6. Janji Suci

4.9K 287 0
                                    

Polesan-polesan bubuk warna-warni itu kini mengubah wajah cantik Nabila menjadi terlihat lebih bercahaya. Nabila menatap sekali lagi pantulan dirinya di cermin. Ia merasa itu bukanlah dirinya dengan kebaya putih yang berkilau yang sepadan dengan riasannya yang anggun dan mencerminkan wanita dewasa.

"Cantik sekali, Neng. Auranya terlihat memancar keluar." puji seorang wanita yang merias Nabila. Nabila hanya tersenyum.

"Kalau perawan yang nikahnya, beda cahayanya. Saya yakin, si Mas pasti bakalan langsung jatuh cinta untuk yang kesekian kalinya." Nabila tertawa.

"Mbak bisa aja." terdengar suara pintu kamarnya yang terbuka. Dilihatnya abangnya masuk ke dalam. Penata rias itu pamit keluar dan tinggallah mereka berdua. Nabila tersenyum menatap abangnya yang terlihat gagah dan tampan dengan kemeja batiknya.

"Bang...." Raffi tersenyum dan menghampiri adiknya yang terlihat sangat cantik bagai ratu hari ini.

"Cantik banget hari ini adikku. Gak terasa kamu kini sudah dewasa lagi, Bil." Nabila tersenyum haru. Ia langsung menghambur ke pelukan Raffi. Raffi mengelus lembut punggung adik semata wayangnya itu.

"Andai Ibu masih hidup, Bang. Pasti beliau akan menjadi orang pertama yang paling bahagia dengan hari sakralku ini." Raffi tersenyum.

"Kita yakin, Ibu pasti sedang tersenyum kepadamu melihat kamu sebentar lagi akan menjadi seorang istri. Beliau akan selalu mendo'kanmu meski kita tak bisa melihatnya." Nabila mengangguk.

"Nabil takut, Bang. Nabil takut ka—"

"Jangan berpikir yang belum pasti terjadi! Berdo'alah dan berpikir positif jika semuanya akan berjalan lancar tanpa hambatan. Abang yakin, kalian akan bahagia setelah ini." Nabila mengangguk. Ia berharap memang akan seperti itu adanya.

***

"Ananda Raditya Zahran Kautsar bin Aditya Bambang Kautsar, saya nikahkan dan saya kawinkan engkau dengan putri saya, Nabila Anastasya Yudha binti Hendar Mukti Bharatayudha dengan mas kawin tersebut dibayar tunai."

"Saya terima nikahnya Nabila Anastasya Yudha binti Hendar Mukti Bharatayudha dengan mas kawin tersebut dibayar tunai." ucap Radit dalam satu tarikan nafas.

"Para saksi, sah?"

"Sah." semua orang di sana mendesah lega. Radit tak sabar ingin segera melihat pengantinnya. Akad nikah dilaksanakan di sebuah mesjid besar dekat gedung di mana resepsi akan dilaksanakan di sana.

Sementara itu, Nabila sedang berjalan menuju mesjid tempat dilangsungkannya akad nikah. Ia berjalan sambil memegangi kain songketnya yang membuatnya agak kesulitan berjalan ditambah dengan kebaya yang dipakainya yang panjang ujungnya sambil digandeng oleh tantenya, adik dari ibunya. Ia melihat Radit yang duduk menghadap penghulu dan ayahnya. Jantungnya berdegup kencang dan tangannya gemetar saat semua orang menoleh ke arahnya.

"Tenang aja! Gak usah gugup." Nabila mengangguk mendengar ucapan tantenya. Radit menolehkan wajahnya dan dilihatnya bidadari tercantik di matanya yang kini mulai duduk di sebelahnya. Ia tak bisa mengalihkan pandangannya pada Nabila yang terlihat begitu cantik dan berbeda hari ini. Nabila meraih tangan Radit dengan perlahan dan menciumnya sebagai tanda bakti. Ia masih tak percaya jika mereka kini telah resmi menjadi sepasang suami istri yang akan menjalani kehidupan berdua mulai hari ini dan seterusnya. Radit mendekatkan wajahnya dan mencium kening gadis yang kini sudah resmi menjadi istrinya itu. Nabila tertegun saat wajah mereka sangat dekat. Lalu, matanya bertatapan dengan mata hitam lelaki itu yang menatapnya lembut dan dalam. Ia tersenyum tipis dengan rona merah yang menjalari wajahnya. Lalu, mereka bertukar cincin dan menandatangani buku nikah sebagai bukti mereka sudah sah di mata hukum dan agama.

The Wildest DreamHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin