8 - Karate

642 102 141
                                    

Untuk alasan yang tidak ia mengerti, Nauval merasa sedikit gelisah hari ini. Ada sesuatu yang mengganjal di hatinya pagi ini. Seolah ada masalah yang akan merusak moodnya nanti. Ia pun bingung kenapa feelingnya berkata demikian. Tapi semoga saja takkan ada peristiwa aneh yang terjadi kelak.

Nauval meraih jam tangan hitamnya yang berada di atas nakas, lalu melingkarkannya pada tangan sebelah kirinya. Entah mengapa ia terlihat sangat maskulin sekarang, padahal ia hanya mengenakan kaus putih polos beserta celana karatenya saja.

Nauval berjalan ke arah tempat tidurnya untuk mengambil baju atasan karatenya yang sudah dilipat terlebih dahulu, dan memasukkannya ke dalam tas ranselnya. Ia menggemblok tas hitamnya dan berjalan menuju cermin besar yang menempel di pintu lemarinya untuk sekadar melihat penampilannya sudah oke atau belum.

Nauval menatap pantulan dirinya di cermin dan memperhatikan sekujur tubuhnya sendiri dari ujung rambut sampai ujung kakinya. Ia termangu sebentar sampai akhirnya ia tersenyum samar karena menurutnya penampilannya sudah cukup.

Saat ia hendak menggeser knop pintu kamarnya ke bawah, tiba-tiba ia merasakan sesuatu yang janggal dalam benaknya. Seperti kelupaan sesuatu, tapi ia tak dapat mengingatnya. Jadi ia kembali lagi menuju tempat tidur sambil memperhatikan sekeliling dan mencoba mengingat apa yang telah dilupakannya.

"Apaan lagi yang kurang, ya? Perasaan gue udah bawa baju karate tadi. Terus celana karate kan udah gue pake." Ia menggigit bibir bagian dalamnya sambil mengerutkan dahinya.

Tapi, saat matanya masih menelaah sekeliling kamarnya, tiba-tiba ia menepuk dahinya pelan. "Oh, iya! Sabuk, sabuk. Aduh pikun banget sih gue?" Nauval merutuki dirinya sendiri saat baru menyadari bahwa ia lupa membawa sabuk karatenya. Bisa-bisa ia dimarahi sensai -guru dalam karate- nya nanti.

Nauval menggeser lemari pakaiannya ke samping, lalu meraih sebuah sabuk karate berwarna hitamnya. Dengan gerakan cepat ia masukkan ke dalam tas karena ia baru sadar kalau ini sudah pukul 06.45. Sedangkan eskul karatenya sendiri dimulai pada pukul tujuh.

Ia berlari kecil menuju ruang makan karena ia yakin pasti Ibu dan Adiknya tengah berada di sana untuk sarapan. Nauval pun cepat-cepat menghampiri keduanya untuk berpamitan dan langsung mengambil kunci mobilnya yang berada di atas meja yang terbuat dari marmer.

"Ah sialan!" pekiknya sebal. "Motor gue lagi di servis, lagi! Kenapa harus besok sih selesainya?!" Nauval berdecak sebal. Mau tak mau ia harus naik mobil toyota pick up 4×4 putihnya yang biasanya dipakainya untuk off road di gunung.

Ia menyalakan mesin mobil itu setelah bokongnya mendarat mulus di jok pengemudi. Dengan gerakan kilat, ia langsung membawa mobil itu dengan kecepatan tinggi. Karena ia tahu, apa konsekuensi bagi seorang karateka seperti dia di sekolahnya.

****

Yang benar saja!

Nauval sedikit terperangah saat melihat semua anggota eskul karate di sekolahnya ternyata sudah membuat barisan. Dan yang lebih horror lagi, ternyata Sensai nya sudah berada di sana. Untung saja ia sudah memakai baju dan sabuk karatenya di dalam mobil.

Saat ia berjalan selangkah, baru lah ia menyadari kalau Senseinya tidak berdiri sendirian di depan murid-murid karatenya. Ia bersama seorang gadis dengan rambut yang dikuncir kuda dan menyisakan anak rambut di dahinya. Dan ternyata ia mengenali gadis itu.

Hal itu makin membuat Nauval kalut dan bingung. Tapi ia tak terlalu memikirkannya.

Nauval menghembuskan napasnya pelan sambil terus berjalan menuju para karateka itu untuk bergabung, meskipun ia tahu kalau ia akan dihukum terlebih dahulu sebelum latihan karate.

FABULOUS [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang