Chapter 21

104 25 18
                                    

Budayakan vote sebelum membaca ya :) walau sederhana itu suntikan semangat bagi penulis lho. Hehe. Jangan jadi sider oke? Bonus komen juga gppah jangan takut aku gamakan orang kok, wkwkwk.

Sudah?

Oke, happy reading!!

•••••

"Al, nanti malem ikut gue ya. Ulang tahun bang Radhit udah hampir 'kan?" Lavie tiba-tiba mengajukan pertanyaan itu setelah sekian lama kami ngobrol ngalur-ngidul di telepon.

Sambil berdiri dari kasur aku berjalan menuju balkon kamar demi mendapati bau petrichor yang lebih jelas. Lama, aku kembali menghirup bau menyegarkan yang timbul di sore itu kemudian menjawab pertanyaan Lavie. "Iya, emangnya kenapa?"

"Lo udah beli sesuatu gak buat bang Radhit? Nanti ikut gue ya ke mall sekalian nyari-nyari." aku hanya mengangguk-angguk menyetujui walau di seberang sana Lavie tidak tau kalau disini aku melakukan pergerakan. Karena mulai sadar kalau Lavie tidak akan mengerti akhirnya aku membuka suara.

"Boleh, gue juga udah bosen di rumah mulu, lo yang jemput 'kan?"

"Ok, sip. Jam tujuh malam kita berangkat." Setelah mengucapkan kata-kata itu Lavie langsung menutup panggilan yang kita lakukan di sore ini.

Berbicara tentang ulang tahun kak Radhit hadiah yang pas apa ya?

*****

Merasakan sakit dan senang secara bersamaan. Semua itu menimbulkan sesuatu yang bernama kehampaan. Itulah yang kurasakan sekarang.

Aku merasa dejavu akan berbagai masalah yang timbul dihidupku saat ini. Jauh di dalam pikiranku merasakan hal itu. Entah kapan, dimana dan dengan siapa aku tidak tau. Yang pasti aku pernah merasakan hal ini sebelumnya. Amnesia mulai terasa menyebalkan jika dihadapkan dengan masalah seperti ini.

Jika aku memang pernah mengalami hal ini sebelumnya untuk kembali seperti biasa dalam arti aku terbebas dari masalah ini berarti aku pernah berjuang untuk bertahan bukan? Tapi bagaimana caranya aku melupakan hal yang terjadi seperti saat ini dulu?

Sekarang aku mulai mengerti kalau kehidupan itu penuh kejutan, maka pengalaman masa lalu setidaknya dijadikan pengalaman sebagai acuan untuk masa depan bukan? Lalu bagaimana dengan seseorang yang kehilangan masa lalu sepertiku ini? Memulai dari awal? Kembali menyusun pengalaman untuk menjadi acuan di masa depan? Itu artinya kembali merasakan sakit yang sama untuk kesekian kalinya.

Ah, aku memang payah.

Kata orang, jika kita menganggap mudah suatu masalah maka untuk menyelesaikan masalah itu juga akan mudah. Tapi bagaimana caranya menganggap suatu masalah itu mudah? Sementara aku, kuakui aku adalah orang yang suka mengeluh, selalu menganggap semua masalah itu sulit. Maka inilah aku sekarang yang terjebak dalam pemikiran tak jelas yang kulakukan sendiri seperti orang dungu.

Ah, tapi sudahlah tidak berguna juga jika aku tetap diam memikirkan sesuatu yang membuatku memutar otak banyak kali lipat. Mungkin ini memang sudah jalan hidupku. Dan tugasku sekarang aku harus memecahkan sesuatu yang Tuhan ciptakan demi meraih sebuah kebahagiaan dan kepuasaan.

Ya, aku harus bi....

"Al, gue bingung nih mau beli apaan buat bang Radhit. Kalok gue gak bawa apa-apa bang Radhit masih mau bagiin kuenya ke gue enggak ya?"

Aku terenyak, suara keluhan Lavie berhasil menyadarkanku kalau sekarang aku berada di tempat banyak orang. Pusat perbelanjaan. Aku mengerjap, masih terlalu belum nyambung dengan pembicaraan Lavie.

"Hmm? Eh?" dan akibatnya aku bergumam tidak karuan.

"Lo udah ada bayangan gak mau ngasih apa ke bang Radhit? Lo tau nggak apa aja yang disukai bang Radhit? Jawab dong, kaki gue udah pegel nih muter-muter mulu." Tanpa menghentikan langkahnya Lavie terus mengoceh. Mengoceh pada seseorang yang masih berusaha memfokuskan pikirannya ini.

Dinosaurus I'mn love.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang