Infiltrating

1.5K 106 4
                                    

"MINUM ini."

Ice menatap botol berisi cairan kehitaman itu dengan skeptis, sebelum beralih lagi ke arah ayahnya yang melihatnya penuh ekspetasi. "Apa ini?" tanyanya curiga.

Pria itu memutar mata. "Ramuan, apa lagi."

"Ramuan apa?" tanya Ice, belum puas.

Pria itu melirik kakinya dengan tatapan yang tak dapat Ice deskripsikan. "Kau tidak bisa membantu dengan kaki seperti itu."

Ice menghela napas. Mendengar ayahnya sendiri menganggap kondisi dirinya sebagai gangguan tetap saja sakit, tak peduli seberapa jauh hubungan mereka sekarang.

Dengan terpaksa diterima dan diteguknya botol kecil itu. Pahit. Manis. Dia tidak tahu apa yang dirasakannya.

Cairan hitam itu mengalir ke kerongkongannya, perlahan membasahi lambungnya.

Pria itu tersenyum puas. "Bagus."

Ice langsung merasakan efeknya. Kakinya terasa lebih baik... Nyaris sembuh.

Tapi Ice merasa lemah.

Dan bukan tubuhnya. Sesuatu dalam dirinya terasa melemah, meski Ice tidak tahu apa.

"Bebaskan Nieve Winter Starre dan bawa dia kepadaku dalam waktu sebulan." Pria itu mendesakkan detail tugasnya secara paksa ke dalam pikirannya. Ice meringis. "Sekarang pergi."

Ice bisa merasakan tatapan ibunya. "Lepaskan keluargaku dulu." Ice membalas dengan tegas.

Pria itu menghela napas kesal, tapi mengangguk ke arah anak buahnya, mengkonfirmasi bahwa mereka bisa dilepas. Ice merasa lega seketika.

"Pergi. Ada kuda di pinggir hutan, gunakan. Semua telah dipersiapkan. Dan jika ada laporan kau ragu sedikit saja..." Orang itu melirik ke arah ibu dan adiknya, membuat punggungnya terasa dingin. "Mereka tamat."

Ice mengangguk murung. Dia tidak menginginkan hal ini, tapi pilihan apa yang dia miliki?

Kakinya berjalan berat, terseok, merasakan mata semua orang berada di punggungnya. Ice tahu ibunya menatapnya dengan sangat cemas, dan adiknya sudah hampir menangis, tapi tidak ada yang dapat dilakukannya selain menurut.

Ice dapat merasakan mata pedang yang berada di belakang lehernya. Sejujurnya, kehilangan nyawanya sendiri bukan kekhawatiran terbesarnya. Yang lebih dicemaskannya adalah ibu dan adiknya. Bagaimana mereka bertahan?

Dorongan untuk menoleh kembali ke belakang tertanam kuat, tapi Ice mengurungkannya. Mata pedang itu sudah terasa mengirisnya dari jauh. Dia tidak yakin hal itu bijak untuk dilakukan.

Tanpa menoleh ke belakang, Ice berjalan. Seekor kuda cokelat berdiri tegak di pinggir hutan, seperti yang orang itu telah katakan. Ice menghela napas, menguatkan tekadnya dan menaiki kuda itu.

Semoga dia dapat melihat kembali keluarganya nanti. Takdir... Tidak sekejam itu, bukan?

KUDA itu cepat, sangat cepat, Ice tiba di istana dalam waktu relatif singkat.

Lalu dia berhenti, merasa dirinya tidak tahu apa yang harus dia lakukan.

Benar, dia dipaksa untuk membantu, dan nyawa keluarganya bergantung pada keberhasilannya, tapi dari mana dia harus memulai?

Tentu saja, dia harus menyelinap ke istana. Ice tertegun sejenak. Bagaimana caranya?

Ice melompat turun dari kudanya sebelum menyadari bahwa tas kecil pada sadel kudanya tidak kosong. Ada beberapa lembar dokumen di sana.

Forewood Kingdom: Ice's Blood [5]Where stories live. Discover now