11. Night In Semeru

Začít od začátku
                                    

"Iya, duluan aja! Bentar lagi kita nyusul." ia lalu menatap istrinya.

"Kita lanjut sekarang, ya?!" Nabila mengangguk. Lalu, mereka memutuskan untuk segera beranjak dari sana menyusul rombongan yang sudah jauh meninggalkan mereka.

***

Tubuh Nabila serasa remuk dan pegal. Ternyata mendaki itu sangat sangat menguras tenaga. Setelah bersusah payah melawan rasa lelah mendaki, akhirnya mereka sampai di sebuah padang rumput luas yang ditumbuhi oleh bunga edelweiss. Nabila tersenyum lebar dan menatap pemandangan indah yang membentang luas dari atas. Akhirnya, ia sudah sampai di tempat yang tinggi di gunung ini.

"Ini namanya Ranu Kumbolo. Para pendaki suka berkemah di daerah ini." Nabila menolehkan wajahnya.

"Mas udah pernah ke sini berapa kali?"

"Dua kali. Waktu kuliah semester dua sama pas tingkat akhir." Nabila mengangguk.

"Aku dan Raffi adalah mahasiswa yang ikut komunitas pecinta alam di kampus sejak kami masuk kuliah. Kamu juga tahu kan kalau abangmu hobi mendaki dan berkemah?" Nabila mengangguk.

"Iya. Sejak SMA juga Abang suka berkemah dan mendaki gunung sama temen-temennya." Radit mengangguk.

"Kita ke sana, yuk?! Kita akan berkemah di sini." Nabila langsung tersenyum senang dan berbinar.

"Horeee...! Akhirnya kita akan berkemah." Radit hanya tertawa melihat keantusiasan istrinya. Sepertinya, kejutannya kali ini akan berhasil total. Mereka berjalan menuju kumpulan orang-orang di sana yang juga akan berkemah di tempat ini.

Nabila membantu suaminya memasang tenda untuk mereka berdua tak jauh dari tenda teman-teman yang lainnya. Mereka sedang mendirikan tenda doom dan merapikannya.

"Pengantin baru khusus tendanya untuk berdua. Pintunya juga rapet banget." Radit hanya tertawa.

"Kenapa? Pengen ngikut?" temannya itu hanya mendengus.

"Ogah. Yang ada, gue disuguhi adegan 18+." Nabila tersipu malu dan salah tingkah. Radit hanya tertawa.

"Lagian, lo kayak yang kode minta bareng kita aja." Nabila hanya menggelengkan kepalanya mendengar percakapan mereka.

Setelah tenda selesai dipasang, Nabila dan Radit beristirahat sejenak dan memutuskan untuk segera sholat dzuhur. Mereka mengambil wudhu di tempat yang ada air di sana. Lalu, mereka berdua memasuki tenda mereka. Radit memimpin sholat bersama istrinya yang sudah berdiri di belakangnya dengan mukenanya. Setelah sholat, mereka memutuskan untuk makan siang dengan menu seadanya terlebih dahulu. Radit mengambil dua bungkus mie instan dan mangkuk untuk mereka.

"Kita makan ini dulu, ya?! Gak apa-apa, 'kan?" Nabila mengangguk.

"Gak apa-apa. Kita makan yang ada aja dulu." Radit mengangguk dan mereka merebus mie dengan air panas di termos yang mereka bawa. Mereka mulai menikmati makan siang ala kadarnya itu dengan nikmat karena rasa lelah dan lapar yang mendera setelah perjalanan yang jauh dari bawah sampai ke tempat tinggi ini yang sangat menguras tenaga.

"Udah ini, aku mau ngajak kamu ke danau di dekat sini." Nabila yang sedang mengunyah makanannya langsung menatap suaminya.

"Jalannya jauh, gak?" Radit menggeleng.

"Gak terlalu. Namanya juga kan menjelajah." Nabila mengangguk.

Setelah selesai makan, lalu mereka memutuskan untuk keluar dari tenda. Radit mengajak Nabila untuk mengunjungi sebuah danau di sana. Mereka mulai berjalan menyusuri jalan setapak menuju danau. Akhirnya, mereka sampai di sebuah danau yang indah. Nabila menatap takjub keindahan ciptaan Tuhan itu. Berbagai jenis burung seperti belibis beterbangan di sana. Binar bahagia terpancar jelas di matanya. Ia membalikkan tubuhnya dan dilihatnya suaminya yang sedang tersenyum ke arahnya.

The Wildest DreamKde žijí příběhy. Začni objevovat