3

245 51 10
                                    

06.00
Ariana sudah rapih untuk pergi ke kampusnya. Ariana lebih suka berangkat pagi- pagi dari pada harus mendengarkan omelan dari ibu tirinya. Ariana juga tidak sarapan. Dia lebih baik membawa bekal dan memakannya di kampus.

Saat sudah sampai di gerbang kampusnya, seperti biasa Ariana langsung pergi ke perpus untuk membaca bukunya. Sekolah masih sangat sepi sekali dan juga sunyi. Tapi itulah yang sangat di sukai Ariana. Ketenangan.

___0o___

Justin berjalan menyusuri koridor kampusnya. Ekspresi datar dan tatapan tajamnya membuat orang disekitarnya bergidik ngeri. Tapi pesona wajahnya mampu membuat kaum hawa tergila-gila.

Justin memasuki kelasnya dan berjalan menuju bangkunya yang berada di pojok paling belakang. Tempat favoritenya, agar ia bisa tidur sepanjang pelajaran berlangsung. Karena menurutnya mendengarkan gurunya yang tiap hari mengoceh tentang materi membuat kupingnya terasa panas. Itulah seorang Justin bieber.

Ariana POV

Bell sebentar lagi akan berbunyi tapi aku belum juga mengembalikanya si Justin. Aku tidak ingin bertemu dengannya dan melihat tatapan tajamnya. Tapi dia sudah bilang kemarin, untuk mengembalikan bukunya. Dan itu berarti aku harus ke kelasnya. Tapi aku tidak ingin membuat masalah makin rumit lagi, bagaimana jika aku tidak menemuinya dan malah dia yang menemuiku. Bisa-bisa aku di marahi habis-habissan olehnya.

Selama perjalanan menuju ke kelas Justin, Ariana selalu berdoa kepada tuhan agar tidak terjadi apa-apa dengannya.

Didepan kelas Justin, aku tidak langsung masuk.
Tarik nafas dan menghembuskannya perlahan. Aku tidak boleh takut. Toh, aku cuman mengembalikan bukunya.

aku masuk ke kelasnya. Ada beberapa orang yang menatapku  heran. Aku hanya tersenyum dan mengalihkan tatapanku ke penjuru kelas. Mencari dimana meja Justin.

aku melihat pria psycopath itu sedang memainkan ponselnya di pojok paling belakang. Tempat yang cocok dengan orangnya.

Tidak ingin membuang-buang waktu. Aku langsung berjalan menuju kearahnya. Dengan perasaan gugup dan... Tidak kau harus tenang Ariana. Kau pasti bisa.

Saat aku sudah berada di mejanya Justin. Justin masih tetap dengan ponselnya. Aku bingung harus memulainya dari mana. Tarik nafas dan membuangnya kasar. Aku harus bisa.

"Ju..Justin?" ucapku gugup. Dia masih saja memainkan ponselnya. Aku tidak tahu apakah Justin mendengarkanku, atau dia pura-pura tidak mendengarkanku.

"Justin." ucapku memberanikan diri dengan menyentuh pundaknya.

Tiba-tiba dia langsung menepis kasar tanganku dan berdiri dari tempat duduknya. Menatapku dengan tatapan matanya yang tajam.

"Lancang sekaki kau menyentuhku." ucap Justin dengan suara lantangnya. Tiba-tiba kelas ini menjadi hening, tidak ada suara Siswa-siswi yang berbicara riuh seperti tadi.

"M..ma..ma'af." ucapku terbata-bata.
"A..aku cuman ingin mengembalikan bukumu ini." lanjutku yang masih enggan untuk menatapnya.

Justin langsung mengambil bukunya yang ada ditanganku secara kasar dan memasukkannya kedalam tasnya.

Tiba-tiba Justin menarik tanganku begitu saja dari kelasnya. Aku tidak tahu dia ingin membawaku kemana. Dan aku hanya pasrah di tarik olehnya.

Sampai tiba di parkiran dia membuka pintu mobilnya dan langsung menyuruhku masuk. Aku hanya bisa menurut. Tanpa bantahan. Tidak ingin membuat Justin tambah marah. Akupun langsung masuk kedalam mobilnya dan duduk di kursi penumpang.

Justin memutari mobilnya dan masuk kedalam mobilnya yang berada di sisi kananku, tempat kemudinya. Justin langsung memakai sabuk pengamannya dan langsung menatapku tajam.

"Apa kau bodoh! Cepat pakai sabukmu bodoh!" ucapnya tegas.

aku mengambil sabuknya dan memakainya.
Justin menghidupkan mobilnya dan langsung keluar dari perkarangan kampus ini.

"Justin kau ingin membawaku kemana." tanyaku.

Justin masih diam dan tidak bergeming. Pandanganya lurus kedepan. Dia sangat fokus menyetirnya. Dari sini aku bisa melihat rambut spike-nya yang berjambul keatas dengan warna  pirang itu. Dan alisnya yang tebal, bulu mata yang lentik, dan juga hidung mancungnya yang seperti perosotan. Sangat mancung. Tak lupa juga dengan bibir seksinya yang berwarna pink itu. Walaupun tidak terlalu pink-pink juga. Ku akui dia sungguh sempurna.

"Menikmati pemandangan hmm?"
Tiba-tiba Justin bertanya dengan suara yang pelan. Masih dengan pandangan lurus kedepan.

Seketika aku langsung memalingkan wajahku ke depan menatapi jalan raya. Sial.
Aku telah tertangkap basah olehnya. Kenapa kau sangat bodoh Ariana. Memandangi dan memuji kesempurnaannya itu.

Aku hanya diam saja. Enggan untuk menjawabnya. Akhirnya ku putuskan untuk melihat keluar jendela yang berada di sisi kiriku.  Biarlah keheningan menyelimuti kami.

Aku mendengar Justin mengucapkan sesuatu. Sangat pelan sekali seperti bisikan. Membuat aku tidak bisa mendengarkannya. Tapi aku tidak peduli. Aku masih enggan untuk menatapnya.

15 menit kemudian kami tiba di sebuah cafe. Justin turun dari mobilnya dan begitupun denganku. Justin tidak mengatakan sesuatu dan langsung masuk saja kedalam cafe tersebut.

__________

Hai guys..
Sorry ya gw lama updatenya.. Baru juga seminggu gpp-lah ya😁

Aku kurang semangat juga si nulisnya. Gara- gara yang baca and votenya dikit. Tapi aku maklumin kok, inikan cerita baru gw😆.
Untuk part berikutnya masih Ariana POV yah.

Btw.. Selamat liburan ya..😄😃

Next? Voment!

Thanks guys😊

See you😉

SORRYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang