"Nggak usah minta maaf." Kataku saat melihat Isa ingin mengatakan sesuatu. Wajahnya menampakkan penyesalan yang sudah terlanjur bulat menjadi kecewa.

"Kamu emang punya wewenang jaga rahasia aku, tapi kamu juga harus tau kamu punya kewajiban untuk menutupnya dan nggak bagiin ke siapapun, termasuk ke pacar aku! Keluar kamu dari sini."

Dengan wajah yang begitu panik Isa melangkah keluar dari rumahku. Semua orang masih tetap berada pada posisinya, menatapku seolah aku manusia paling buruk di dunia ini. Tak berpikir apapun aku berlari menuju kamar.

***

Malam ini begitu cerah, bulan bersinar dengan indahnya di atas langit, ditemani oleh bintang-bintang yang berjajar rapi di sekitarnya. Lampu milik tetangga juga mempercantik malam ini. Entah sudah berapa lama aku duduk di balkon kamar ini sambil menatap kerlap-kelip malam ini. Seandainya saja ulang tahun ini berjalan dengan baik, semuanya akan terasa begitu indah. Sayangnya tidak.

Angin malam dan air mata menemaniku malam ini. Aku tak bisa menghentikan air mataku setelah berhasil membuat kekasih dan sahabat ku pergi dari rumah ini dengan cara yang tidak baik.

Aku tak bisa membayangkan bagaimana keadaan teman-teman yang aku tinggalkan dibawah tanpa ucapan terima kasih karena sudah repot menyiapkan kejutan untuk ulangtahun ku.

Aku juga tak bisa membayangkan betapa malunya mama dan papa melihat kelakuan anaknya. Hanya air mata yang bisa menjelaskan betapa sedihnya aku saat ini.

"Happy birthday to you... happy birthday to you.. happy birthday happy birthday... happy birthday Ayma..." 

Mama menyanyi dengan nada pelan sambil membawa kue ulangtahun yang tadi aku telantarkan untuk mengejar Alva yang keluar dari rumah. 

Mama duduk di kursi yang ada di sebelahku, sambil menutupi lilin yang mulai berayun terkena angin malam.

"Ayo di tiup dulu lilinnya." Kata Mama.

Ku turuti kemauan mama. Dengan hati yang hancur aku meniup lilin yang sudah tinggal setengah batang itu. Air mata terus mengalir dengan derasnya di pipi.

"Maaf ma.." Kataku pelan.

"Tante Wanda sudah ngurus teman-teman kamu tadi. Papa juga udah minta maaf kok ke mereka dan temen-temen kamu bisa mengerti semuanya." Jelas Mama.

Aku tak bisa membayangkan bagaimana perasaan semua temanku melihatku tadi. Mereka pasti kecewa.

"Semuanya udah pada pulang. Tama juga udah pulang." Lanjutnya. "Mama tadi nemuin ini, kayaknya dari Ava buat kamu." 

Sebuah kotak berwarna hitam dengan pita berwarna putih di berikan kepadaku. Aku membukanya perlahan. Sebuah pigora berisi foto ku berdua dengan Alva. Kami sedang duduk disebuah tempat mirip podium. Aku tak mengingat jelas dimana kami berada. Di foto ini aku atau pun Alva tidak sadar akan kamera, kami seperti mengobrolkan sesuatu.

Ku tarik surat yang di lipat rapih di bawah pigora ini.

Dear Ayma Putri..

Selamat ulangtahun sayang, semoga semua yang kamu mau bisa tercapai. Semua tambah sayang sama aku dan semua sahabat kamu.

Kamu pasti lupa kapan foto itu di ambil. Foto itu pertama kali kita pergi, kamu nemenin aku main basket sama temen-temen. Itu di fotoin Socha. Aku yang nyuruh dia ngefotoin kita dari lapangan tanpa kamu tau.

Makasih ya udah nemenin aku dua tahun ini, aku sayang banget sama kamu. Kamu juga pasti sayang kan sama aku. 

Kamu satu-satunya cewek yang bisa buat aku bener-bener ngerasain gimana jatuh cinta sama orang dengan sederhana. Jangan tinggalin aku ya.

Selamat ulangtahun Sayang.

Alva Hasyim Alkatiri....

Aku  semakin merasa menjadi wanita paling jahat sudah membuat seorang lelaki yang begitu baik dan sayang padaku sakit hati seperti ini. Aku tega mengecewakannya.

"Ayma coba kamu lihat bulan itu." Kata Mama.

"Bulan itu nggak bakal pernah bisa milih satu diantara sekian banyak bintang yang ada di sekelilingnya." Katanya lagi.

Aku menatap mama yang masih asik menatap langit.

"Kamu tau kenapa? Karena sebenarnya dia sudah memilih satu bintang yang berhasil membuatnya jatuh cinta. Bintang tersebut berhasil membuat bulan selalu bersinar dan terlihat kuat, walau sebenarnya dia nggak bisa bersinar dengan kekuatannya sendiri. Bintang itu matahari." Lanjut Mama.

Aku mencoba menelaah semua kalimat mama yang terdengar seperti pengandaian. Mama tersenyum kearahku. Menyentuh lembut kepalaku.

"Maksud mama apa?" Tanyaku.

"Layaknya bulan, karena kamu nggak bakal pernah bisa maksain buat sayang sama orang lain kalo hati kamu masih penuh. Mungkin badan kamu bisa, tapi hati kamu nggak bakal pernah bisa." Jawab Mama.

Kesimpulannya adalah, jatuh cinta sendirian itu sakit. Maaf kan aku....

Setelah Aku Tau |✔Where stories live. Discover now