Chapter 5: Umm He Is?

714 32 0
                                    

Setiap orang memiliki kenangan yang tak ingin dibagi...
Setiap orang berharap untuk tahu lebih banyak mengenai rahasia...
Wanda

---

Ada yang terasa ganjal dalam pikiran Lila, namun tak ia tahu pasti. Jason, yang bukan calon suaminya baru saja menelponnya. Bukan kabar yang baik bagi Lila. Dan ia sudah berusaha menenangkan diri sendiri agar tidak terlalu memikirkan itu.

"Hmm pintunya nggak terkunci."

Sebuah suara mengejutkan Lila. Seorang laki-laki berdiri dengan sikap yang tenang. Itu Jason, Jason calon suaminya.

"Ka--kamu?" Sahut Lila dengan heran. Bagaimana bisa si dingin itu datang tanpa sepengetahuannya. Dan yang terpenting bisa lolos memasuki kamarnya.

Demi tuhan, apa yang ingin Jason lakukan pagi-pagi begini di rumahnya? Kemarin baru saja mereka jalan bersama. Kencan yang hambar. Batinnya meledek.

"Ya ini saya, memang kamu berharap siapa lagi?" Kata laki-laki tinggi itu dengan nada tidak suka.

"Kenapa?" Sungguh Lila bukanlah gadis yang akan bersikap kasar pada orang lain namun di hadapan Jason, orang yang harusnya ia hormati, mengingat bahwa laki-laki itu adalah calon suaminya. Lila harusnya bisa menunjukkan sikap yang lebih baik.

Jason menaikkan sebelah alisnya. "Kenapa apa?" Dengan santai ia menduduki tepi ranjang Lila, sambil kedua matanya memerhatikan isi kamar Lila dengan mata yang fokus.

"Hmm kamu ada perlu apa di ka--di sini." Jason melipat kedua lengannya di dada. Ia sempat mengernyit kala mendengar kata yang tak jadi diucapkan Lila, mungkin maksudnya 'kamar' pikir lelaki itu.

"Kamu masih ingat Jenifer?"
Mereka baru saja bertemu kemarin. Mana mungkin ia bisa melupakan gadis menyebalkan itu?

"Ya. Kenapa?"

"Dia mau ngajak kamu liburan ke puncak?"

"Kamu ikut?" Pertanyaan spontan Lila membuat Jason tersenyum kecil.

"Tentu saja tidak. Itu acara Jennifer dengan sahabatnya. Dan sudah jelas saya tidak ikut."

Kedua bahu Lila merosot. Ia jadi tidak bersemangat. Ia bisa membayangkan bagaimana canggungnya nanti dirinya saat bersama dengan lebih dari satu Jennifer yang memiliki dunia berbeda dengan dirinya.

"Saya boleh nggak ikut?" Lila memasang wajah memelas dan merajuk di depan Jason. Suatu hal yang jarang ia lakukan. Sekali pun di depan kedua orang tuanya sendiri.

"Sebenarnya saya bakal senang kalau kamu ikut."

---

Dengan ajaib kedua orang tuanya mengijinkan Lila untuk ikut dalam kegiatan liburan Jennifer di puncak. Suatu kejutan sebab setahu Lila, orang tuanya sangat sulit memberikan ijin bagi Lila untuk bepergian hingga menginap.

"Kamu bilang apa sama mereka?" Tanya gadis itu sewaktu Jason menjemputnya. Ia pikir Jennifer sendiri yang akan menjemputnya dan kemudian mereka langsung pergi bersama.

"Kita mau kemana?" Lila kembali bertanya saat Jason hanya diam saja.

Jason meliriknya sekilas, sebelum kembali fokus ke depan. Lagi-lagi diam. Lila menyerah dan akhirnya hanya menyandarkan punggungnya pada kursi mobil dan membiarkan pandangannya sendiri yang akan tahu nanti.

Mereka tiba di sebuah bangunan rumah yang sering Lila lihat dalam drama dan film. Besar, cantik, penuh ukiran rumit. Mungkin seperti ini gambaran rumah impian yang selalu penulis deskripsikan dalam novel-novel yang sering ia baca.

