Chapter 2: A Date?

1K 53 0
                                    


Mendadak Lila jadi sibuk sendiri, gadis itu selalu saja mencari kesibukan. Ya sebenarnya ia berusaha untuk tidak memikirkan Jason, Lelaki yang datang ke rumahnya beberapa hari yang lalu.

Orang tuanya, seperti biasa tidak mau repot memberikan Lila penjelasan atau gambaran apapun mengenai si calon suami. Lila juga tidak berani atau lebih tepatnya terlalu malu untuk memulai pembicaraan tentang si Jason Blossom ini.

''Ahh ternyata kamu di sini, ibu cari kemana-mana juga.''

Lila menghentikan aktifitasnya yang sedang merangkai bunga yang hendak ia masukkan ke dalam vas bunga, bunga mawar merah yang baru saja ia petik tadi pagi di halaman rumah.

''Kenapa Bu?'' Lila bertanya dengan pelan.

''Kamu siap-siap cepetan, Jason mau datang hari ini, jemput kamu.''

Sang ibu menyahut dan berlalu meninggalkan Lila yang masih shock dengan perkataan ibunya beberapa detik yang lalu. Jason? Datang menjemputnya? Kata kunci itu sungguh berhasil membuatnya menjadi gemetar. Bahkan memikirkan hal itu saja sudah membuat Jantung Lila berdegup kencang.

''Aneh.''

Gumamnya merasakan degup itu kian mengeras. Sudah sepatutnya gadis itu merasa aneh. Perasaan itu harusnya tidak berlaku bagi Lila, tidak ketika ia bahkan tidak tahu rupa dari seorang Jason.

Namun situasi yang nyata itu sudah menerangkan dengan jelas. Dan Lila tidak tahu harus berbuat apa sekarang. Oh ya! Jason akan datang. Ia harus bersiap-siap dulu. Lila menaiki tangga yang mengarah pada kamarnya. gadis memasuki kamar dengan was-was selayaknya seorang pencuri yang terburu-buru masuk sebelum ketahuan pemilik kamar.

Lila membuka lemari pakaiannya dan mengambil sebuah gaun berwarna merah dengan corak bunga. Wajah gadis itu bersemu. Ia meraba pipinya yang terasa panas. Ia tidak yakin, tapi sepertinya ia tertarik pada lelaki yang bernama Jason ini.

''Dia itu seperti apa ya?'' Lagi, Lila bertanya pada dirinya sendiri.

''Apa dia cuek? Ramah? Atau perhatian.''

Lila terus saja memikirkan berbagai pertanyaan tentang si calon suami, sambil melepas bajunya. Ia mengingat kembali potret dari Jason. Saat kedua kakinya melangkahi pakaianya Lila menatap pantulan dirinya dari cermin.

Jason memiliki tinggi yang sangat memukau. Kedua kaki yang jenjang. Dan sepasang lengan yang kokoh. Gadis itu termenung. Kemudian semakin bersemu saat beberapa pemikiran muncul di benaknya tentang apa saja yang bisa ia lakukan dengan lengan itu.

''Kenapa saya jadi nggak tahu malu begini.'' Desahnya putus asa. ''Saya bahkan nggak berani liat muka dia, tapi kenapa...''

Lila pikir ia sedang bermimpi, momen saat ibunya mengabarkan kedatangan Jason dan mengantarnya menemui Jason, semua berjalan dengan cepat dan bagaikan ilusi hingga gadis itu hanya bisa diam dan menyaksikan Jason yang menyentuh lengannya dan membukakan pintu mobil untuknya. Seperti adegan film romantis yang sering Anis ceritakan padanya.

''Ngomong-ngomong kita belum kenalan ya?'' Suara yang menyapa itu terdengar begitu empuk, hingga Lila langsung berdoa kepada tuhan agar bisa mendengar suara itu sesering mungkin. Lila mulai menebak, bagaimana bisa lelaki yang sedang mengemudi itu menjadi magnet yang terus saja membuatnya tertarik. Mantra apa yang dirapalkan lelaki itu?

''Hmm iya ya.''

Lila tersenyum kaku yang spontan membuat Jason langsung menengok ke arahnya. Kontan saja seluruh tubuh Lila menjadi kaku semua. Dari sudut matanya ia tahu jika Jason sedang tersenyum.

Lila belum memerhatikan Jason dengan sepenuhnya. Ia tidak tahu apakah lelaki itu bisa disebut menawan atau tidak. Lila hanya merasa jika calon suaminya itu memiliki daya tarik yang sangat kuat. Lila bertanya sendiri. Apakah Jason memiliki banyak teman perempuan yang mungkin saja menaruh perhatian khusus pada Jason?

''Nama saya Jason.'' Katanya. Seolah sudah menjadi kebiasaan untuk sebuah sopan santun, yang mana aetelah orang lain menyebutkan namanya maka kamu juga harus melakukan hal yang sama. Entah untuk basa-basi atau sekedar menjaga kesopanan.

''Saya Lila.'' Jason tertawa kecil.

''Kamu nggak apa-apa?''

Tiba-tiba saja nada suara Jason terdengar serius. Lila sangat berharap agar mereka segera tiba di tempat yang hanya Jason ketahui. Mendengar pertanyaan Jason tadi yang seolah basa-basi membuat Lila merasa canggung.

''Maksudnya apa ya?''

Lila memberanikan dirinya menatap Jason dari samping.

''Tentang perjodohan kita, sepertinya kamu tidak menolak.''

Lila bisa merasakan kesinisan yang keluar dari tiap kata lelaki yang sekarang ada di sampingnya. Kesan hangat beberapa waktu yang lalu seakan bagai debu yang terbang dengan mudahnya dari sisi Jason.

Lila menunduk menatap tangannya yang berada di atas pahanya. Ia menautkan jemarinya dengan cemas. Ia takut. Perkataan Jason tadi terasa menyiratan bahwa lelaki itu menyalahkannya atas perjodohan mereka.

''Memangnya saya harus bagaimana?'' Tanya Lila. Gadis itu menghela napas panjang sebelum kembali melanjutkan kalimatnya.

''Saya nggak yakin kamu tahu ini, tapi saya masih 18 tahun, baru selesai UN.'' Jason diam seakan memberi Lila kesempatan untuk berbicara sepuasnya.

''Dan ayah ibu saya bilang kalau saya harus nikah sama laki-laki yang katanya selalu nemenin saya sewaktu kecil.''

Semakin lama suara gadis itu semakin terdengar lirih, sementara ekspresi Jason masih saja mengeras.

''Saya... saya...'' Lila tergagap.

Ia sungguh tidak tahu harus menjawab apa. Apapun yang ia katakan mengenai alasan ia menerima perjodohan ini tidak akan pernah membuat lelaki itu puas, karena sejak awal Jason tidak menginginkan hal ini.

''Oke tidak usah dijawab. Saya nggak suka liat perempuan nangis di depan saya.''

Meski kesinisan dalam suara Jason sangat kental. Lila menganggapnya sebagai suatu bujukan untuk tidak meneteskan air mata. Lila membenci dirinya sendiri yang nampak begitu rentan di hadapan Jason. Calon suami, yang sepertinya jelas tidak menginginkan dirinya.

Mereka tiba di sebuah gedung yang memiliki corak lucu di bagian tiangnya. Lila diam, sampai Jason kembali membukakan pintu untuknya. Sebuah ukiran nama yang mencolok di depan bangunan di tambah beberapa perempuan yang keluar masuk dari bangunan itu membuat Lila yakin jika mereka berada di sebuah salon. Tapi untuk apa?

''Kita masuk ke dalam dulu yuk, saya mau kamu ketemu sama saudara saya.''

Sebuah pengetahuan baru. Ternyata Jason memiliki saudara. Lila pikir Jason itu sama dengan dirinya, anak tunggal. Ternyata tidak. Jadi ada berapa hal lagi yang kira-kira masih belum Lila ketahui tentang si calon suami?

---
TBC

Why Me? (Completed)Where stories live. Discover now