Recall (Bagian 17)

44 9 1
                                    

Pagi ini aku terbangun dengan kobaran semangat yang amat membara, untuk ke sekian kalinya kupatut tampilan diriku di depan kaca, memastikan bahwa pakaian yang kupersiapkan semalaman terlihat menawan mata orang-orang yang memandang. Kurasa penampilanku tidak mengecewakan, sayangnya lingkaran hitam di sekitar mata membuatku terlihat jauh lebih tua, bila seperti ini akan sulit membuat Vero terpesona. Dengan terpaksa aku pun memakai berbagai macam cara untuk menghilangkannya, mulai dari mengompres dengan air es hingga menempelkan potongan timun di atas kelopak mata.

Namun semuannya tak berguna, lingkaran hitam ciri khas si Panda itu tetap bertahan di area sekitar mata. Bila Panda yang memilikinya memang menawan, tapi bila aku yang terserang hidup di dunia ini terasa menyakitkan. Tak ada pilihan selain concelear dan fondation, untuk menutupi tanda hitam yang terlahir akibat memikirkan Vero semalaman.

Gadis itu, sedang apa dia sekarang? Tak ingin menebak-nebak aku berinisiatif untuk menghubunginya duluan. Kuambil ponsel yang terdampar di atas nakas sebelum mengaktifkannya dan mencari kontak bernama Vero. Beberapa saat kemudian terdengar nada yang menandakan panggilan tersambung, "Yeoboseo," sapa Vero dari sebrang sana. Hanya mendengar suaranya saja membuat jantungku berdebar kencang, debaran ini membuatku merasa takut - takut jantungku rusak - namun tak dipungkiri miliyaran kebahagiaan kurasakaan ketika mengingat kami akan melakukan perjalanan bersama. "Ada apa, Chan?"

Ah, rasannya begitu mengasyikan saat gadis itu memanggil namaku tanpa embel-embel "ssi", mungkin hubungan kami sudah semakin dekat dan ini kemajuan yang sangat pesat. Sebentar lagi ... aku yakin Vero akan kembali padaku,  berada di sampingku.

Untuk menghilangkan kegugupan aku berdehem pelan, "Umm, apa yang sedang kaulakukan?"

Dari sebrang sana kudengar kekehan merdu Vero, "Aku baru ke luar dari Apartemen, bersiap menuju bandara."

"Oh, pukul berapa kauterbang?"

Kudengar suara mesin mobil yang meraung-raung, "Pukul sembilan, kau sendiri?"

Aku tersenyum penuh kemenangan, bukankah ini takdir. Bila peswat Vero lepas landas pukul sembilan kemungkinan besar kami akan berada dalam pesawat yang sama dan siapa tahu bukan, kami juga berada di tempat duduk yang berdampingan. "Aku juga,  bukankah ini kebetulan yang sangat mengasyikan?  Aku harap kita berada di kursi yang berdampingan," seruku tak mampu menahan kebahagiaan.

Untuk kedua kali kudengar Vero terkekeh, "Sayangnya harapanmu itu tidak akan terjadi, Chan. Aku pergi bersama rombongan dari Cube dan berada di kelas utama."

"Aku rasa Dae Ahn memesan tiket kelas utama untukku," balasku tak ingin kalah.

"Kursiku berdampingan dengan Sorn," aku Vero membuatku kesal, tapi setidaknya Vero tidak duduk bersama pria lain. Sesampainnya di dalam pesawat nanti, aku bisa bertukar tempat duduk dengan si rambut jagung. Ya, itu ide yang bagus. "Sudah ya, aku harus bergegas. Sampai jumpa, Chan-chan." Tutupnya secara sepihak.

Tanpa sadar aku tersenyum mendengar Vero memanggilku dengan sebutan Chan-chan, itu terdengar ... menggemaskan, sangat berbeda bila si rambut jagung yang mengatakannya. Baru saja aku merasa bahagia, ponselku berdering menampakkan ikon amplop yang diikuti dengan angka 37 yang berarti ada tiga puluh tujuh pesan yang masuk yang didominasi dengan nomor Dae Ahn.

Chan, tiketnya hilang. Aku sudah mencarinnya kemana-mana, tapi tidak ada. Maaf ya, kemungkinan kita akan naik penerbangan yang berikutnya karena semua kursi sudah penuh.

RecallTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang