LIMA

163 29 8
                                    

Kia turun dari mobil menggunakan payung yang ada dalam mobil Kafa, hujan deras masih terus mengguyur kota Jakarta malam itu. Kia berjalan pelan menuju gerbang rumahnya, tangannya mengulur pada kunci pagar yang tidak di gembok itu, mencoba menggeser kunci dari celah pagar tapi ternyata pagar yang sudah cukup berkarat membuat kunci kadang jadi macet dan sulit dibuka.

Kafa memerhatikan di dalam mobil, menunggu Kia membuka pagar tapi sepertinya wanita itu kesulitan. Kemudian dia memutuskan untuk keluar dari mobil dan menghampiri Kia, tubuhnya seketika langsung basah sebab dia tak memakai payung.

"Kenapa, Ki?" tanya Kafa sedikit keras karena hujannya cukup deras.

Kia berbalik badan dan mendapati Kafa sudah basah kuyup di belakangnya karena kehujanan.

"Ya ampun, Kaf. Ngapain lo keluar? Jadi basah kan!" sahut Kia sambil mendekat ke arah Kafa dan memayungi Kafa, tapi dengan lembut Kafa mendorong Kia menjauh.

"Udah terlanjur basah, Ki. Lo aja yang pake payung. Ini kenapa? Susah di buka?" tanya Kafa sambil sedikit merunduk dan mengulurkan tangan ke sela pagar mencoba menggeser kunci pagar.

"Ini bisa?"

"Tadi ga bisa, keras banget. Emang suka gitu sih kadang." sahut Kia.

"Ya udah lo masuk gih, gue markirin mobil dulu." suruh Kafa.

"Gue aja yang markirin boleh ga? Daripada mobil lo jadi basah."

"Lo bisa bawa mobil?" tanya Kafa ragu.

Kia diam, tak langsung menjawab. "Hmm. Kayaknya sih," sahutnya ragu.

"Ki..." Kafa memicingkan matanya menatap Kia yang justru malah tertawa cukup keras.

"Hahaha, gue bisa kok bawa mobil. Mana kuncinya?"

Kali ini, Kafa juga tak langsung menjawab. Dia tersenyum melihat Kia yang tertawa, bibir dan matanya terlihat kontras, yang satu terlihat sembab sebab menangis begitu lama sedangkan yang satunya terlihat begitu lebar tersenyum hingga gigi-gigi rapi wanita di depannya ini terlihat, di bawah hujan, Kafa bersyukur karena Kia bisa sebahagia ini untuk waktu yang sementara tapi tak apa, setidaknya Kafa bisa melihat sisi lain dari Kia yang cukup ceria dan lucu.

"Kuncinya masih di dalam kok." sahut Kafa akhirnya.

"Okay, lo masuk duluan ya. Tungguin aja di teras." suruh Kia sambil berjalan menuju pintu kemudi di sebelah kanan kemudian masuk dan mulai menjalankan mobil dengan Kafa yang membuka pagarnya lebih lebar.

Memasuki rumah melalui pintu belakang, Kia langsung menyuruh Kafa mandi di kamar mandi bawah sedangkan dia menuju kamar Ayah untuk mengambilkan Kafa baju untuknya salin.

Dia menaruh baju Ayah di atas meja makan, kemudian dia menuju dapur untuk membuat teh hangat, setelah selesai dia duduk di meja makan menunggu Kafa selesai membersihkan dirinya.

Beberapa menit kemudian, pintu kamar mandi terbuka sedikit dan tangan Kafa menjulur keluar dari dalam. "Baju, Ki." ucap Kafa.

Kia berdiri dari tempatnya kemudian berjalan ke arah kamar mandi dan memberikan baju pada tangan Kafa, setelah itu dia kembali duduk dan menunggu Kafa.

Di luar, hujan turun semakin deras. Kini bahkan di sertai dengan angin yang cukup kencang dan juga gelegar petir yang saling menyahut serta kilat yang terus menyambar entah apa. Kia memerhatikan itu semua dari jendela yang ada di dapur, langit sepertinya sedang menangis begitu hebat, entah menangisi seseorang atau mungkin seseorang yang tengah menangis begitu hebat dan hujan mewakili perasaannya saat ini, tidak ada yang tahu.

Heavy RainfallWhere stories live. Discover now