Zee&Jordan || Prologue

18.5K 1.4K 231
                                    

Aku kembali... kali ini aku akan menjalankan cerita dimana Zee Hancher dan Jordan Mandel yang peran utama(:

Sebelumnya aku mau kasih tau cerita ini MURNI IMAJINASI AKU... segala yang tertulis baik itu tempat, nama, dan sebagainya semua aku yang pikirkan dan cari(": Apabila kalian menemukan cerita yang sama denganku, tolong kasih tau...

Terimakasih(:

Aku harap kalian suka sama ceritanya, jika bisa kalian boleh promosikan cerita ini keteman-teman kalian hehehe... Cerita ini berbeda dari cerita-ceritaku sebelumnya...

Ini prolog, jadi pendek ya...

HAPPY READING!!!

_____________

Soundtrack: Meghan Trainor -Kindly Calm Me Down.

Prolog.

Washington, Amerika.

12.00 pm.


Seperti yang sudah terjadi pada malam-malam sebelumnya. Tersentak dari tidurnya dengan keringat yang membasahi seluruh tubuhnya hingga rasa lengket itu melekat pada tubuhnya dan menimbulkan rasa tidak nyaman.

Ini bukan yang pertama kalinya. Hal serupa sering kali terjadi yang membuatnya mengusap wajahnya kasar seakan hal itu bisa membuatnya lupa dengan apa yang baru saja ia dapatkan dalam mimpinya.

Mimpi yang selalu mengusiknya seolah menyadarkan dirinya pada kebenaran hidup.

Hal itu sangat tidak disukai oleh seorang Zee Hancher. Tapi apa boleh buat, ia tidak bisa menyingkirkan mimpi yang merekat pada benaknya satu tahun ini. 

Mimpi yang membuat dirinya terjaga. Hancur. Dan membenci dirinya sendiri. Sehingga sering kali membuatnya lepas kendali.

Tidak ada yang tahu perasaanya satu tahun ini. Hanya dirinya dan Tuhan saja yang mengetahui sehancur apa dirinya sehingga kehancuran yang dirasakan olehnya dapat merubah dirinya menjadi sosok tak dikenal.

Jika dulu Zee adalah sosok yang ceria dan pandai mengendalikan, berbeda dengan sekarang. Ia akan lepas kontrol jika memang sesuatu hal yang tidak menyenangkan menghampiri dirinya.

Dia bagaikan sosok yang memiliki kepribadian ganda. Dimana ada kalanya ia kembali menjadi seseorang yang ceria seakan tidak pernah merasakan kesedihan. Tentu semua itu sandiwara. Sebab, yang sebenarnya ia tak lagi seperti dulu. Semua telah berubah dan dia yang merubah dirinya.

Seperti sekarang, Zee merubah posisi tidurnya menjadi duduk ditepi ranjang. Sejenak ia terdiam sampai kemudian ia melakukan hal yang sering ia lewati jika sudah terjaga.

Meraih bantal dan menghempaskannya hingga menerjang lampu tidur yang berdiri tegak diatas nakas. Lalu dia kembali berulah dengan membanting gelas yang terguling diatas nakas yang sama dengan lampu tidurnya yang sudah tak terbentuk sebelum selanjutnya melempar gelas yang diambilnya tersebut pada dinding kamar tanpa peduli serpihan kaca yang berserakan disekitar dinding.

Zee memejamkan mata kuat-kuat. Kedua tangannya terkepal erat hingga buku-buku jarinya memutih dan perih tatkala kuku runcingnya menekan dalam telapak tangannya.

Zee berdesis sebelum kemudian beranjak berdiri seraya menarik kuat sprai putihnya yang berakhir bergumpal diatas lantai.

Dengan langkai gontai, Zee berjalan ke arah balkon. Membuka lebar pintu balkon kamarnya hingga udara tengah malam mengerumuni dirinya yang terbalut kain berbahan tipis.

Seperti dilahirkan dengan tubuh yang anti dingin. Zee semakin melangkah maju hingga ia berdiri tepat di belakang pembatas.

Angin yang berhembus membuat rambut panjang hitamnya menutupi sebagian wajahnya.

Zee membawa helaian-helaian rambutnya kebelakang telinga. Lalu kedua tangannya berpegangan pada pembatas balkon dengan tatapan yang menerawang.

Tidak ada yang bisa Zee lupakan akan kehidupan dirinya satu tahun belakangan ini.

Sebenarnya, bukan hal baru jika kehadirannya tidak diinginkan. Zee sudah terbiasa, diabaikan, diasingkan, dibicarakan buruk hingga puncaknya ditolak.

Terbiasa dengan semua itu telah membuat Zee memahami dan memutuskan untuk menerimanya. Tapi, kenyataan satu tahun lalu yang ia dapatkan berhasil membuat dirinya terpuruk dalam.

Mungkin Zee tidak masalah dengan penolakan-penolakan yang sering kali ia dapatkan entah itu dari oranglain atau keluarganya sendiri.
Toh, ia sudah terbiasa. Tapi, Zee benar-benar terluka tahu bahwa dirinya tidak pernah ada dalam kehidupan seseorang yang Zee sukai... Tidak. Tidak. Lebih tepatnya ia cintai...

Zee sadar, jika debaran jantungnya yang menggila serta gerak tubuh salah tingkahnya itu bukanlah suatu hal yang biasa. Dan pipinya yang kerap kali memerah bukanlah sesuatu yang sering Zee alami.

Dia memang wanita yang ceria, dan konyol. Namun hal itu tidak membuat dirinya dapat dengan mudahnya tersipu hanya karena sebuah tatapan.

Dirinya dapat dikatakan sebagai orang yang berani dalam melawan tatapan serta ucapan lawannya. Tapi semua hilang ketika ia dihadapkan sosok pria tegap yang telah membawa separuh hatinya.

Zee tidak menyukai kenyataan itu. Tapi disisi lain itu adalah kebenarannya. Perlahan, Zee mendesah berat.. Kemudian dengan malas dirinya mengambil dua langakah mundur.. Sehingga di waktu berikutnya Zee merosotkan dirinya sehingga terduduk diatas dinginnya lantai balkon dengan punggung bersandar pada dinding.

Dia terlihat menantang angin malam. Tubuhnya yang hanya terbalut kaos longgar bewarna biru gelap serta hotpants membuat semilir angin dapat dengan mudahnya menerpa kulit putihnya yang tidak sepenuhnya tertutup.

Zee membiarkan itu, karena ia terfokus pada ingatannya yang selalu berakhir menyakitinya.

Zee kira, kehidupnnya akan bahagia setelah semua perjalanan hidup yang dirinya jalani. Namun nyatanya, lagi-lagi ia dihadapkan kebenaran yang membuat dirinya seperti manusia yang tak layak mendapatkan kebahagiaan.

Dirinya telah mendapatkan pernyataan telak jika dirinya memang tidak pernah ada dalam hati seseorang yang dicintainya.

Ia mencintainya, tapi.. Yang dicintainya tidak. Miris.

Entah dirinya terlalu acuh dengan perasaannya, atau memang perasaan itu baru hadir dihatinya.. Zee tidak tahu. Namun yang pasti, sampai saat ini.. Ia mencintai sosok pria yang telah mengacaukan hatinya, jiwanya.

Sosok itulah yang membuat Zee cinta sekaligus benci karena kebenaran yang didapatnya tidak pernah ada dalam harapannya.

Air mata yang lolos keluar itu telah memberitahukan seberapa rapuhnya Zee. Ketika dirinya yakin akan cinta, ia justru tidak mendapatkan cintanya.

Zee mengerang bersama air matanya yang tak lagi terbendung.

Dia mencintainya..

Mencintai,

Jordan Mandel.

TO BE CONTINUED
_______________

BERIKAN VOTE DAN KOMENTAR YA, BIAR AKU SEMANGAT HEHEHE

BERIKAN VOTE DAN KOMENTAR YA, BIAR AKU SEMANGAT HEHEHE

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

(Zee Hancher)

TERIMAKASIH

Ig. Vaeva0717

Zee&Jordan [ SUDAH TERBIT]Where stories live. Discover now