A Shred of Hope

745 87 0
                                    

KEDUANYA bisa saja langsung melarikan diri, seperti yang mereka lakukan pada monster es kedua, kalau saja peri kecil yang pertama kali mereka temui itu tidak menghalangi jalan keluar mereka.

Dalam sekejap, mulut gua itu menghilang.

Bibir gadis kecil bersayap itu mulai menunjukkan perubahan; terangkat sedikit. Jelas sekali dia menikmati kepanikan Ice dan Lionel. "Cepat sekali sudah pergi?" tanyanya dengan suara manis yang sama sekali tidak cocok untuk ekspresi aku-senang-menyiksamu di wajahnya.

"Jangan bermain-main, Elsie." Peri es yang paling tinggi bersuara, dingin dan menusuk. Sungguh, Ice bisa merasakan udara dingin menubruknya.

"Sekali saja, Kakak."

"Aku tidak peduli. Langsung bunuh saja mereka." Peri kedua, dengan wajah paling datar dan rambut tersanggul berantakan berjalan menjauh.

"Altea."

"Maaf, Kak." Ekspresinya tidak berubah saat berbalik dan kembali mendekati mereka.

Ice punya perasaan bahwa pedangnya tidak akan membantu banyak, tapi tidak ada senjata lain yang dapat dia gunakan. Panah tidak akan berguna menghadapi tiga orang dengan jarak sangat dekat di depan mereka ini.

Matanya sekilas bertemu dengan Lionel, yang terlihat sama cemasnya.

Aura membunuh dari tiga peri ini sepertinya tidak akan mungkin menghilang. Yang berarti, kematian mereka sudah terjamin. Ice menelan ludah. Sedikit lagi mencapai puncak gunung, apa iya mereka harus mati di tangan tiga peri?

"Langsung bunuh mereka, Elsie." Peri tertinggi yang sepertinya juga tertua itu memerintah, dan langsung dituruti si gadis peri kecil dengan senang hati.

Ice mendorong Lionel, berguling saat sesuatu diarahkan pada mereka. Sihir, tebaknya. Ada perasaan familiar dalam hatinya saat semburan sihir itu nyaris mengenainya, tapi Ice tidak tahu apa.

Mereka menghindari sihir itu dengan jarak yang sangat tipis. Tidak ada kesempatan untuk menyerang sama sekali, tapi mereka berhasil menghindari sebagian besar serangan. Elsie, si peri kecil, mulai terlihat terganggu. Ice menggigit bibir. Mungkin mereka bisa terus menghindari serangan hingga Ice mendapatkan ide.

Tapi semakin lama, semua hanya berujung pada Elsie yang semakin frustasi. Altea, peri dengan wajah paling datar itu, sudah terlihat makin bosan. Sementara si peri tertua yang Ice tidak tahu namanya hanya menyaksikan dengan sebelah alis terangkat.

Akhirnya si peri tertinggi menghela napas. "Cukup, Elsie. Biar aku saja."

"Tapi, kakak-"

"Elsie."

Peri es paling muda itu langsung terdiam.

Si peri tertua mendekati mereka yang terdesak. Punggung Ice dan Lionel sudah menubruk dinding yang sebelumnya adalah mulut gua itu. Tangan si peri tertua terangkat, dan Ice memejamkan mata. Benarkan semuanya akan berakhir sekarang?

Ice tidak merasakan apa-apa saat semburan sihir dari peri tertua itu mengenainya. Apa yang terjadi? Inikah rasanya kematian?

Gadis itu membuka kedua matanya, dan merasakan tangannya sudah ditarik oleh Lionel melewati mulut gua yang telah muncul kembali.

Ice melebarkan mata, terkejut. Entah apa alasannya, peri itu tidak jadi menyerangnya dan justru... mengaduh? Ice tidak sempat menoleh lagi ke belakang. Mereka berlari, mendaki dan terus memanjat. Tapi anehnya, Ice tidak bisa berjalan lebih cepat. Tidak bisa. Langkahnya terseok-seok, dan perasaan familiar muncul di dadanya.

Kakinya... Kakinya kembali lagi seperti semula.

Apa yang terjadi? Pengaruh ramuan itu—sudah berakhir?

Forewood Kingdom: Ice's Blood [5]Where stories live. Discover now