KEDUA PULUH ENAM

914 54 1
                                    

Tanpa berpikir panjang, aku langsung meloncat dari sepeda motor Tama sesaat setelah dia menghentikan sepeda motor tepat di depan pagar rumahku. Rumah tampak sepi.

"Bibi.."

Tak ada jawaban dari dalam. Tama mengikuti langkah cepatku.

"HAPPY BIRTHDAY AYMA...."

Jantungku berdebar kencang melihat begitu banyak orang di dalam rumah. Ada Maya, Raya, Shania, Aira, Mela, Bela, Isa bahkan Yoga dan Amar datang. Lagu 'Selamat Ulangtahun' terdengat riuh di nyanyikan semua orang yang hadir. Aku sangat terharu.

Seseorang mendekatiku membawa kue ulangtahun berwarna merah muda lengkap dengan lilin yang menyala.

Setelah semuanya selesai menyanyi, aku meniup pelan lilin tersebut.

Pandangan Alva beralih pada sosok di belakangku yang entah sedang apa. Alva menatapku kembali. Pandangannya penuh tanda tanya.

"Selamat ulangtahun."

Alva memberikan kue tersebut padaku lalu beranjak pergi keluar dengan cepat.

Dengan sigap aku menyusulnya. Aku tau jika Alva sangat marah padaku.

"Alva tunggu." Kataku.

Alva menuruti, dia menghentikan langkahnya dan menoleh padaku.

"Maaf aku nggak maksud apa-apa." kataku.

Alva hanya menatapku tajam, tak memberikan reaksi apapun.

"Dia cuma mau ngasih kado. Udah itu aja." Lanjutku.

"Sekarang aku tau, apa yang buat kamu nggak nyaman. Sekarang aku tau beban apa yang ngikutin kamu." katanya.

Linangan air mata mulai mengalir deras di pipi kanan dan kiriku. Aku tak sanggup lagi menahannya.

"Aku sekarang yakin kalo cuma aku yang sayang, cuma aku yang nulis cerita indah tentang kita." lanjutnya.

"Jangan bilang seolah aku nggak sayang, Va." Kataku pelan.

Urat di wajahnya terlihat begitu jelas. Wajahnya memerah, matanya pun juga.Aku tau jika Alva sedang berusaha menahan air matanya. Kacamatanya di lepas lalu ditaruhnya disaku. Dia mengusap wajahnya yang mulai di penuhi keringat dingin.

"Isa selalu cerita betapa kamu sayang sama laki-laki itu. Dan setiap kali aku denger cerita itu, semakin aku tau kalo selama ini kamu cuma make aku buat nutupin bayangan Tama di hidup kamu."

Aku tak lagi mempunyai kalimat untuk menjawab pernyataan Alva. Dia terlihat begitu marah. Alva berusaha mengeluarkan motornya yang berada di bagian depan barisan parkir dan sesegera mungkin meninggalkan aku yang masih menangis di sana. 

Semua orang menatap ku kasihan ketika aku melangkah masuk kedalam rumah. Tama sedang duduk bersama dengan Yoga dan Amar di sudut ruangan, dia juga berusaha mendekatiku sama seperti yang lain. Hanya saja aku perlu bertemu dengan Isa.

"Kok nangis gini sih." Kata Isa saat aku sampai di depannya.

"Keluar kamu dari sini!" Bentakku.

Semua yang ada di sana tampak tersentak dengan tingginya nada bicaraku.

"Kenapa, Ayma?" Tanya Isa yang kaget dengan ucapanku.

"Kamu nggak seharusnya cerita apapun ke Alva." Jawabku.

Aku mendengar suara yang seolah menenangkan aku, tapi itu tak sedikit pun membuatku tenang. Entah kenapa aku begitu marah karena Isa menceritakan hal yang tidak seharusnya dia ceritakan ke Alva.

Setelah Aku Tau |✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang