KETIGA PULUH DELAPAN

En başından başla
                                    

Ku lirik jam tangan yang sudah menunjukkan pukul setengah empat. Vanessa akan menghabisi ku setelah ini.

Ku cari tiga sahabatku yang tadi berkata jika mereka sudah berkumpul. Di pojok kafe tiga orang saling berbincang penuh gairah. Aku segera mendekati mereka.

"Pindah rumah di Papua ya lo." Omel Vanessa.

Ku cium pipi ketiga sahabatku bergantian, memeluk mereka satu persatu. Melampiaskan semua kerinduanku pada mereka.

"Maaf, tadi aku harus nemenin Alva ke bandara. Dia mau ke Jakarta." Jawabku membela diri.

"Udah pesen makanan?" Tanyaku lagi.

"Udah kok." Jawab Tata. "Gini nih kalo udah tunangan, bawaannya pengen bareng terus." Lanjut Tata yang seolah menyindirku.

Ku pukul lengannya pelan. Aku sempat bercerita pada Tata tentang rencana Alva yang ingin meresmikan ikatan yang sempat menimbulkan drama diantara kami beberapa waktu yang lalu. Dan Tata begitu mendukung rencana tersebut.

"Jadi kapan nih?" Tanya Pika.

Aku tersenyum malu, "nanti aku bakal kasih tau kok. Lagian juga masih lama." Jawabku.

Tak lama setelahnya seorang pramusaji datang membawakan makanan yang sudah di pesan. Menu yang selalu sama jika kami datang kemari.

"Cincin baru nih, Pik." Celetuk Tata.

Pika melirik kearah cincin emas yang dia kenakan di jari tengah tangan kanannya. Cincin yang indah dengan sentuhan berlian putih bersinar di tengahnya.

"Tanya dong dari siapa." Katanya.

Aku dan Tata saling menatap penuh Tanya. Sedangkan Vanessa hanya tersenyum, "Pika akhirnya menemukan sang pujaan hati." Katanya.

"Beneran?" tanyaku pada Pika yang masih sibuk tersenyum.

Perlahan dia mengangguk. Lalu menunjukkan cincin indah tersebut pada kami.

Pika bercerita jika mantan kekasih yang sudah menyia-nyiakan dirinya beberapa tahun lalu akhirnya memintanya kembali bersama lagi. Pika bercerita betapa galaunya dia saat laki-laki itu kembali lagi dan tak ragu untuk memintanya ke jenjang yang lebih serius. Bukan hal mudah untuknya kembali bersama dengan orang yang sudah menyakiti dirinya dan menghilang setelah sekian lama.

Pika juga bercerita tentang bagaimana laki-laki bernama Liga itu berusaha mengambil kembali hati Pika yang sebenarnya sudah tidak ada lagi untuknya. Bagi Pika bukan perkara mudah mengobati luka yang sudah lama dia tutup. Dulu Pika selalu bercerita tentang bagaimana dia mengobati luka sakit hatinya sendirian. Bagaimana sakit hatinya melihat Liga yang bahagia dengan wanita barunya. Dan setelah Pika sembuh sepenuhnya, Liga datang meminta maaf dan kini ingin meminangnya.

"Berapa bulan sampe akhirnya kamu mau nerima cincin itu dari Liga?" Tanyaku.

Pika menarik nafas panjang, "depalan bulan mungkin." Jawabnya cepat.

"Pik, lima tahun usaha move on kamu, Cuma dibales delapan bulan. Kamu nggak mau mikir-mikir lagi?" Tanya Tata yang seolah tidak yakin dengan apa yang Pika ucapkan.

"Banyak hal yang udah aku pikirin mateng-mateng. Dan semua hal yang udah di buktiin Liga ke aku itu menambah keyakinan aku kalo emang dia kali ini bener-bener serius sama aku." Jawab Pika lagi.

"Vanessa juga bilang kalo, mungkin kemarin itu adalah kejadian dimana aku sama Liga belajar untuk menjadi dewasa. Dan sekarang, waktunya kita kembali sama-sama, ke hubungan yang lebih serius daripada kemarin." Lanjut Pika.

Wajah Pika menyiratkan seseriusan yang mendalam. Menampakkan betapa dia yakin dengan apa yang dia ucapkan. Pika tak pernah seserius ini sebelumnya. Aku ingat bagaimana dia menangis melihat  bahagianya Liga dengan wanita yang merebut Liga dari sisinya. Aku juga ingat bagaimana dia berkomitmen untuk menyudahi kesedihan itu. Aku sangat ingat bagaimana dia berusaha selalu kuat walaupun sebenarnya kami tau kalau Pika tidak sekuat itu.

"Janji bakal undang kita kalo kamu married nanti." Kata Tata pada Pika yang sedang menyuapkan makanan.

"Oh pasti, tak bayarin tiket ke Semarang pulang pergi khusus buat kalian." Jawab Pika dengan medok Semarangnya.

Kami menghabiskan waktu dengan saling bercerita apa yang sudah terjadi dengan kami selama satu tahun ini.

Vanessa dengan pekerjaannya sebuah sekolah ternama di Semarang, menjabat sebagai bagian administrasi sekolah tersebut. Hubungannya dengan Oga masih sama seperti terakhir kali aku dengar. Mereka masih suka bertengkar dan berdebat. Suatu hari Oga pernah menawarkan ke jenjang yang lebih serius, hanya saja Vanessa sedang nyaman dengan pekerjaannya sekarang dan ingin fokus dengan pekerjaannya. Katanya, mungkin tahun depan dia akan siap menerima tawaran Oga tersebut.

Begitu pun dengan Tata. Dia sudah bekerja di perusahaan milik ayahnya dan meneruskan jabatan sang ayah. Kabarnya tidak lama lagi dia akan dipindah ke Jakarta. Tapi kabar itu masih belum jelas. Hubungannya dengan Syarif juga sudah menuju ke jenjang yang lebih serius. Katanya mereka sudah mulai mencari-cari rumah untuk mereka tinggali jika berjodoh nanti. Meskipun tidak ada cincin yang mengikat mereka, Tata yakin jika semua yang sudah dilakukan Syarif selama ini adalah bukti keseriusannya pada Tata.

Ku ingat Alva yang mungkin sudah sampai di Jakarta. Aku mulai mengingat bagaimana dia bekerja keras untuk mencari uang yang katanya akan menjadi modal untuk pernikahan kami yang entah kapan berlangsungnya. Laki-lakiku begitu hebat.



Saat ini kami sedang berusaha membuat sebuah perahu. Perahu yang akan menjadi alat untuk kami menjajaki tahap hidup selanjutnya. Kami tidak sendirian, tapi berdua. Orang ini lah yang akan menentukan bagaimana perahu kami nantinya. Akan kah kuat, atau bahkan mudah hancur diterpa badai..

Setelah Aku Tau |✔Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin