[33.]Perperangan (b)

3.5K 211 26
                                    

Delia menatap ayahnya dari kejahuan, dia tidak tahu ayahnya bisa seperti ini kenapa? Dia mati? Memang! Tapi ayahnya sampai berbuat nekat seperti ini?

Delia langsung terbang dan menuju ke arah Hans yang sudah bagaikan monster itu karena memang dia sudah menjadi monster.

"AYAHHHH!" Teriak Delia sangat keras membuat semua menatap Delia dengan tatapan "kau hidup?"

"AYAH INI AKU DELIA! ANAK AYAH, TOLONG BERHENTI! KENAPA KAU MELAKUKAN INI SEMUA!?" Teriak Delia dengan air mata yang sudah turun sangat deras.

Bevan menatap Delia dengan tatapan bingung, kenapa Delia masih hidup? Mereka tidak tahu dan tidak akan tahu.

Delia berlari dan langsung berteriak di depan sosok monster itu. "INI AKU AYAHHH! SADARLAHHH!" Teriak Delia dengan sangat keras. Hans mengaum marah seakan-akan ada yang menyakiti dirinya.

Delia melihat ke arah tubuh ayahnya itu, ada sebuah tonjolan di sana. "A-apa itu?"

Delia berlari dan menuju ke arah tonjolan besar itu, tapi belum sampai dia di sana, api hitam dari ayahnya itu hampir mengenai dirinya.

Seseorang menyelamatkan sosok Delia dengan menarik dan memeluk erat sosok Delia. Delia membuka mata dan melihat orang yang sangat ia kenali itu.

"Je-Jeiro?" Gumam Delia kaget.

"Kau tak apa? Kau sangat membuat aku khawatir," ucap Jiero pelan. Dia memeluk erat Delia.

"Jeiro, dengar kau harus bisa menuju ke arah tonjolan itu, tusuk atau robek saja. Kemungkinan besar itulah yang membuat ayahku seperti itu," ujar Delia diangguki oleh Jeiro.

Jeiro segera berlari dan melompat, dia menghindari berbagai macam serangan. Dia sempat terpental tapi dia bangkit lagi dan berlari menuju tonjolan itu.

Dia berlari dan berhasil menancapkan tangannya di bagian tonjolan perut milik Hans, dia merobek paksa dan sesuatu keluar dari sana.

Hans berteriak kesakitan dan perlahan tubuh Hans menyusut menjadi seorang manusia.

"Da-Darvo?" Gumam Delia kaget saat melihat Darvo yang sekarang sudah keluar dari tubuh ayahnya itu.

Dia tidak tahu bagaimana bisa Darvo berada di dalam tubuh ayahnya. Tapi yang jelas sekarang dia sudah membuat ayahnya kembali normal.

Delia segera menuju ke tubuh ayahnya, luka di bagian perut ayahnya mulai menutup walau beberapa luka masih belum sembuh benar.

Dia menatap ke segala arah, dia menatap dengan tatapan sendu. Ayahnya yang membuat kota para vampir seperti ini?

Banyak asap di sana, tiba-tiba semuanya langsung menatap instens saat melihat orang dibalik asap.

Mereka berdiri dan takut kalau itu adalah musuh. Tiba-tiba sosok wanita berjalan dengan air mata yang berlinang, seorang perempuan digendong dibelakang dan itu membuat mereka semua terdiam.

Perempuan itu meletakkan tubuh perempuan itu secara perlahan, sebentar lagi tubuh Kiezi akan menjadi abu. Dia sudah menyiapkan sebuah botol kaca untuk memasukan abu itu ke dalam botol kaca itu.

"Ki-Kiezi?" Gumam mereka semua, Zen berlari sekencang-kencangnya, dia memeluk erat tubuh Kiezi yang masih utuh tapi sudah tidak lagi bernyawa. "KIEZIII!! KIEZI!" Teriak Zen.

Gleya dan Bevan tidak bergerak, mereka terdiam. Bevan menatap Fiola dengan tatapan kebingungan.

"Ki-Kiezi, me-menitipkan pesan padaku. Di-Dia bi-bilang kalau... kalau... kalau dia mencintaimu Zen, dia bilang ja-jangan marah kalau Kiezi meninggalkan dirimu. Ja-jangan marah karena yang seharusnya mati memang dirinya. Di-dia meminta maaf, dia menye-menyesal karena ti-tidak pernah sadar ka-kalau dia... dia... hiks... dia mencintaimu." Fiola menutup mulutnya, dia masih tidak percaya.

"Dia mengorbankan dirinya." Suara Delia tiba-tiba membuat mereka menatap ke arah Delia. "Dia membangkitkanku juga, dia memintaku untuk menyadarkan ayah. Maaf semua gara-gara a-ayahku."

Tanpa sadar air mata menetes dari pelupuk mata sosok Delia. Dia tersenyum miris.

Tubuh Kiezi perlahan menjafi abu, Fiola dengan sigap memasukan abu itu ke dalam botol kaca itu setelah itu menutupnya.

---

Bevan menatap ke arah Fiola dan Delia serta yang lain dengan tatapan bingung. "Aku tidak akan menyalahkan kalian. Kalau memang Kiezi sudah tiada karena ini... mau gimana lagi..."

"Maaf."

"Tidak masalah, sekarang masalahnya adalah siapa yang akan menjadi pemimpin Lucifer?"

"Bevan, hanya kau yang bisa," kata Gleya pelan. Bevan terdiam lalu mengangguk membenarkan, dia harus kembali memimpin kerajaan vampir ini.

Bevan mengambil botol kaca yang berisi abu milik Kiezi, dia berdiri dan berjalan menuju ke bagian bawah tanah. Dia berjalan dan terus berjalan, dia akan meletakkan botol kaca itu di dalam sebuah lemari yang cukup besar.

Dia menghela nafas kasar lalu meletakkan botol kaca itu dan tersenyum kecil. Bevan keluar diikuti yang lain tapi tidak untuk Zen.

Zen berjalan mengambil dan membuka botol kaca itu, perlahan isak tangis terdengar di sana, air mata Zen menetes masuk ke dalam botol kaca itu lalu sedikit muncul sinar walau sebentar.

Zen bisa melihat lalu acuh dan menutup kembali botol itu dan tersenyum kecil dan keluar dari tempat itu menuju keluar.

Dia menatap ruangan itu lalu tersenyum, "aku tidak pernah menyesal mencintaimu Ki," lirih Zen dengan senyum yang dipaksakan.

Zen berjalan menuju ke kamarnya, sekelabat ingatan muncul saat dia bersama dengan sosok Kiezi, Kiezi yang mengubahnya menjadi seorang vamore.

"Hah... sulit memang melupakanmu tapi aku yakin cinta ini tidak pernah pudar Ki, aku akan mencintaimu selamanya. Sampai sekarangpun, sampai kau sekarang sudah tiada aku hanya mencintaimu, hanya kau yang akan selalu di dalam hatiku."

---

VINAANANTA

REVISI : SELASA, 10 OKTOBER

BLOOD ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang