Epilog

6.5K 292 15
                                    


Nabila melirik kembali jam tangannya. Ia gelisah saat suaminya belum membalas pesannya atau menelponnya lagi. Beberapa menit lagi, penampilan drama putranya akan segera ditampilkan. Bisa ngamuk jagoannya kalau sampai ayahnya tak hadir melihat penampilannya di panggung saat ini. Sudah dari seminggu yang lalu sebelum diadakan pentas acara kreasi seni di sekolahnya, Elang sudah merengek-rengek dan mengharuskan kedua orang tuanya untuk menyaksikan pertunjukkan dramanya. Radit dan Nabila berjanji akan menyaksikannya.

"Aduhh... Mas Radit belum datang lagi. Bisa marah besar nanti Elang." gumamnya sambil terus melirik ponselnya.

"Ibu... Abangnya mana?" tanya seorang gadis kecil di sampingnya sambil memegang tangannya. Nabila mengalihkan pandangannya pada putrinya dan tersenyum.

"Abangnya masih didandanin dulu, sayang. Nanti bentar lagi juga naik ke panggung." gadis kecil itu mengangguk.

Beberapa menit kemudian, acara pentas drama yang ditunggu-tunggu dimulai juga. Para pemeran yang merupakan anak-anak kecil sekolah dasar mulai berjejer di panggung. Nabila tersenyum melihat putranya yang memakai kostum pangeran-pangeran ala kerajaan zaman dulu.

"Itu Abang, Bu!" seru Kenanga, putri Nabila yang baru berusia 3 tahun itu sambil menunjuk ke arah panggung di mana kakaknya sedang berdiri di sana. Nabila melihat putranya seperti sedang mencari-cari seseorang. Pasti Elang sedang gelisah melihat wajah ayahnya belum ada di sana. Aula gedung sekolah sudah dipenuhi oleh para orang tua murid yang juga ikut menyaksikan penampilan putra-putri mereka. Lalu, ia melihat putranya tersenyum lebar.

"Maaf telat. Tadi di jalan lagi ada kecelakaan ditambah ponselku mati, jadi belum sempat menghubungimu lagi." Nabila melirik suaminya yang sudah duduk di sampingnya. Ia mendesah lega.

"Mas gak apa-apa, 'kan?" Radit tersenyum dan menggeleng.

"Gak kenapa-kenapa, kok. Maaf ya, sayang?! Ayah telat datangnya." ucapnya sambil menatap putrinya di samping istrinya. Gadis kecil itu menatap ayahnya.

"Abang ada di cana. Abang mau ngapain, Yah?" tanyanya sambil menunjuk ke arah panggung. Radit tersenyum.

"Abang mau mentasin drama, sayang. Kita lihat Abang bentar lagi." Kenanga hanya mengangguk. Lalu, pandangan mereka fokus ke depan karena suara perhatian dari pengeras suara yang mengintruksikan para pemain drama untuk memulai adegan cerita.

Adegan demi adegan mulai berlangsung. Radit dan Nabila serta putri mereka menonton dengan seksama pertunjukkan drama di mana putranya ikut bermain di sana. Penonton tertawa saat melihat adegan Elang yang sedang berseteru dengan sang raksasa dengan suara cemprengnya yang lucu. Nabila dan suaminya ikut tertawa.

"Lihat putra kita, Mas! Dia semangat banget berkelahinya kayak sama musuh beneran aja." Radit yang masih tertawa hanya mengangguk.

"Dia mirip aku sewaktu aku masih seusianya. Dulu juga aku kayak gitu. Suka banget berdebat." Nabila masih memperhatikan penampilan putranya.

Selama 15 menit tampil, akhirnya pertunjukkan drama mereka selesai. Pembawa acara kembali berceloteh mengomentari dan meminta pendapat penonton tentang penampilan drama barusan. Ia mengarahkan pengeras suara kepada Elang yang berdiri di barisan pertama karena ia berperan sebagai pemeran utama drama ini.

"Elang. Gimana rasanya berperan menjadi Rama?" tanya pembawa acara itu.

"Seneng banget. Bisa ngalahin raksasa." jawabnya semangat. Sontak, semua penonton langsung tertawa. Nabila dan Radit juga ikut tertawa. Ada-ada saja putranya.

"Elang pengen gak maen lagi?" bocah itu mengangguk.

"Iya. Pengen lagi."

"Ok. Nanti Elang bisa ikut main lagi, ya?! Elang lihat Mama sama Papa gak di sini?" Elang mengangguk.

"Iya. Itu Ayah sama Ibu, sama Ken juga!" ucapnya sambil menunjuk keluarganya yang duduk di barisan kedua. Nabila dan Radit tersenyum.

"Elang sayang gak sama mereka?" Elang mengangguk.

"Sayang, dong."

"Coba, Elang bilang sayang sama mereka." Elang menatap keluarganya.

"Ayah, Ibu, Ken, aku sayang kalian. I love you, mmuaahhh...." ucapnya sambil memonyongkan bibirnya. Mereka semua tertawa melihat tingkah konyol dan menggemaskan bocah kecil itu, juga Radit dan Nabila.

"Elang, Elang... Gemar bikin orang ketawa aja." gumam Nabila yang diangguki oleh Radit.

"Bagus. Elang harus jadi anak sholeh yang nurut dan berbakti sama orang tua, ya?! Nanti kalau Elang nurut sama mereka, Elang bakalan dapat hadiah dari Bu Guru." Elang tersenyum lebar dengan wajah yang berbinar begitu mendengar kata-kata hadiah. Dasar anak-anak.

"Iya, Bu Guru." Nabila dan Radit hanya menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkah putra mereka yang selalu aktif, semangat, namun disiplin dan rajin dalam belajar serta menuruti mereka sebagai orang tuanya, nilai positif dari putra mereka.

***

"Ayah sama Ibu janji ya minggu depan nanti?!" Radit dan Nabila hanya mengangguk.

"Iya, sayang. Kamu tenang aja."

Radit menjanjikan keluarganya untuk mengajak mereka liburan ke Lombok minggu depan. Ia berjanji akan mengajak mereka liburan jika Elang mau menampilkan sebuah drama di sekolahnya untuk mengisi acara kenaikan kelas. Dan ia menepati janjinya setelah ia menyaksikan penampilan putranya.

"Aku juga ikut, Yah!" seru Kenanga yang duduk di samping kakaknya. Nabila dan Radit tertawa.

"Iya, sayang. Anak-anak Ayah sama Ibu pasti ikut."

"Sama adek bayi juga ya, Yah?" Radit mengangguk dan mengelus perut istrinya yang sedikit membuncit dengan sebelah tangannya yang bebas.

"Iya. Adek bayi juga ikut."

"Holeeee...! Adek bayi juga ikut." Nabila tertawa.

"Adek bayi pasti ikut, sayang. Kan dia masih ada di perut Ibu." jelas Nabila sambil mengelus perutnya. Ia sedang mengandung anak ketiganya yang kini sudah berusia 3 bulan. Kenanga mengangguk. Lalu, gadis kecil itu mengalihkan pandangannya kembali ke arah jendela mobil yang menampilkan pemandangan jalanan kota.

"Tempat mana lagi yang akan kita jelajahi, Mas?" tanya Nabila kepada suaminya. Radit menoleh dan tersenyum.

"Rahasia. Yang pasti, target kita kali ini tak jauh dari sekitar pantai di Lombok. Kita akan berbulan madu lagi di sana." Nabila tergelak.

"Bulan madu bawa anak. Familymoon kali, Mas." Radit hanya tertawa

"Ayah, aku mau ke restoran itu! Aku udah laper." Radit mengikuti arah telunjuk putranya yang menunjuk sebuah restoran yang sedang ramai pengunjung. Ia mengangguk.

"Iya, ayo! Ayah juga sama udah lapar." lalu, mobil mereka mulai melaju ke arah restoran yang ditunjuk Elang. Nabila sudah tak sabar ingin segera mewujudkan impiannya yang kesekian kalinya bersama suami tercintanya, dan kali ini bersama ketiga buah hati mereka.


Terima kasih untuk para pembaca. ditunggu voment-nya. jangan lupa baca juga cerita yang lainnya :)

The Wildest DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang