Bab 24

2.6K 210 65
                                    

"Kau yang menyatakannya sendiri, atau waktu yang akan menyatakannya"

Ken pulang tanpa Dean yang biasanya pulang bersamanya. Dean bilang ngin makan sebentar dengan Alex.

Mama pergi sebentar. Mama udah nyiapin makanan dimeja makan. Ken menaruh kembali kertas yang tadi terletak dimeja ruang tamu. Ia kemudian naik keatas tangga, begitu melewati kamar Dean, ia berhenti sejenak.

Ken membuka pintu kamar Dean, kali ini kamar itu terlihat rapi. Mungkin mamanya lah yang sudah merapikannya.

Ia duduk dimeja belajar milik Dean, tempat yang menjadi favorit gadis itu. Ken tersenyum, teringat kalau adiknya itu maniak belajar.

Ia hendak keluar kamar Dean, dan bergegas menuju kamarnya, namun sebuah buku bewarna coklat menahannya agar tetap disini.

Ken tertarik dengan sampul buku itu. Buku bewarna coklat dengan gadis yang memegang payung serta hujan yang membasahinya. Benar-benar menggambarkan pemiliknya yang sangat menyukai Hujan.

Ken membuka halaman pertama itu, ia memang penasaran apa yang Dean tulis didalam sana.

Takdir yang tragis.

Ken mengerutkan dahinya bingung dengan tulisan yang baru saja dibacanya, ia pun menbuka lembaran selanjutnya.

Aku benci, terjebak dalam situasi yang kejam ini.

Aku benci, bagaimana bisa hatiku berlari kepada ketidak wajaran ini.

Aku benci, bagaimana bisa takdir mempermainkan pertemuan kami ini.

Aku benci, pada akhirnya harus tersakiti lagi.

Ken lalu membuka lembaran berikutnya.

Teruntuk pemilik sepasang mata coklat.

Aku tahu pertemuan kita memang tidaklah spesial.
Pagi itu, aku hanya diberi tahu bahwa kau adalah kakaku.
Aku yang masih mengantuk pun, mengiyakan. Tanpa ingin membahas lebih lanjut.

Namun, semuanya memang sudah salah dari awal.

Aku yang menganggap dirimu tak penting.
Aku yang menanggapmu orang asing.
Aku yang mulai tak mau berpaling.

Maaf.

Aku tahu tidak sepantasnya aku merasakan hal ini.

Ini karena kebodohan ku yang tidak menganggapmu sebagai kakaku dari awal.

Maaf.

Perasaan ini menjalar dengan sendirinya, menyiksa ku sampai ke akar.

Maaf.

Aku hanya butuh waktu
Bukan sendu
Ataupun lagu.

Biarkanlah aku yang bertanggung jawab untuk kesalahan ini.

Seiring berjalannya waktu, perasaan ini akan hilang.

Ditelan oleh dirimu yang juga akan tergantikan oleh sosok lain.

Aku berjanji akan melupakanmu.

Ini hanya masalah waktu.

Percayalah, Ken.

Ken sangat terkejut. Dengan perasaan gusar ia kembali membuka lembar berikutnya.

Teruntuk pemilik sepasang mata coklat

Perasaan ini sungguh menjijikan.
Tidak akan merubah apapun jika diungkapkan.
Tidak juga merubah apapun jika terus ditahan.

Diam saja memang sungguh menyiksa.
Jadi tolong, jangan membuat ku makin merasa.
Ini hanya sebagian kisah dalam sebuah masa.
Aku akan mengakhirinya sampai putus asa.

Kepada rasa yang tak wajar, kumohon berhentilah.

Ken terdiam. Ia benar-benar tidak tahu harus berbuat apa, ia merasa bersalah karena membuat Dean menaruh perasaan padanya. Benar-benar diluar akal sehatnya.

Ken menaruh kembali buku itu, ia tidak kuat untuk membuka halaman selanjutnya.

Ken masuk kekamarnya, membersihkan dirinya dan mengganti pakaiannya. Setelah itu barulah dia membaringkan tubuhnya pada kasur empuknya.

Memikirkan kembali tulisan yang terus terlintas dipikirannya.

Ken mengacak rambutnya frustasi. Ia lalu melirik jam yang sudah menunjukan pukul lima lewat lima belas menit. Sudah sore, ia bertanya apakah sang pemilik tulisan tadi sudah pulang?

Ken mengetuk pintu kamar Dean, dan pintu itu langsung terbuka memperlihatkan seorang gadis yang rambutnya sudah terikat dengan rapi.

"Lo kenapa?" Tanya Dean, membuat Ken makin kacau hanya dengar mendengar suaranya.

Ken lalu masuk kekamar Dean tanpa menjawab pertanyaan gadis itu, Ia lalu mendudukan dirinya ditepi ranjang milik Dean, sesekali mengacak rambutnya frustasi. Dan tanpa disangka, aroma tubuh Dean menyeruak kedalam hidung mancung milik Ken. Ia tidak tahu kenapa gadis itu tiba-tiba memeluknya. Namun ia hanya diam, membiarkan tubuh mungil Dean memeluk tubuh besar milik Ken.

Dan ken dapat merasakan sesuatu. Yaitu, debaran. Debaran milik Dean yang bergetar begitu hebat.

Dean akhirnya melepaskan pelukannya, Lalu ken menoleh kearah Dean. Menatap gadis itu lekat-lekat, Ken hanya ingin tahu apakah Dean benar-benar menyukainya? Ken ingin mencari tahu itu dari mata hitam Dean.

Namun, Dean malah terlihat salah tingkah, mengalihkan pandangannya sesekali dan mengigit bibir bawahnya.

"Apa?" Akhirnya gadis itu melontarkan pertanyaan.

"Kok lo deg-degan?" Tanya Ken, ingin tahu reaksi dari adiknya itu.

"Hah?"

"Tadi pas lo meluk gue, gue denger lo deg-degan."

Muka Dean memerah. Gadis itu terlihat sangat terkejut sekaligus salah tingkah dengan ucapan Ken barusan, namun buru-buru menepisnya, "yaiyalah. Kalau nggak deg-degan mati dong."

Ken hanya diam dengan jawaban tidak lucu yang diberikan adiknya itu.

"Lo kenapa sih?" Tanya Dean akhirnya.

"Lo suka sama gue?" Ken bertanya, membuat lawan bicaranya terdiam. Dan Ken semakin yakin, kalau Dean benar-benar punya perasaan untuknya.

***

Haii! Jangan lupa vote dan komen yaaa!

Mampir ya ke cerita aku yang baru, judulnya Pelangi Di Langit September

Silabiila

Hujan Di Langit NovemberTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang