu malu buat ngomong sama orang lain. Ya kamu tulis aja di sini." Kata sahabatnya itu saat memberi Lila buku jurnal itu.

Dulu Lila menerima jurnal itu tanpa banyak protes walaupun ia tidak begitu suka menulis di kertas, jurnal itu mungkin bisa berguna nantinya.

Sekarang adalah nantinya yang dulu Lila pikir. Sekarang ia sudah tahu akan ia apakan buku jurnal itu.

Lila membuka halaman pertama yang masih kosong. Di tangan kanannya sudah ada pena hitam. Ia memandang kertas kosong itu. Sedikit ragu untuk menulis apa yang tengah ia pikirkan.

Lalu Lila pun mulai menulis.

---
TBC

Why Me? (Completed)Where stories live. Discover now