4. Nando

20.3K 1.2K 43
                                    

Selama sepuluh hari terakhir, Rara berangkat pagi, meski selama ini memang selalu berangkat lebih pagi dari para temannya.

Selain karena jarak rumahnya yang dekat, hal ini tentu ia lakukan pula untuk menghindari pertemuan selanjutnya dengan cowok aneh itu. Cukup satu pagi ia kecolongan dan terpaksa bertemu, saat mengembalikan jaket. Tak ingin melakukan kesalahan yang sama, setelah tiga hari berlalu.

"Kak Rara, bareng dong!" teriak salah seorang adik kelasnya dengan napas putus-putus karena lelah.

Rara menoleh, lalu menunggu. "Lho, ini masih pagi banget, udah berangkat aja?" tanyanya, selepas adik kelas yang ia tunggu telah mendekat.

"Iya, Kak. Soalnya hari ini aku piket. Kak Rara piket juga?"

"Nggak, sih. Kebetulan akhir-akhir ini emang pengen berangkat pagi aja."

"Oh. Iya, iya." Cewek itu mengangguk-angguk, melangkah di samping Rara. "Kak, di depan situ sering banyak cowok nongkrong. Makanya, aku takut jalan sendirian. Ntar digodain." Suara adik kelas tersebut terdengar memelan.

Rara tersenyum geli. Menurutnya, para kakak kelas itu memang kurang kerjaan. Berangkat pagi, tetapi selalu terlambat. Sama sekali tak memberi contoh yang baik. "Tapi mending sih, daripada nggak sampai sekolahan," kekehnya.

Mulai terdengar siulan-siulan jahil, namun tak menyurutkan langkah mereka. Dan semakin mendekati sekelompok remaja laki-laki itu, maka siulan kian terdengar jelas.

"Aku jalan di belakang Kakak aja, ya?"

"Cewek! Nggak noleh, jelek! Noleh, bau ketek!" celetuk salah satu remaja laki-laki di antara gerombolan siswa kelas dua belas tersebut.

"Tuh kan, Kak, kita digodain?"

"Yang di depan, boleh nih. Kalau noleh, nggak bau ketek, deh. Kalau nggak noleh, tetep manis. Makin cinta, akunya."

"Yang di depan jangan digodain! Punyanya Nando, tuh!" celetuk yang lainnya.

Cowok yang satunya menepuk dahi. "Oh, iya. Gue lupa!" sahutnya cengengesan. "Nando! Tumben, pagi banget udah berangkat? Biasanya mepet bel masuk," godanya.

"Nando! Naaan, Nando!" panggil cowok lain. Sarat akan godaan, namun tak ada tanggapan. "Gitu ya, sekarang? Dipanggil temen sekelas aja nggak noleh!"

Cewek yang ada di belakang Rara berbisik, "Tuh, Kak Rara digodain. Beneran, itu dari tadi mereka lihatin Kak Rara terus."

Rara memang tak akan merasa bahwa ia sedang dijadikan bahan godaan. Lewat, ya lewat saja! Seolah tak terjadi apa-apa. Justru yang akan apa-apa malah yang berjalan berdampingan dengannya, jika memang ada.

"Dari tadi, mereka manggil Kak Nando, bukan gue. Tahu Kak Nando kelas 12 IPS-2 itu, kan? Mungkin Kak Nando di belakang kita, makanya pada manggil-manggil dia."

Cewek yang setia berjalan di belakang Rara tersebut mengangguk paham. Jelas saja ia mengetahui siapa itu Nando; siswa kelas dua belas yang dikagumi banyak cewek di sekolah ini, karena berbagai alasan. Ganteng dan keren, salah dua alasannya. Cewek itu menoleh, memastikan perkataan Rara.

Namun, ia sama sekali tak mendapati sosok yang Rara maksud. Berarti, sudah begitu mutlak bahwa yang sedari tadi digoda oleh cowok-cowok itu adalah kakak kelasnya yang super-tidak-peka itu!

Berbicara tentang "kepemilikan" Nando terhadap Rara, ini merupakan gosip di kalangan cowok kelas dua belas, khususnya para teman Nando. Tentu saja, cewek dari kelas dua belas maupun adik kelas banyak yang tak tahu, atau memang pura-pura nggak ngeh.

Karena kisah cinta segitiga antara Vivian, Tio, dan Nuri sudah telanjur menjadi pusat perhatian. Di mana satu cowok diperebutkan oleh dua cewek tenar beda angkatan, yang sama-sama berprestasi dalam dunia tarik suara.

Garis InteraksiWhere stories live. Discover now