"Lo jadi cowok nggak ada manis-manisnya dikit sama cewek!"

"Gue jujur, jelek ya jelek. To the point walaupun nyakitin." belaku.

"Pantas aja gue nggak pernah liat lo bareng cewek. Orang jalan bareng lo makan kata-kata pahit lo doang."

"Trus lo? Gue juga nggak pernah liat lo jalan sama cowok selain Ian atau Ben. Kebanyakan milih, sih." balasku.

"Gue milih juga cari yang tepat,"

"Kalau lo nyari yang tepat, lo nggak bakal dapat. Karena setiap orang ada kekurangannya, cukup lo terima dan bahagia dengan kekurangan dia."

Kudengar dia bertepuk tangan, aku menoleh sejenak dengan alisku yang mengernyit.

"Gue nggak nyangka, orang paling dingin dan datar kayak es balok di kelas. Ternyata banyak celotehannya." ucapnya penuh kekaguman. Aku menatapnya datar.

"Lo nggak jelas," cibirku pedas.

"Nah, mulai lagi, kan." gerutunya yang dapat kudengar. Aku tersenyum tipis.

Kak Ardo, Leo janji akan selalu jaga bidadari kita, selamanya.

_÷_

Author POV

"Nggak boleh pake sambal!" Suara Lionel meninggi saat Alrine terus-terusan mencoba merebut plastik kecil dari tangan Lionel.

"Gue udah sembuh, lagian gue cuma ketembak bukan penyakitan." Sama seperti Lionel, Alrine yang kesal ikut meninggikan suaranya.

Lionel menghembuskan nafasnya pasrah, diturunkannya tangannya dan memberikan plastik berisi sambal kepada Alrine. "Fine, but don't too much."

Kedua sudut bibir Alrine tertarik keatas, "aye aye, cold captain!" Alrine segera menaruh sedikit sambal tersebut di atas semangkuk bakso.

Mereka makan dengan hening, Lionel yang tak suka berbicara sambil makan dan Alrine yang sibuk menikmati bakso dengan rasa pedas kesukaannya walaupun sedikit.

Setelah selesai makan, Alrine mengangkat mangkuk bekasnya untuk di cucinya, namun Lionel menahannya, "Nggak usah di cuci, nanti dicuciin sama pembantu disini,"

"Biar gue aja kok, lagian pembantu lo pasti capek ngebersihin rumah lo yang gede ini." Alrine berucap, Lionel pun mengangguk lalu melepas tangannya.

"Habis lo cuci piring, langsung ke kamar tamu disebelah kamar gue di lantai atas buat bersih-bersih. Ada baju-baju lama milik nyokap, mungkin muat buat lo!" teriak Lionel pada Alrine sambil menaiki tangga.

_÷_

Alrine yang telah mencuci piringnya dan Lionel, langsung menaiki tangga untuk menuju lantai dua. Sesampainya ia di atas, Alrine melihat bingkai yang foto berukuran besar. Disana ada Lionel dan Gerardo atau Ardo saat masih berumur 7 tahun, tak lupa kedua orangtua mereka. Mereka berempat terlihat bahagia dengan pantai sebagai latar foto tersebut.

Bokap sama nyokapnya Leo kayaknya serasi banget, kenapa bisa sampe cerai? pikir Alrine bertanya-tanya.

Ia melanjutkan jalannya, didapatinya pintu kamar bertuliskan "Lionel's" di sebelah kamar tersebut ada sebuah kamar tamu.

Alrine membuka kamar tersebut, ada ranjang berukuran king size dan lemari kayu besar dan juga tak lupa kamar mandi.

Merasa sudah mengantuk, Alrine segera membuka lemari kayu itu. Mencari pakaian yang cocok untuknya dan langsung memasuki kamar mandi.

Usai mandi dan berpakaian ia langsung menjatuhkan tubuhnya ke atas ranjang dan tertidur.

_÷_

Sinar matahari menembus kamar Lionel. Kini laki-laki berbadan jangkung itu telah rapi dengan seragam sekolahnya. Ia menata rambutnya lalu menyemprotkan parfum di seragamnya.

Ting

Bunyi pesan masuk dari iphone-nya. Lionel meraih ponselnya tersebut dilihatnya pesan dari papanya.

Papa

Leo, papa masih di Jepang. Belum bisa pulang sekarang ada masalah sama perusahaan cabang disini, mungkin minggu depan papa pulang.

Selesai membaca pesan tersebut, Lionel segera keluar dari kamarnya. Sebelum ia turun ke lantai satu, dia memilih untuk mengecek kamar disebelahnya tempat Alrine berada.

Dibukanya pintu kamar tersebut, nampak Alrine sedang tertidur sambil meringkuk. Tak ingin membangunkan gadis itu, Lionel menulis post-it untuk Alrine dan menempelkannya di lemari kayu. Kemudian ia keluar dari kamar itu dan berangkat ke sekolah.

_÷_

"Sampai kapan kalian menahan mereka?" Arya bertanya pada Ferron dan Reza di sampingnya.

"Sampai mereka atau anda mengatakan dimana pembunuh itu berada," jawab Ferron.

Arya menghela nafasnya menahan emosinya mendengar jawaban Ferron.

"Saya memohon dengan sangat, bebaskanlah mereka juga Alrine. Mereka semua masih bersekolah, apa yang dilakukan mereka hanya untuk menyembunyikan Alrine karena mereka tidak mau mendengar kabar bahwa kalian menyiksa Alrine yang tidak bersalah. Dan Alrine, dia sangat tertekan dengan kepribadiannya, masa remajanya tidak berjalan seperti remaja-remaja lainnya."

Ferron hendak membalas namun di tahan oleh Reza, "lalu dari kalian pihak keluarga, apa ada solusi untuk masalah Alrine? Karena kami pihak kepolisian sudah angkat tangan, tidak ada cara lain selain menahannya disini agar Sierra kepribadiannya, tidak melukai bahkan membunuh orang lagi."

"Kami akan berdiskusi dengan psikolognya, untuk sementara ini kalian hentikan pencarian dan bebaskanlah saudara dan saudarinya, karena itu akan membuat Alrine makin tertekan." ucap Arya final.

Terlihat raut wajah kurang setuju dari Ferron. Dirinya merasa tidak aman jika Alrine terlebih Sierra masih berkeliaran di luar sana. Ia merasa tak aman, bukan karena takut di bunuh oleh dia. Namun lebih buruknya, ia di siksa dahulu lalu di bunuh dengan sangat mengenaskan. Membayangkah hal tersebut membuat dirinya bergidik ngeri.

"Baiklah, kami akan menghentikan pencariannya serta membebaskan saudara-saudarinya. Kalian pihak keluarga harus menemukan solusi untuk kasus ini secepatnya." ucap Reza tegas.

Bibir Arya tertarik membentuk senyuman tipis, "Terima kasih," ucap Arya lalu berbalik meninggalkan ruang Ferron.

Alrine (End)Where stories live. Discover now