44 - Penghianat

255 22 20
                                    


Bugh!!

Suara yang berasal dari pukulan telak seseorang itu mampu membuat sepasang mata siswi-siswi di sana menjerit histeris. Tak disangka, pagi-pagi begini sudah ada baku hantam yang terjadi di lapangan indoor sekolahnya.

Sekali lagi, cowok itu meninju pipi kiri lawannya sehingga membuat rahangnya sedikit bergeser.

Awalnya, Si lawan mencoba berontak dan memohon ampun. Tapi kekuatannya tak sebanding dengan laki-laki yang tengah memukulinya habis-habisan itu.

"Penghianat lo, Tur!" maki Nauval setelah melihat Guntur sudah terkapar di lapangan tersebut. Padahal sebelumnya, teman-teman Nauval sudah mencoba melerai keduanya agar tak terjadi hal-hal yang tak diinginkan. Tapi nyatanya, Nauval memang susah dibilangin.

"Kenapa lo jadi penghianat sih?! Lo nggak pantes hidup, Tur!"

Ucapan itu sukses membuat orang-orang yang menontonnya membelalakkan matanya karena Nauval yang sembarangan bicara. Tak terkecuali Zaidan, Ivan, dan Valen yang sama-sama terkejut dengan perkataan yang tak seharusnya diucapkan Nauval.

Nauval berbeda. Nauval yang humoris malah terlihat kejam dan sangar sekarang. Seluruh siswa dan siswi yang menonton pun hanya bisa terkejut saat mengetahui sifat Nauval yang seperti itu.

"Gue nggak nyangka kalo lo ternyata sama-sama nggak punya otak kayak Reynand. Lo tau, lo itu nggak ada bedanya sama sampah, Tur!" pekik Nauval lagi. Suaranya yang berat langsung menggema seantero lapangan indoor tersebut. Membuat beberapa orang kaget mendengarnya.

"Gue cuma nggak suka karena lo punya banyak kelebihan dibanding gue!" tutur Guntur pada akhirnya, meskipun harus menahan rasa sakit di ujung bibirnya yang robek.

Nauval berdecih sinis. "Makanya, kalau punya otak tuh dipake! Jangan tolol jadi orang. Hidup lo tuh terlalu terobsesi untuk bikin gue jatuh, sampe-sampe otak lo itu nggak bisa berpikir mana yang bener, mana yang salah."

Untuk kesekian kalinya, para siswa dan siswi langsung terkejut mendengar penuturan dari seorang Nauval. Nauval sangat kasar. Mereka tak mengira Nauval dapat berucap seperti itu.

"Asal lo tahu, gue selalu nganggep lo sahabat. Dan balasan yang gue dapet apa? Lo malah menikam sahabat lo sendiri dari belakang. Sampah!"

"Val, udah Val! Dia juga temen kita!" ujar Valen. Sepertinya dia lupa jika Guntur merupakan mantan sahabatnya.

Nauval menoleh ke arahnya dengan napas yang tak beraturan. "Dia bukan temen gue! Gue nggak pernah punya temen se-rendah dia," ujarnya lagi dengan pekikan keras. "Pengecut!"

Saat Nauval hendak meninju wajah Guntur lagi, tiba-tiba saja seorang gadis menahannya dengan cara memegang tangan Nauval yang mengepal. Membuat tangannya tertahan di udara dan tak keburu meninju Guntur lagi.

Tentu Nauval mengernyit kesal saat Arla tiba-tiba menghentikannya. Dadanya naik turun, menandakan betapa kesal dirinya saat ia tak bisa melampiaskan semua amarahnya itu karena Arla sudah terlebih dulu menahannya. Perlu diketahui bahwa ia belum cukup puas melihat Guntur yang sekarang babak-belur dibuatnya. Gila saja jika ia menginginkan Guntur mati di tangannya sekarang juga.

Arla menatap Nauval lama, begitupun Nauval. Jantung Arla berdesir hebat saat ia memegang tangan Nauval dan juga saat mata biru Nauval menatapnya.

FABULOUS [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang