Chapter 1 [Carly]

784 31 4
                                    

Aku mengerjapkan mataku. Di depanku, barisan awan yang terlihat empuk berjalan pelan seolah mengajakku untuk berbaring di atasnya. Rasanya aku ingin memecah kaca jendela di depanku dan melompat di atas awan-awan empuk itu. Badanku terasa sangat pegal, aku merasa seperti telah tertidur berjam-jam di atas kursi ini dengan posisi yang sama. Aku merogoh tasku dan mengambil handphoneku untuk mengecek jam.

"You awake?" aku menoleh ke arah suara, cowok ngantuk bermata ngantuk ini menyodorkan sebungkus permen karet kepadaku.  Sepertinya dia baru saja bangun tidur, sama denganku. Ya, tentu saja Greyson. Dia duduk persis di sebelahku. Kami sedang berada di pesawat untuk menuju ke Indonesia.

"Yes, how long did I sleep?" tanyaku diiringi dengan uapan panjang dari mulutku dan kemudian mengambil permen karetnya.

Greyson tertawa kecil, "I don't know, I was sleeping too."

 Aku sempat nggak percaya dia benar-benar berada di sebelahku sekarang, yang artinya, apa yang terjadi di malam tahun baru itu benar-benar terjadi dan perdebatan yang terjadi kemarin juga benar-benar nyata. Ya, kemarin Greyson dengan keras kepalanya meminta untuk pergi bersamaku dan keluargaku ke Indonesia. Tentu saja, Mrs. Lisa nggak langsung menyetujuinya, butuh beberapa kalimat untuk meyakinkannya. Aku juga nggak tahu harus membela Greyson atau nggak saat itu. Maksudku, aku mengerti Mrs. Lisa nggak mengijinkannya, banyak hal yang akan Greyson tinggalkan jika dia ikut denganku. Tapi, Greyson rupanya sudah menyiapkan berbagai alasan untuk hal itu, tentang ujian yang sudah ia lewati dengan baik, karir yang bisa ditunda, sampai alasan liburan yang sangat ia butuhkan. Hoah, entahlah.

 Yang jelas, aku bahagia dia di sini.

"Carly?!" Greyson memanggilku dengan agak keras yang membuatku tersentak.

"What?"

"You're zoned out." katanya sambil tersenyum, "What are you thinking?" tanyanya lagi.

"I'm not thinking anything." aku benci kepergok sedang melamun.

"Oh, of course." katanya sarkastik dan memberiku sebuah tatapan yang berarti 'jangan berbohong padaku'. Aku menghela napas.

"Okay, I was just-" aku nggak tahu apa yang harus aku katakan. Apa perlu aku bilang kalau aku baru saja memikirkannya? Yah, walaupun memikirkan ke-keraskepala-an-nya. "I was thinking of you."

Setelahnya, aku mendengar tawanya pecah, sampai-sampai aku takut pramugari cantik diujung sana akan menegur kami.

"Okay, stop Greyson. I was just being honest." aku memutar bola mataku. Rupanya aku salah ngomong.

"No. I wont" katanya, masih tertawa. Aku memutar bola mataku lagi. Okay, biar bagaimanapun, Greyson itu menyebalkan.

"Oke, Carl. It was just so cute. Can I just give you a bear hug because I'm feeling like I want to." katanya kemudian, pipiku seketika memerah. Apa maksudnya? Duh mengapa Greyson harus menggombal di saat-saat seperti ini.

"Awwww, new young couple, I'm so jealous of you guys," suara Kevin tiba-tiba aku dengar dan dengan cepat menghapus warna kemerahan di pipiku. Kevin tengah mengintip kami dari kursi di depanku, sambil memakan ceriping asin di tangannya. That annoying brother.

"I know right, Forever Alone." kataku sambil menjulurkan lidah.

"Can I give you a bear hug, Carly?" Kevin nggak menghiraukanku dan sebutan yang baru saja aku berikan kepadanya, dia justru menirukan suara Greyson dengan berlebihan, membuatku memutar bola mataku untuk ke sekian kalinya.

"Oh, shut up, Kevin." Greyson tertawa dan memberi sedikit pukulan di kepala Kevin. Yah, pukul aja kepalanya! Kemudian Greyson mengambil bungkus ceriping yang Kevin bawa dan memakan segenggam ceriping sekaligus.

"Greyson, you seem like you've never ate chips before," kataku sambil tertawa kecil.

"Oh, don't listen to Carly, Grey. These chips are heavenly good." kata Kevin, tangannya kembali mengambil beberapa ceriping di bungkus yang dibawa Greyson.

"Kay, whatevs."aku kembali menikmati pemandangan langit cerah di sampingku. Aku nggak tahu apa yang seharusnya aku pikirkan. Sesuatu telah mengganggu pikiranku sedari tadi. Tiba –tiba aku teringat tentang seseorang di masa laluku. Tepatnya, tadi malam. Ketika aku selesai packing dan bersiap untuk tidur, aku memikirkan apa yang bakal aku lakukan di Indonesia dan tiba-tiba aku teringat dengannya. Dengan 'masa lalu'ku. YA. MASA LALUKU. Seseorang yang seharusnya sudah aku lupakan mengingat aku sudah punya Greyson di sini, tapi.. entahlah. Aku pikir, kau mungkin mengerti apa yang sedang aku bicarakan.

Tentu saja, setiap orang punya masa lalu. Termasuk aku. Aku tahu, aku belum pernah menceritakannya kepadamu, atau kepada Hailee, Bella dan Lauren, itu memang sengaja aku lakukan. Jadi, ada seseorang yang sengaja aku hindari selama ini, seseorang yang selama ini berada di Indonesia. Aku pikir aku bisa melupakannya kalau nggak menceritakan tentangnya kepada siapapun. Aku memang berhasil melupakannya, bahkan dia nggak pernah terlintas di pikiranku ketika aku di Oklahoma. Dan seharusnya aku lebih tenang dengan keadaanku sekarang, mengingat aku memang sudah melupakannya—maksudku melupakan perasaaanku terhadapnya.

Tapi aku akan bertemu dengannya.

Aku nggak tahu apa yang bakalan aku rasakan, atau apa yang bakalan terjadi. Aku takut sesuatu akan terjadi dan membuatku bertindak bodoh—seperti menyukainya lagi, misalnya.

Aku pernah dengar pepatah yang mengatakan, "Terkadang keberadaan seseorang di dekatmu bisa mengingatkanmu tetang perasaanmu terhadapnya." Aku nggak pengin mengingat perasaanku padanya, aku nggak pengin ketemu dengannya.

Mungkin aku perlu menceritakannya padamu. Oke, baiklah. Aku dulu pernah mengagumi seseorang, bahkan menyukainya. Tapi... sesuatu nggak berjalan seperti yang aku inginkan, cerita di antara kita berjalan setengah menggantung. Oke, kau mungkin menilaiku terlalu berlebihan memikirkan seseorang yang bahkan kau sukai ketika umurmu 14 tahun. Oke, mungkin aku memang berlebihan. Tapi aku–

“Carl?” lamunanku terbuyarkan oleh suara Greyson yang memanggilku pelan. Aku menoleh ke arahnya dan mendapatinya tengah tersenyum, “Please don’t go too much to your imagination. I hate losing you,” katanya. Seketika aku menyesal telah mengingat-ingat ‘masa lalu’ku, aku bahkan sudah memiliki ‘masa depan’ku di depanku. Bagaimana bisa aku memikirkan orang itu? Aku nggak seharusnya- “Carl?” aku baru sadar aku kembali lagi tenggelam dalam pikiranku dan bahkan belum menanggapi perkataan Greyson, “Uh- sorry,” kataku pelan. Greyson menghela napasnya, membuatku merasa semakin bersalah.

“Kita udah mendarat.” kata Greyson kemudian. Dengan cepat aku memperhatikan sekelilingku, dan benar saja, semua orang tengah sibuk mengemas barang-barang mereka dan bersiap untuk keluar.

“Okay?” aku merasa sangat bodoh dan linglung, aku khawatir Greyson akan sebal dengan sikapku yang memang menyebalkan. OMG! Tunggu! KITA SUDAH SAMPAI?? ITU ARTINYA...

“Ngomong-ngomong, sekarang kita masih di Jepang untuk transit,” jelas Greyson. Oh, hampir saja aku lupa kita harus mendarat di Jepang terlebih dahulu, hampir saja aku khawatir lagi dengan apa—dan siapa—yang akan aku temui di Indonesia nanti. AH APA YANG TERJADI DENGANKU.

Greyson ternyata sudah membawakan tasku ketika aku kebingungan mencarinya, “Makasih, Grey.” kataku ketika Greyson memberikan tas kecilku.

 “Carly, Greyson, come on!” aku mendengar Ayah memanggil Greyson dan aku, rupanya yang lain sudah berada di ujung pintu. Dengan segera kami menyusulnya.

-------------------SORRY FOR THE VERY SHORT CHAPTER :P---------------

She is Loved and Loving (Sequel to the She Will be Loved)Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