[b] Bastard

4.1K 332 64
                                    

Apa yang lebih menyenangkan ketimbang membicarakan luka kita, bersama sebatang rokok untuk berdua?"

.

.

.

"Sudah hampir dua tahun, ya."

Kim Taehyung mendesah. Netranya menatap tajam kerlipan lampu-lampu Kota Seattle yang kontras dengan langit malam. Dari atas bumper mobil jip yang hangat di sebuah dataran tinggi pinggir kota, semesta terasa hangat dan kejam dalam waktu bersamaan.

Seorang pemuda membakar ujung rokok setelah mengisi spasi kosong di samping Taehyung, membuat lelaki itu mengalihkan pandangan sejenak.

"Selama dua tahun juga, baru kali ini terasa sakit saat seseorang memanggilku sebagai sepupumu."

Aroma tembakau menguar ke udara. Pemuda tadi mengisap rokok dalam-dalam sebelum mengeluarkan kepulan asap dari celah mulut, menyimak ucapan Taehyung dengan saksama.

"Mungkin memang sudah waktunya," tandas Pemuda itu pelan.

"Sudah waktunya?" Taehyung terkekeh, merebut puntung yang terselip di antara bibir lawan bicara. "Jungkook, kelakarmu sungguh tidak lucu."

Ada manis buah ceri di pangkal rokok. Kadar adiksinya sama. Selalu melempar ingatan Taehyung ke malam musim panas itu. Kala miliknya pertama kali memagut bibir Jungkook.

"Ini semua tidak akan berlangsung lama, Taehyung. Sejak memutuskan tinggal bersama, kita berdua tahu itu." Jungkookbersuara. "Tidak mungkin aku terus bergantung padamu dan kamu tidak mungkin selamanya mengenalkanku sebagai sepupumu," protesnya dengan pandangan lurus ke depan. Seakan tengah menonton keping-keping memoar mereka selama tujuh ratus tiga puluh hari terakhir. Yang menari-nari di depan mata. Menyiksa.

Suara berat Taehyung memecah lamunan itu. "Mengapa tidak?"

*

Mereka pertama kali bertemu pada suatu pagi yang sendu. Seattle yang basah terasa kian lembap dan berat sejak gerimis membungkus kota itu tempo hari. Hanya gerimis. Tidak menjadi hujan atau justru berhenti, membuat segala di sana seolah berdetak lambat.

Jalanan masih sepi ketika Taehyung menyusuri trotoar dengan kedua tangan tenggelam di saku jaket. Pukul enam pagi. Wajah Taehyung berantakan dan napasnya bau alkohol. Ia berjalan sambil menunduk, menutupi surai cokelatnya dengan tudung jaket dan membuat sosoknya lebih mirip mata-mata ketimbang anak muda yang baru pulang dari bar.

Setiap orang punya cara sendiri untuk melarikan diri dari dunia, begitu pikir Taehyung. Dan ketika jiwa Taehyung terasa kosong kendati kepalanya penuh, pilihannya jatuh ke rentetan alkohol. Tidak menyelesaikan masalah, hanya membuatnya lupa sejenak.

Flat Kim Taehyung tinggal lima puluh meter. Tetapi suhu udara lebih mirip jarum, menusuk-nusuk tulang sampai lelaki itu kepalang sanggup menahan. Sumpah serapah lolos dari bibir saat ia berlari ke bawah kanopi toko jam yang tutup. Bersamaan dengan itu, seseorang baru saja keluar dari taksi dan buru-buru menyeret koper untuk berteduh di samping Kim Taehyung.

Jungkook.

Selama lima menit, jarak di antara mereka hanya gerimis yang menjelma deras.

"Kau aneh."

Butuh lima menit pula bagi Taehyung untuk mengumpulkan kesadaran. Kalimat singkatnya berhasil membuat lelaki itu dilempari tatapan tajam oleh sepasang iris hitam di sampingnya.

"Excuse me?"

Taehyung melepas tudung jaket, menatap pemuda di sisinya dari ujung kaki sampai kepala. "Kau aneh. Bagaimana bisa kamu berpakaian seperti itu di musim segila ini?"

Livre de douleur | v.kDonde viven las historias. Descúbrelo ahora