15. Andai Kau Di Sini, Ibu....

4.1K 252 0
                                    

Radit langsung memacu motornya dengan cepat menuju rumah istrinya tak peduli dengan keselamatannya di jalan. Yang ia pikirkan saat ini adalah, ia ingin cepat-cepat bertemu istrinya dan menyelesaikan kesalahpahaman itu. Ia menyesal tidak mengatakan yang sejujurnya saja kepada istrinya. Ia langsung memarkirkan motornya di halaman rumah dan langsung mengetuk pintu rumahnya.

"Assalamualaikum! Nabil..., Nabil!" serunya memanggil nama istrinya sambil terus mengetuk pintu. Tak lama, pintu terbuka menampilkan mertuanya yang memandangnya dengan tatapan heran.

"Radit? Nabil belum pulang. Ada apa, Nak? Kelihatannya kamu sedang panik." Radit tak tahu harus menjawab apa. Ia sangat bingung dan panik luar biasa saat mendengar istrinya belum pulang. Ia takut terjadi apa-apa dengan wanitanya.

"Emmm..., nanti aku ceritakan. Sekarang, aku mau nyari dia dulu. Ceritanya panjang, Yah." Yudha semakin penasaran dengan apa yang sedang terjadi dengan putri dan menantunya. Ia hanya mengangguk saja. Lebih baik, ia menuruti kata menantunya saja.

"Yaudah, Yah..., aku pamit dulu sekarang! Assalamualaikum." pamitnya sambil menyalami mertuanya dan berlalu dari sana meninggalkan Yudha yang masih melongo di depan pintu dengan raut yang penuh tanda tanya.

Radit melajukan motornya kembali menuju tempat kerja Raffi. Ia berharap istrinya ada di sana. Dengan tergesa-gesa dan tak sabar, ia memasuki kantor tempat Raffi bekerja. Setelah bertanya kepada resepsionis dan langsung berlalu dari sana tanpa mempedulikan tatapan kagum dan terpesona para wanita di sana, ia langsung menaiki lift dan menuju ruangan tempat Raffi berada. Setelah menemukan ruangan yang dicari, ia langsung masuk ke sana dengan tak sabar dan berharap bisa menemukan istrinya di sana.

"Mbak, maaf..., saya mau ketemu sama Raffi." ucapnya pada seorang perempuan yang kebetulan ditemuinya di sana. Perempuan itu mengangguk.

"Oh, bentar..., saya panggilkan dulu." Radit hanya mengangguk. Tak lama, ia melihat Raffi yang menghampirinya dengan raut bingung.

"Ada apa, Dit? Tumben lo nyamperin gue di jam kerja?" Radit harap-harap cemas. Ia begitu gugup dan gelisah.

"A-apa Nabil ke sini?" tanyanya masih dengan diliputi kegugupan. Raffi mengerutkan keningnya bingung.

"Ke sini? Nabil gak pernah ke sini. Bukannya..., seharusnya dia udah pulang? Ini kan udah jamnya anak sekolah bubar." Radit menarik nafas sejenak sambil memejamkan matanya. Raffi curiga ada sesuatu yang tidak beres di antara mereka.

"Kita ke kantin bentar! Ceritain yang sebenarnya dengan apa yang terjadi di antara kalian." Radit mengangguk. Lalu, mereka berdua berjalan meninggalkan ruangan itu.

***

Radit gugup setengah mati saat melihat tatapan menyelidik Raffi. Bagaimana kalau Raffi ikut salah paham dan menuduhnya sudah menyakiti adiknya?

"Jadi..., ada apa sebenarnya dengan kalian?" Radit menatap kakak iparnya sendu. Ia bingung harus memulai dari mana.

"Nabil..., Nabil..., gak sengaja lihat gue...," Raffi semakin penasaran dengan penjelasan Radit.

"Dia gak sengaja lihat gue lagi makan siang sama Senja dan anaknya, Raf...." Raffi terkejut.

"Senja? Apa dia...." Radit mengangguk. Raffi membulatkan matanya hampir tidak percaya.

"Iya, Raf. Dia mantan gue yang dulu. Kami gak sengaja ketemu beberapa hari yang lalu dan anaknya betah sama gue. Anaknya minta ketemu sama gue lagi dan gue..., gak tega Raf nolaknya. Gue gak ada maksud sama sekali buat sengaja nemuin Senja. Dan kebetulan..., waktu di kafe tempat kami bertiga makan..., Nabil gak sengaja lihat kami dan akhirnya dia salah paham." jelasnya dengan raut sendu. Raffi masih menatap Radit serius.

The Wildest DreamWhere stories live. Discover now