Chapter 1: Introduce

1.6K 65 0
                                    

Lila hanya mengatupkan bibirnya rapat-rapat sewaktu sahabatnya datang dan menjejalinya dengan berbagai pertanyaan.

Ini terhitung seminggu mereka tidak bertemu setelah Ujian Nasional. Dan tadinya Lila berencana mengajak sahabatnya itu mengunjungi tempat wisata lokal di Daerah mereka tapi sayang Lila harus mengubah kata-kata yang sekiranya akan dia katakan pada Anis.

‘’Kata-kata itu jahat seandainya kamu yang jadi saya.’’ Lila berseru bosan. Sementara Anis mengerutkan keningnya dengan heran. Ia bereaksi dengan sangat ekspresif.

‘’Kenapa La? Kamu sadar nggak sich kabar kalo kamu mau nikah itu udah banyak yang tahu.’’

Lila tahu jika apa yang sahabatnya katakan itu semua benar. Tapi meski memang benar ia dijodohan, Lila sama sekali tidak mau mengingat itu apalagi mengungkit tentang calon suaminya yang ia temui sewaktu kecil itu. Apalagi Lila tidak ingat rupa laki-laki yang katanya calon suaminya itu.

‘’Malas aja kamu kan tahu bagaimana antipatinya saya sama cowok-cowok.’’ Anis memasang wajah penuh prihatin, ia tahu betul bagaimana sahabatnya ini menjauhi setiap laki-laki yang berusaha mendekatinya.

‘’La jangan bilang kalau kamu punya trauma soal cowok.’’

Lila mengangkat kedua bahunya dengan lemas. ‘’Entahlah, mungkin saya punya phobia, tapi kata Ibu, Jason itu anak yang baik.’’

‘’What jadi nama cowok ini tuh Jason?’’

Anis berubah antusias setelah mendengar nama calon suami Lila. Ia berdiri dan menghampiri Lila yang sejak awal berdiri di depan jendela kamar, asyik menatap gerimis hujan yang seharian ini membasahi bumi.

Lila menatap Anis yang menghampirinya dengun penuh semangat. ‘’Ya nama dia memang Jason. Dan Please saya nggak mau dengar apapun itu yang ada di benak kamu sekarang ini.’’

Anis menahan senyum dan membuat gerakan tangan seolah mengunci mulutnya agar tetap rapat. Lila tersenyum menatap sahabatnya. Ya setidaknya ia punya satu orang teman yang sangat ia sayangi. Jadi bayangan tentang pernikahan yang jauh dari kata indah kelak tidak akan terlalu menghantuinya.

---

Lila adalah gadis manis yang cenderung berprilaku jauh berbeda dengan penampilannya. Semua yang mengenal Lila tahu bahwa gadis itu tak ubahnya seperti bom waktu yang misterius. Tak ada yang tahu kapan ia bisa meledak dan tak ada yang tahu sampai kapan gadis itu bisa berahan dengan sikap santainya.

Sudah berulang kali kedua orang tuanya mengatakan jika Lila boleh saja melanjutkan kuliah dengan catatan ia harus menikah dengan laki-laki yang pernah Lila temui sewaktu kecil. Ia bisa saja menolak tapi pada akhirnya ia memilih untuk menuruti keinginan orang tuanya. Lagipula menikah dan hidup bahagia itu adalah hal-hal yang nyaris tidak pernah Lila pikirkan.

Malam yang dinantikan atau lebih tepatnya hanya dinantikan oleh orang tua Lila akhrinya tiba. Sejak sore sang ibu sudah memaksa anak gadisnya itu untuk mulai mengenal dapur. Sang ibu berpikir Lila setidaknya harus bisa membuat minimal satu jenis masakan yang layak untuk dimakan manusia, sebenarnya sudah terlambat untuk mengajari Lila hal-hal yang sebenarnya wajib dikuasai perempuan. Tapi tidak ada salahnya mencoba kan?

‘’Semua sudah dibawakan’ La?’’

Lila mengangguk mendengar pertanyaan ibunya. Ia kembali menata piring setelah meletakkan semangku sup hangat yang harum di tengah-tengah meja persegi itu.

Suara deru mobil yang terdengar semakin dekat membuat Lila refleks menatap ibunya, mata ibunya berbinar, dan tanpa kata Lila sudah tahu jika binar mata ibunya itu menyiratkan bahwa tamu spesial yang dinanti sudah datang.

‘’Tunggu di sini saja nak.’’ Kata ibunya dengan bersemangat. Lila mengangguk, meski perjodohan ini bukan keinginannya, gadis itu tetap saja merasa gugup.

Menyadari jika putrinya berusaha untuk menutupi kegugupannya, Ibu Lila mengelus bahu Lila yang halus.

‘’Jangan khawatir, Jason pasti suka sama anak ibu yang cantik ini.’’ Kata ibunya memberi semangat sebelum berlalu untuk menyambut tamu spesial mereka.

Lila termenung mendengar kata-kata sang ibu tadi. Ia cantik? Lila tak yakin. Sebab dalam hidupnya Lila sangat jarang mendengar ungkapan itu dari mulut orang lain. Lila terduduk kemudian menyentuh lengannya, kemudian membawa jemarinya k ujung rambutnya yang panjang. Ia baru memikiran hal itu.

Bagaimana jika seandainya Jason tidak menyukainya atau malah Jason itu adalah orang yang sangat kasar dan terlalu banyak menuntut?

‘’Lila.’’ Gadis itu tersentak dengan tidak anggun. Ia berdiri dengan tiba-tiba sambil mendorong kursi di belakangnnya hingga menghasilkan suara gedebuk yang cukup keras.

‘’Ya ampun Lila.’’ Jerit ibunya melihat tingkah Lila yang begitu tak terkontrol. Lila menunduk, sama sekali tidak berani mengangkat kepalanya untuk menatap beberapa orang yang kini terasa memerhatikannya dengan intens.

‘’Sabar Mir. Lila mungkin gugup gara-gara ketemu Jason lagi.’’

Suara seorang wanita yang sesusia ibunya terdengar sangat ramah di telinga Lila.

Di depannya Lila menatap sepasang kaki yang ditutupi sepatu sneaker berwarna biru pudar. Lila menaikkan pandangannya dan melihat jeans belel membalut kaki yang menurutnya sangat panjang itu. Dia tinggi, itulah yang ada di benak Lila. Kemudian semakin naik, laki-laki itu mengenakan kemeja berwarna merah muda yang cerah. Sebagian lengan yang mengintip dari setelan itu memberikan Lila sebuah kesimpulan jika selain tinggi laki-laki itu juga memiliki kulit yang berawarna cerah. Tiba saat Lila akan menatap wajah si calon suami, Ibunya kembali mengagetkannya dengan menyentuh lengannya tiba-tiba.


‘’Ayo duduk, kalian harus coba masakan buatan Lila.’’ Semua tertawa mendengar godaan ibu Lila yang membuat wajah gadis itu memerah saking malu, sebab ia tahu pasti yang ia lakukan hanyalah membuat ibunya mengomel lantaran hasil potongan sayur Lila yang sangat tidak sedap dipandang.

Makan malam itu berlangsung dengan sangat tenang, bahkan ibu Lila yang biasanya cerewet kini berubah menjadi pendiam. Lila pun tak kalah canggung sewaktu para orang tua itu memaksanya duduk tepat di samping Jason. Oh ya gadis itu bahkan belum pernah menatap Jason secara langsung. Lila tidak bisa menelan makanannya dengan baik, ia gugup, gemetaran dan kesulitan sewaktu memegang gelas. Untung saja sebuah tangan segera menahan tangannya agar tidak menjatuhan gelas kaca itu.

‘’Pelan-pelan saja.’’ Bisiknya dengan suara pelan. Namun terasa begitu sangat dekat di telinganya hingga membuat Lila menjadi merinding. Segera Lila menepis tangan itu dengan cukup keras.

‘’Aduhh Lila kamu yang sopan dong sama calon suami.’’ Kata ibunya menasehati.

Lila hanya diam. Mendengar kata-kata ibunya tadi membuat gadis itu jadi bergidik, calon suami? Harus sopan? Sungguh canggung, terutama Lila merasa jadi tidak enak pada Jason karena telah kasar padahal niat laki-laki itu kan baik.

Malam itu Lila memilki banyak kesempatan untuk menatap lelaki yang katanya akan menjadi suaminya dalam waktu dekat ini, tapi Lila membuang kesempatan itu. Kedua orang tua mereka sudah menetapkan tanggal. Dan mereka seolah tidak memberi ruang bagi Lila maupun Jason untu berbicara berdua. Dan Lila terlalu malu untuk mengatakan pada ibunya bahwa ia ingin tahu sosok Jason lebih dekat.

Alhasil Lila menjadi tersiksa sendiri. Siang dan malam gadis itu terus uring-uringan. Tidak ada yang peka dengan keresahan gadis itu, termasuk Anis yang berpikir bahwa Lila sangat tidak menyukai calon suaminya itu hingga tak bercerita apa-apa soal acara makan malam itu.

---
TBC

Why Me? (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang