21. Sang Jagoan Kecil

5.3K 251 1
                                    

Radit menatap cemas istrinya yang sedang menahan rasa sakit yang luar biasa di perutnya. Ia tak sabar ingin cepat sampai di ruang persalinan. Ia tak tega melihat raut kesakitan di wajah istrinya yang sebentar lagi akan berjuang untuk menghadirkan buah cinta mereka ke dunia. Tadi pagi, Nabila mengeluh jika perutnya berkontraksi. Ia diprediksi akan melahirkan minggu ini. Kandungannya sudah genap sembilan bulan. Ia langsung dilarikan ke rumah sakit begitu Radit mendapati ketuban istrinya telah pecah. Nabila terus bergerak gelisah di ranjang dorong sambil memegang erat pinggiran ranjang besi itu.

"Ya Allah... Sakit banget, Mas...." rintihnya dengan suara lemah. Mata Radit sudah berkaca-kaca. Ia tak kuat melihat penderitaan istrinya saat ini. Ingin rasanya ia menggantikan posisi istrinya sekarang jika itu bisa.

"Sabar ya, sayang. Semuanya akan baik-baik saja." ucapnya menenangkan istrinya. Nabila masih merintih kesakitan. Keringat sudah mulai membasahi wajahnya.

Akhirnya, mereka sudah sampai di depan ruang persalinan. Radit menghentikan suster yang akan menutup pintu ruang persalinan.

"Boleh saya menemani istri saya di dalam, Mbak?" tanyanya. Suster itu mengangguk.

"Silakan, Pak." Radit mendesah lega dan ia mengikuti mereka ke dalam untuk menyemangati istrinya yang sedang berjuang antara hidup dan mati demi melahirkan malaikat mereka ke dunia.

Nabila terus bergerak-gerak dengan gelisah. Radit mengelus lembut rambut istrinya yang sudah berantakan dan lengket oleh keringat. Instruksi dokter yang menyuruhnya untuk mengejan dengan sekuat tenaga diikuti oleh Nabila. Ia mencoba untuk berjuang mengeluarkan bayinya dengan tenaga ia miliki.

"Astaghfirullah..., Astaghfirullah. Aku gak kuat, Mas..." lirihnya dengan suara yang mulai parau dan melemah. Radit semakin takut akan kondisi istrinya saat ini. Ia menggelengkan kepalanya.

"Enggak, sayang. Kamu pasti bisa!" semangatnya. Nabila mencoba untuk mengejan kembali sekuat tenaga dan berteriak panjang sampai suara tangis bayi terdengar.

"Alhamdulillah... Bayinya lahir dengan selamat dan sehat. Selamat Pak, Bu...." ucap dokter lega sambil mengangkat bayi mereka. Radit mengucap syukur pada Tuhan karena akhirnya penderitaan istrinya berakhir juga dengan lahirnya anak mereka. Ia tersenyum dan menghampiri dokter yang sedang menggendong bayinya. Air matanya menetes saat melihat bayi mungil dan merah itu.

"Bayinya lelaki, Pak. Tunggu sebentar, akan kami bersihkan dulu!" Radit hanya mengangguk. Ia melirik istrinya yang sedang menutup matanya. Muncul sebuah ketakutan akan kondisi istrinya saat ini.

"Dok, istri saya...."

"Bu Nabila hanya pingsan karena kelelahan. Biarkan saja istri Bapak istirahat dulu." Radit mengangguk. Ia berharap tidak terjadi apa-apa dengan istrinya. Ia tak akan sanggup jika sampai istrinya meninggalkannya dengan anak mereka untuk selamanya.

"Tapi dia gak apa-apa kan, Dok?" dokter itu tersenyum dan menggeleng.

"Bapak tenang saja. Itu biasa terjadi pada wanita yang baru melahirkan karena tenaga yang terkuras habis saat berusaha untuk mengeluarkan bayi dan juga darah yang banyak keluar." Radit hanya mengangguk. Ia lalu berjalan menghampiri istrinya yang masih terpejam dengan tenang di ranjang. Ia mencium kening istrinya dalam.

"Terima kasih atas semua pengorbananmu untuk membawanya hadir ke dunia ini. Cepatlah bangun! Kamu harus melihat putra kita." ucapnya di depan istrinya.

***

Nabila membuka matanya dengan perlahan. Ia mendengar suara ramai di ruangannya. Ia melihat suaminya yang sedang mengobrol dengan mertuanya. Ada ayah, abang dan keluarga suaminya juga di sana. Ia memegang kepalanya yang terasa pusing.

The Wildest DreamWhere stories live. Discover now