Chapter 2 [Carly]

504 34 1
                                    

Chapter 2 [Carly]

“Ya?” aku mengedipkan mataku beberapa kali akibat panggilan dari Greyson. Sekarang dia sedang mendorong keranjang berisi tas-tas dan koper milikku dan miliknya. Kami sama-sama berjalan di koridor bandara.

“Carly, just tell me what’s going on.” Greyson menatapku serius. Ya, aku tahu apa arti tatapannya, tapi aku nggak akan bisa ngomong semuanya sama Greyson. Aku nggak tahu apa yang sedang terjadi padaku, banyak hal yang nggak pengen aku temui di Indonesia. Aku memang benar-benar belum siap untuk kembali.

“I will, I just-“ aku terhenti, Greyson menghela napasnya. Kami sudah nggak lagi berjalan, melainkan berdiri terhenti di tengah jalan.

“I don’t even know what’s wrong with me. I will tell you when I find out, okay?” kataku akhirnya. Itu bukanlah sebuah alasan nggak masuk akal dariku, tapi itulah yang benar-benar terjadi. Aku nggak berbohong, aku nggak bisa berbohong dengannya.

“Okay, but just tell me, okay?” kata Greyson, ia kemudian mengecup keningku dan merangkulku. Kami kembali menyusuri koridor, berjalan menyusul yang lainnya.

Kami sampai di ruang tunggu. Penerbangan menuju Jakarta masih satu jam lagi. Aku duduk di sebelah Greyson. Mom, Dad dan Kevin duduk di depan kami. Kevin sedang menyeruput kopinya, sementara Ayah sibuk dengan handphonenya.

“Where did you get your Starbucks?” tanyaku pada Kevin yang sedang menggenggam segelas kopi hangat.

“Starbucks, of course. How can I get a silly sister like you?” jawab Kevin, disertai pukulan kecil dari Mom.

“Kevin.” Mom memperingatkan, Kevin hanya tertawa. “Kau bisa ke Starbucks di sebelah sana. Kembali lagi ke sini sebelum jam 4, oke?” kata Mom kemudian.

“Okay, Mom. Come on, Grey.” kataku, meraih tangan Greyson dan mengajaknya untuk segera menuju Starbucks yang dimaksud Mom.

Greyson merangkulku, kami tengah duduk di sebuah bangku empuk di Starbucks caffe. Aku tertawa sepanjang waktu karena Greyson terus-terusan mencoba membaca huruf Jepang asal-asalan.

“Okay, Greyson stop it. People are going to think we’re crazy,” kataku sambil menahan tawa.

“Haha, then they are right! Because we are!”

“You are crazy!” teriakku, Greyson tertawa. Aku merasa pikiranku nggak lagi dipenuhi dengan kekhawatiran. Greyson dengan ajaibnya menghapusnya dan menggantikannya dengan tawa dan kebahagiaan. Tiba-tiba aku merasa bersalah (lagi) telah mengungkit masa lalu yang nggak penting.

“Carl? Please don’t-” Greyson kembali memperingatkanku untuk nggak melamun tetapi dengan cepat aku memotongnya, “No, Greyson, I’m here.” kataku. Greyson tersenyum.

“Okay, so, do you want a cake?” tanyanya.

“Sure.” aku mengangguk mantap dan Greyson kemudian melambaikan tangannya untuk memanggil seorang pelayan.

Nggak terasa sudah hampir satu jam kami berbincang-bincang. Gelas-gelas kopi kami sudah kosong, bahkan  piring yang tadinya berisi cakes sudah tak bersisa lagi, Mom juga sudah meneleponku untuk segera kembali. Untuk itu kami mengakhiri perbincangan hangat kami dan dengan segera berjalan menuju kasir untuk membayar.

“I can’t wait to be in Indonesia!!” seru Greyson bersemangat.

“Well, you have to be patient, we still have one flight.” kataku.

"I don’t mind. 10 flights or even thousands flights are fine if I’m in the plane with you,” Greyson mengedipkan salah satu matanya dan membuatku tertawa.

She is Loved and Loving (Sequel to the She Will be Loved)Where stories live. Discover now