Apa ini rumah Jason?

"Ini bukan rumah saya, kamu akan menikah dengan pegawai biasa, bukan pangeran Arab

¡Ay! Esta imagen no sigue nuestras pautas de contenido. Para continuar la publicación, intente quitarla o subir otra.


"Ini bukan rumah saya, kamu akan menikah dengan pegawai biasa, bukan pangeran Arab."

Perkataan Jason seolah memaksa Lila untuk melihat kenyataan bahwa yang akan menikahinya itu bukan pengeran berkuda putih meski memiliki fisik yang tidak kalah menarik dari ciri-ciri seorang pangeran. Tinggi, bertubuh proporsional, hidung mancung, alis tebal, bibir tipis. Ya, seandainya Jason seorang perempuan maka ia akan tetap bisa menjadi cantik dengan rupanya yang sekarang.

"Ehh tuan muda sudah datang?" Seorang wanita paruh baya yang mengenakan seragam khas menyapa Jason dengan ramah. Jason tersenyum dan menyahuti perempuan paruh baya itu.

"Iya nih Bi Yuni, abis jemput calon istri." Canda Jason.

Sosok yang dipanggil dengan Bi Yuni itu menatap Lila dengan kagum. "Cantik ya." Lila tersipu mendengar pujian tak langsung itu, pipinya merona hingga tak bisa menahan senyum malu.

"Aduh Bi, jangan bilang gitu di depan dia, nanti dia jadi besar kepala." Jason merunduk, berbisik namun masih terdengar oleh Lila. Ia tak menyangka bila Jason bisa bercanda seperti itu.

"Kamu kenapa?"

Ternyata Bibi Yuni sudah pergi. Kini ada Jason yang berdiri dengan kedua lengan di pinggangnya. Menunjukkan sikap jika dialah pemegang otoritas terhadap hubungan mereka.

"Adek kamu mana?" Sahut Lila dengan tidak ada niatan membahas pertanyaan Jason tadi. Bukan kah lelaki itu juga begitu tadi? Malah dua kali dia mengabaikan pertanyaan Lila.

Jason yang paham jika gadis yang kini memasang wajah seperti orang bodoh itu tidak mau membahas tadi hanya diam dan membawa Lila ke dalam rumah itu.

Saat memasuki rumah, mata dan mulut Lila tidak bisa menyembunyikan kekagumannya. Ia berdecak melihat jika bukan hanya bagian luar rumah itu yang luar biasa, melainkan perabot rumah dan berbagai macam piala berjejer di ruang utama. Tempat dimana memang menjadi pilihan kebanyakan penghuni rumah untuk memajang benda yang dibanggakan.

"Itu piala kamu?" Tanya Lila dengan penasaran. Tidak tega dengan wajah Lila yang bersemangat itu, Jason menjawab seadanya.

"Iya, sebagian lagi punya Jennifer." Oh meski mereka tidak bersaudara tetap saja sama-sama memiliki potensi yang luar biasa. Dan Lila sudah melihat bagaimana perempuan itu memiliki salon yang terkenal, Lila tahu jika salon milik Jennifer terkenal setelah browsing di internet.

Lila jadi penasaran, bidang apa yang disenangi oleh Jason? Apa pria itu suka seni? Apa dia menyukai olahraga? Atau hal yang berhubungan dengan kemampuan otak, seperti matematika? Atau---.

"Kamu tunggu di sini." Jason mengangkat lengannya untuk melihat jam rolex miliknya.

"Sebentar lagi Jennifer datang." Jason berbalik meninggalkan Lila namun baru beberapa langkah. Pria kembali kepada Lila.

"Jangan terlalu percaya dengan orang lain."

Lila terlalu shock dengan kata-kata Jason, hingga ia tidak punya kesempatan menatap mata Jason untuk mencari tahu maksud dari kata-kata Jason itu.

---
TBC

Why Me? (Completed)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora