14. Luka Lama

4.5K 275 0
                                    

Radit menggenggam tangan gadis yang menjadi kekasihnya. Mereka berjalan masuk menuju sebuah kafe di mana mereka sering menghabiskan waktu senggang di sana sekedar untuk makan siang atau menikmati waktu berdua dengan ditemani makanan dan minuman ringan. Mereka duduk di pojok dekat jendela.

"Dit...." Radit merasa ada yang aneh dengan raut serius kekasihnya. Ia melihat Senja seperti ingin mengatakan sesuatu yang penting.

"Tadi bilang ada sesuatu yang ingin kamu bicarakan. Memangnya..., apa yang ingin kamu bicarakan?" ia melihat Senja menghela nafas sejenak.

"Dit..., aku..., mau menyampaikan sesuatu sama kamu...." Radit semakin penasaran dengan apa yang ingin disampaikan kekasihnya tersebut. Ia lebih memilih untuk menunggu kelanjutan kata-kata gadis itu.

"Aku..., mau bicarain hubungan kita. M-maafin aku, Dit..., aku..., gak bisa..., lanjutin hubungan kita...." Radit terdiam sejenak. Ia mencoba untuk mencerna ucapan gadisnya barusan. Seperti ada batu besar yang menghantam tepat ke jantungnya.

"K-kamu...?" Senja mengangguk.

"Iya, Dit. Maafin aku..., aku gak bisa ngelanjutin hubungan kita karena..., orang tuaku menjodohkan aku dengan anak dari teman lama mereka. Aku sudah berpikir selama ini kalau hubungan kita seperti..., gak ada kemajuan, Dit." Radit berusaha untuk kuat di hadapan gadis itu meski hatinya benar-benar hancur dan terluka.

"Jadi..., bagaimana keputusanmu selanjutnya?" tanyanya berusaha untuk tenang menutupi keadaan hatinya yang berantakan. Senja menatap Radit intens.

"Aku..., sudah bilang sama Mama dan Papa kalau aku akan mencoba melakukan pendekatan dengan dia. Maafkan aku, Dit..., tapi orang tuaku menginginkan aku untuk segera menikah. dan kamu..., belum ada sinyal sedikit pun akan meresmikan aku. Hubungan kita gak mungkin terus jalan di tempat kayak gini tanpa kepastian yang jelas ke depannya." Radit menatap gadis itu lurus. Sebuah kejujuran yang sangat menohok hatinya.

"Ya, kamu benar. Aku belum punya apa-apa untuk meminta kamu secara resmi pada orang tuamu. Aku punya adik yang masih sekolah dan fokusku terbagi kepadanya saat ini. Aku belum mapan dan punya cukup biaya untuk kehidupan kita nanti. Jika itu memang maumu, aku coba untuk terima itu. Maafin aku yang belum bisa menjadi lelaki yang pantas untukmu." jelasnya mencoba untuk tegar meski rasa kecewa sangat terasa di hatinya. Senja meneteskan air matanya. Ia meraih salah satu tangan Radit yang tergeletak di meja dan meremasnya lembut.

"Maafin aku, Dit. Aku gak bisa nolak permintaan kedua orang tuaku. Aku sangat menyayangi mereka dan aku ingin membalas semua jasa mereka selama ini terhadapku dengan mengabulkan permintaan mereka. Maafin aku harus mengakhiri hubungan kita. Semoga nanti, kamu akan mendapatkan perempuan yang tepat untukmu." Radit tidak menjawab. Ia memalingkan wajahnya tak ingin menatap wajah gadis yang sudah mengisi hatinya dan hari-harinya beberapa tahun ini.

"Selamat tinggal, Dit...Tterima kasih atas semua yang telah kamu berikan selama ini padaku."

Radit teringat kembali memori saat bagaimana hubungannya dengan Senja berakhir di kafe itu. Ia teringat bagaimana hancur dan kecewanya hatinya saat gadis itu menyampaikan keinginannya untuk mengakhiri hubungan mereka karena dijodohkan oleh orang tuanya. Ia menyadari, ia tak bisa berbuat apa-apa untuk mempertahankan hubungan mereka karena memang dirinya belum mampu untuk meminta gadis itu kepada orang tuanya secara resmi. Ia belum mapan dan masih membantu biaya sekolah Qisti saat itu. Ia belum mempunyai kehidupan yang layak untuk berumah tangga dan ia bahkan melupakan status hubungan mereka ke depannya. Ia melupakan jika orang tua gadisnya menginginkan putrinya untuk segera menikah dan ia tak peka akan hal itu. Ia tak paham dengan kode-kode yang intinya memintanya untuk segera meresmikan anak gadis mereka yang sering dilontarkan oleh orang tua Senja setiap ia berkunjung ke rumah gadis itu. Dan akhirnya, hubungan yang telah mereka jalani selama 4 tahun ini sejak dari kuliah harus berakhir begitu saja karena perbedaan jalan di antara mereka. Ia menatap sekali lagi pesan yang dikirimkan Senja yang memintanya untuk bertemu dengannya dengan alasan putranya ingin bertemu kembali dengannya. Ia bingung, apa ia harus menemuinya? Sebenarnya, ia ragu. Ia takut terjadi kesalahpahaman yang malah akan menjadi duri dalam rumah tangganya dengan Nabila nanti. Tapi, ia tak tega dengan keinginan putra Senja yang merengek ingin bertemu dengannya. Apa ia harus menemui mereka berdua tanpa sepengetahuan istrinya?

The Wildest DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang