Gia tersenyum sambil mengangguk. "Oh, oke."

"Ya udah gue balik ya. Jangan lupa langsung bilas dan minum teh anget, lo kedinginan banget kayaknya sampe suara lo gemeteran." pamit pria itu sambil memakai helm.

"Iya. Lo juga ya, hati-hati. Makasih tumpangannya." sahut Gia.

Pria itu mengangguk sambil mengacungkan jempolnya lalu pergi.

Tapi, beberapa detik setelah pria itu pergi, tiba-tiba mobil sedan berwarna abu-abu berhenti tepat di depan Gia.

Gia tetap berdiri di tempatnya, walaupun hujan semakin deras, dia menunggu seseorang keluar dari mobil yang ternyata adalah Kia --saudara kembarnya keluar dari dalam mobil itu sambil memakai payung.

Dia mengucapkan terima kasih pada seseorang sebelum akhirnya menutup pintu mobil dan mobil itu pergi.

"Lo balik sama siapa?" tanya Gia saat Kia berbalik badan dan mendapati saudara kembarnya berdiri di depan pagar dengan baju yang basah kuyup.

"Eh, lo kok ujan-ujanan?" Kia balik bertanya.

"Ye malah balik nanya!"

Kia tertawa.

☔☔☔

"Jadi, tadi lo balik sama siapa?" tanya Gia sambil meniup teh panas yang baru dibuatnya sebelum meminumnya.

Kia yang sedang tiduran di atas kasur sambil selimutan dan main ponsel langsung menoleh ke arah Gia.

"Gue gak tau namanya. Tadi gak sempet nanya." jawab Kia.

"Serius? Kok sama?" ucap Gia.

"Sama?"

"Iya, tadi juga gue dianter pulang sama cowok tapi gue gak tau siapa namanya. Gak sempet nanya."

Tiba-tiba Kia tertawa.

"Kok ketawa sih?" tanya Gia heran.

Kia menggeleng.

"Kebetulan macam apa ini?"

Gia mengangkat bahu sambil kembali meminum teh panasnya.

Semoga nanti bisa ketemu sama dia lagi dan bisa tau namanya. batin Gia.

Tapi, sedetik kemudian dia tersadar. Kenapa dia malah berharap untuk bisa kembali bertemu pria itu supaya bisa tahu namanya? Gia menggeleng pelan.

Tapi tunggu... Sekali pun mereka bertemu kembali, Gia masih punya alasan yang kuat yaitu --mengembalikan jaketnya. Iya, balikin jaket! Tiba-tiba Gia tersenyum tipis.

Sementara tanpa Gia sadari, Kia juga mengucapkan harapan yang sama untuk bisa kembali bertemu pria tadi yang sudah mengantarnya pulang.

☔☔☔

Kafa membunyikan klakson mobil dua kali saat sudah sampai di depan rumahnya, seorang pria paruh baya keluar dari pos satpam sambil menggunakan payung dengan sedikit tergesa dia membukakan gerbang untuk anak majikannya itu, setelah sebelumnya Rafa --saudara kembarnya juga baru pulang menggunakan motor dengan tubuh yang basah kuyup, tak dia dapati jaket hitam yang tadi pagi membalut tubuh anak majikannya itu. Kedua 'bos' kecilnya itu sama-sama pulang cukup larut hari ini.

Mobil melaju memasuki garasi kemudian dia turun dan langsung masuk ke dalam rumah melalui pintu samping yang ada di garasi, motor matic Rafa terparkir di sebelah mobil Kafa dengan keaadan cukup basah, Kafa yakin kembarannya itu pasti kehujanan.

Berada di dalam rumah mewah yang hanya dihuni olehnya, Rafa dan juga dua asisten rumah tangga serta pak Yon satpam yang selalu menunggu rumah mereka, membuat suasana rumah selalu saja terasa sepi, tak ada omelan serta teriakan seorang Ibu yang pasti akan langsung terdengar memenuhi seluruh ruangan sebab anak-anaknya selalu pulang larut. Di rumah ini, Kafa tak pernah mendengarnya.

Berjalan pelan menunju dapur sebab dia mendengar suara yang cukup berisik di sana, terlihat seorang pria dengan tubuh yang sedikit lebih tinggi darinya dengan rambut basah serta handuk yang tersampir di bahunya sedang sibuk membuat teh hangat.

"Lo kehujanan atau sengaja hujan-hujanan?" tanya Kafa sambil duduk di meja makan.

Yang ditanya langsung menoleh kemudian berjalan menghampiri Kafa dan duduk di sebrang Kafa dengan segelas teh hangat yang baru saja dia bikin untuk menghangatkan tubuhnya yang sedikit kedinginan.

"Terpaksa harus hujan-hujananlah, kalau nunggu hujan kapan berentinya. Yang ada gue ga pulang-pulang." sahut Rafa sambil meminum teh hangatnya sedikit.

"Ga pulang juga ga akan ada yang nyariin, Raf." ujar Kafa mengingatkan saudara kembarnya itu kalau-kalau saja dia lupa bahwa tak akan ada yang mencari dan mengkhawatirkan mereka berdua.

Rafa tersenyum getir mendengar ucapan Kafa, benar. Memang tak akan ada yang mencari mereka.

Ponsel Rafa yang berada di atas meja makan sejak tadi terus saja bergetar, Kafa baru menyadari itu dan langsung melirik benda persegi yang menyala itu. Nama Risa tertera di sana.

"Dia masih ga mau lo tinggalin?" tanya Kafa.

Rafa mengangguk, "tadi di kampus dia nemuin gue, malahan nungguin jam kuliah gue kelar cuma buat jelasin hal yang sia-sia."

"Lo dengerin?"

"Ya enggaklah, semuanya udah jelas kali, Kaf. Ga ada yang perlu dia jelasin lagi."

Kafa hanya mengangguk, mengerti kekecewaan yang di rasakan saudara kembarnya itu.

Heavy RainfallOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz