Recall (Bagian 13)

60 9 3
                                    

Kalian tidak akan mengerti butanya cinta sebelum merasakannya sendiri, seperti diriku. Aku tahu kalian menganggapku sebagai bajingan yang tak tahu malu karena berusaha mendekati wanita yang sudah memiliki kekasih, tapi ... asal kalian tahu aku tak berniat menjadi orang ketiga di antara hubungan Vero dan Sehun. Aku memang menginginkan Vero karena dia mampu menggetarkan hatiku sama seperti Jiyeon, dan kemiripan wajah mereka terkadang membuatku yakin bahwa Vero dan Jiyeon adalah orang yang sama.

Sakitnya sayatan yang kualami beberapa tahun ini tak ada apa-apanya bila dibandingkan dengan rasa sakitku kehilangan Jiyeon, aku terpuruk. Berulang kali kusayat nadiku dengan gunting, pecahan kaca atau apapun itu yang ada di sekitarku hanya karena ingin berada di tempat yang sama dengan Jiyeon. Aku pun pernah menabrakkan kepalaku ke dinding sekeras mungkin, berharap bayangan Jiyeon hilang dari kepalaku meski sesaat.

Namun kalian tahu apa yang terjadi? Semua yang kulakukan sia-sia, keesokan harinya aku terbangun di ranjang rumah sakit dengan beberapa perawat dan dokter yang mengawasiku semalaman. Jika bisa, aku akan lebih memilih mati supaya kesepian, kesakitan, kesedihan, kehilangan, dan kekecewan ini tak lagi hidup dalam jiwa dan ragaku.

Ini bukan omong kosong, aku pernah merasakan keterpurukan yang amat sangat karena kehilangan seseorang bahkan sampai sekarang pun aku masih tak bisa kembali seperti dulu lagi. Dalam beberapa situasi aku tersenyum dan tertawa, namun hal itu kulakukan untuk mengurangi kekhawatiran orang-orang terutama keluarga dan teman-temanku. Untuk bisa bertahan aku membutuhkan penopang dan selama ini Escitalopram-lah yang dengan sukarela menjadi penopang hidupku tanpa seorang pun tahu. Hanya dalam beberapa menit saja obat itu mampu melenyapkan kekhawatiran dan keputusasaan yang kurasakan.

Dan saat secara tak sengaja aku bertemu dengan Vero di Cube Studio, aku merasa nafasku kembali. Dari situ aku bertekad akan mengejar Vero apapun yang terjadi karena aku yakin hanya gadis itulah yang mampu membuatku kembali hidup dan merubahku agar kembali seperti dahulu. Aku sadar ini egois, tapi apa salah bila aku ingin merasakan kebahagiaan?

Awalnya kupikir ini akan mudah, tapi perkiraanku salah. Gadis itu sudah memiliki kekasih dan sepertinya dia amat mencintai kekasihnya itu.

Mundur? Bukanlah sikap yang tepat, perasaanku sudah sejauh ini. Aku tidak mau dan tidak akan pernah berhenti meski banyak orang mencaci dan memaki sikap bodohku ini.

Kuseret langkahku menuju sebuah Kafetaria yang terletak tak jauh dari kantor, hari ini aku akan menemui teman Dae Ahn yang beberapa hari lalu gadis itu hubungi. Tadi Dae Ahn mengirimiku pesan yang memberitahukan bahwa dia dan temannya sudah ada di kafetaria membawa informasi yang kuminta.

Meja nomor 19

Tulis Dae Ahn dalam pesannya, aku melangkah selebar yang kubisa karena tak sabar ingin mendapatkan informasi tentang Vero.

"Sudah lama?" tanyaku sesampainya di depan meja yang di duduki Dae Ahn dan seorang pria berpakaian hitam.

Pria berpakaian hitam itu bergegas berdiri saat aku datang, "Ini Zhang Yi Xing, kau bisa memanggilnya Lay. Dia temanku saat kuliah di New York dulu, kebetulan dia sedang bertugas di Korea jadi ...."

"Aku Chanyeol," sahutku memotong ucapan Dae Ahn. "Informasi apa yang kaudapatkan tentang Vero."

Lay memberikan amplop coklat padaku, aku segera membukannya dan menilik data diri dan semua informasi tentang Vero. "Veroniqueen Stefanie Judic lahir dan di besarkan di Irlandia, namun tiga tahun terakhir ia dan keluarganya pindah ke New York karena ...."

"Karena apa?" tanyaku penasaran.

"Sebuah kecelakaan membuat Veroniqueen trauma, matanya rusak dan ia mendapatkan donor mata di New York," lanjut Lay.

Beberapa saat aku terdiam, kecelakaan? Tiga tahun lalu? Apa itu kecelakaan yang sama? tanyaku dalam hati. "Lalu, apa lagi yang kautahu?"

"Setelah kecelakaan itu Veroniqueen melanjutkan studinya di New York dan keluarganya tetap di Irlandia, aku dengar dari beberapa temannya sebelum kecelakaan warna mata Veroniqueen pekat tidak seperti sekarang." Sessat Lay terdiam. "Semuanya informasi yang kudapatkan ada di sana, kau bisa membacanya," lanjut pria itu menunjuk kertas yang ada dalam genyamanku.

Aku mengangguk, "Terimakasih, aku akan mentransper uangnya ke rekeningmu."

"Bila kau membutuhkan informasi lagi hubungi saja aku," balasnya tersenyum ke arahku.

"Tentu, kerjamu bagus," pujiku tulus.

"Aku harus kembali bekerja, Chanyeol-ssi sampai jumpa dan Dae Ahn-ya terimakasih sudah memberiku pekerjaan," ucap Lay undur diri. Aku dan Dae Ahn menjabat tangannya sebelum dia pergi.

"Kau dengarkan? Aku semakin yakin Vero dan Jiyeon orang yang sama," sahutku setelah Lay pergi.

Dae Ahn menghela napasnya panjang, "Aku tidak yakin, itu hanya kebetulan saja," balasnya masih mempertahankan pendapatnya. Sudah kukatakan bukan sekretarisku ini keras kepala, batu saja mengalahkan kekeras kepalaannya.

"Kau selalu tak setuju dengan pendapatku, kau pun sepertinya tak suka aku dekat dengan Vero. Apa alasannya?" tanyaku menatap Dae Ahn tajam, mencari jawaban dari tatapan matanya.

"I-Itu ...." Sikap tenang yang selama ini selalu dipertahankannya seketika hilang, ia tergagap.

"Apa ini karena Sehun?"

"I-it-Itu ...."

"Atau, karena kau menyukaiku." potongku membuatnya menunduk.

"Chanyeol," gumamnya pelan, amat pelan.

Aku memajukan tubuhku, memojokkan Dae Ahn di sandaran kursi yang di dudukinya, tanganku berada di antara kiri dan kanan kursi yang dudukinya membuatnya tak bisa bergerak. "Katakan apa alasannya?" tanyaku tak kalah pelan.

"I-itu ...."

"Bagaimana jika kita bekerjasama?" potongku cepat. "Kau dekati Sehun dan aku akan mendekati Vero."

Dae Ahn mendongak, matanya menatapku tajam. "Maksudmu apa?" jawabnya balas bertanya.

Aku tersenyum, "Kaudekati Sehun, jauhkan dia dari Vero dan aku akan mendekati Vero. Bukankah ini ide yang bagus kau akan mendapatkan Sehun dan aku akan menjadikan Vero sebagai kekasihku. Impas bukan?"

Dae Ahn menggelengkan kepalanya beberapa kali, "Yang kau lakukan itu salah Park Chanyeol," jawabnya tajam.

Aku menatap Dae Ahn semakin tajam, "Jangan bercanda, aku tahu kau menyukai Sehun. Aku bisa melihat itu dari caramu menatapnya, kita akan mendapat kemudahan bila bekerjasama."

Tatapan mata Dae Ahn semakin tajam, "Sadarlah Vero itu bukan Jiyeon. Jiyeon sudah mati tiga tahun yang lalu, jangan berharap kau bisa menggangu hubungan Sehun."

Aku tertawa keras, "Kau bodoh," sahutku pelan.

Dae Ahn mendorong tubuhku kasar membuatku tersentak dan menatapnya murka. "Kau yang bodoh, Jiyeon sudah mati," balasnya tajam meninggalkanku yang tersungkur di lantai Kafetaria.

"Brengsek!" umpatku memukul lantai membuat beberapa orang menatapku heran.

RecallWhere stories live. Discover now