The Old History

818 77 2
                                    

"SUMPAH kuno, diucapkan oleh Viryia Ulysess, hampir seribu tahun yang lalu." Si peri es tengah, Altea, dengan rambutnya yang tersanggul berantakan, membacakannya dengan nada datar. "Sumpah bahwa tidak akan ada lagi kaumnya, manusia, yang menginjakkan kaki di wilayah Gunung Beku. Sumpah yang menjadi bagian dari perjanjian kuno, bahwa kaumnya dan kaum kami tidak akan saling mengganggu lagi." Setelahnya, peri es itu berpaling pada kakaknya. "Apa lagi yang perlu kubacakan, Kakak?"

Saat ini, Ice dan Lionel berada kembali dalam suatu ruangan es di dalam gua, untuk "diadili". Ice tidak tahu bagaimana sistem peradilan para peri, tapi dia cukup yakin tidak ada tawanan dalam pengadilan Forewood.

Mengapa tiga peri itu melakukan hal ini, Ice tidak mengerti sama sekali. Mungkin ada hubungannya dengan bagaimana para peri selalu menjunjung tinggi hukum kuno. Mungkin ini ada baiknya, untuk mengulur waktu kematiannya.

"Itu saja." Si peri tertua membalas tak kalah dinginnya. Es di sekitar mereka rasanya kalah dingin. "Elsie, jatuhkan hukuman."

Elsie adalah si peri termuda. Paling banyak menunjukkan emosi, tapi emosinya tidak pernah bagus. "Ya, Kakak," suaranya riang, tapi Ice merinding mendengarnya. "Tentu saja, tidak lain dan tidak bukan, ke-ma-ti-an." Entah mengapa peri cilik itu terdengar sangat gembira mengatakannya.

"Jenis kematian apa?" Si peri tertua kembali melempar tanya.

Elsie menyipitkan mata, berusaha membaca isi buku besar di depannya. "Serangan sihir es. Paling mematikan. Paling menyebabkan penderitaan. Sangat tepat untuk pelanggar hukum berat."

"Baiklah," kali ini suara si peri tertua sangat puas. "Serangan sihir es."

Ice menelan ludah. Serangan sihir es tidak terdengar baik. Mereka harus segera pergi dari sini.

Altea berdiri dan mencekal lengan mereka berdua. Peri itu menyeret paksa mereka keluar dari ruangan "pengadilan" dan masuk ke ruangan lain yang terlihat sangat biasa. Tidak ada apapun di sana, kecuali dinding gua yang kasar.

Itu pun bisa menjadi senjata, batin Ice. Mengerahkan seluruh kekuatannya, dia balas mencengkram pergelangan tangan penyanderanya dan menghantamkan Altea ke dinding kasar itu.

Di belakang mereka, masih ada si peri tertua dan Elsie, tapi Lionel dengan sigap langsung menabrakkan diri ke si peri tertua. Selagi Altea masih sibuk berusaha untuk bangun, Ice segera bergerak mengatasi Elsie.

Sayangnya, peri yang punya penampilan seperti anak kecil itu sangat gesit. Benar-benar gesit, nyaris tidak dapat Ice tangkap. Gawatnya lagi, si peri kecil langsung menyerangnya dengan sihir es yang sulit untuk dia hindari.

Lionel menariknya tepat saat itu juga, dan membawanya berlari ke luar ruangan.

Tapi dengan kakinya yang pincang itu, Ice tidak sanggup menyusul langkah Lionel. Saat tertabrak oleh sebongkah es yang tiba-tiba muncul, Ice terjatuh dan sulit untuk berdiri lagi. Kakinya terasa membeku. Mereka sudah berada di mulut gua, tapi...

Gadis itu memejamkan matanya. Lionel masih berusaha menarik-nariknya, tapi Ice tidak mau lagi berusaha. "Pergi, Lionel," ucapnya pelan. Dia tidak bisa berjalan lagi, dia tahu itu.

Dirasakannya Lionel juga mulai menyerah, tapi pemuda itu tidak meninggalkan sisinya.

"Pergi!" seru Ice, mendengar peri-peri di belakang mereka semakin mendekat. Mereka ada di mulut gua. "Bawa ini," gadis itu mendesakkan tas punggungnya pada Lionel. Ada Es Abadi di dalamnya. Bagaimana pun perjalanan ini berakhir, mereka tetap harus membawa kembali apa yang menjadi tujuan mereka.

Lionel bergeming.

"Cepat! Jangan egois, Lionel, Sang Ratu membutuhkan ini!"

Baru pada kata-kata itu, Lionel seperti tersadar. Menatapnya sedih, Lionel mengambil tas itu dan hampir berjalan keluar saat ketiga peri itu menyusul mereka.

Forewood Kingdom: Ice's Blood [5]Where stories live. Discover now