6. Tatapan Jauh

Mulai dari awal
                                    

Sasya menggigit bibirnya. Meremas kuat ujung baju seragam olahraganya. Lalu membalas tatapan teman-temannya satu persatu. Dan saat tatapannya bertemu dengan Laura, Sasya melihat sepupunya itu melepaskan pena ditangannya kemudian berlari kearahnya.

Sasya memejamkan mata saat merasakan Laura memeluk tubuhnya. Mengucapkan kata maaf berkali-kali sambil menangis.

"Gue minta maaf, Sya. Maafin gue."

Laura benar-benar merasa bersalah. Melihat kemalangan Sasya di kantin, tapi tidak bisa menolongnya karena ditahan oleh teman-temannya. Diingatkan kalau mereka tidak bisa membantah perintah Razka. Laura juga melihat Sasya tertidur kelelahan dengan mata sembab dikamar cewek itu saat mengantar tas Sasya sekaligus melihat keadaannya.

Rasa bersalah dan khawatirnya semakin besar saat Sasya tidak masuk sekolah dan tidak bisa dihubungi kemarin. Bahkan tidak bisa ditemui dirumahnya.

Sasya belum bereaksi apa-apa. Tapi beberapa detik kemudian Sasya melepaskan pelukan Laura.

"Sya, sorry. Kemarin lusa kita ngejauhin dan nggak nolong lo," Shilla ikut beranjak dari duduknya. Menghampiri Sasya dan Laura.

Sasya masih diam ditempatnya dengan ekspresi datar. "Kalian nggak lagi ngerencanain sesuatu, kan?" Tanya Sasya pelan tapi terdengar oleh semua orang.

Shilla menggelengkan kepala. "Bian mewakili Razka nyuruh semua orang jauhin lo. Lo tahu kan, kalo kita ngebantah perintah mereka nasib sial bahkan mungkin malaikat maut akan segera menjemput."

"Tapi sekarang kalian sedang melakukan itu?" Tanpa sadar, Sasya menyahut cepat.

"Iya. Melihat lo di bully di kantin, rasa nggak tega jauh lebih besar dari pada rasa takut pada Razka. Gue nggak bisa bayangin kalo gue yang ada di posisi lo saat itu. Dan lagi, ngejauhin teman sendiri yang nggak punya salah apa-apa sama kami, itu jelas salah dan nggak ada untungnya. Sejak kita satu kelas, kita adalah keluarga. Udah seharusnya kan, kita saling ngejaga." Sasya menatap Natya yang ikut menghampiri dan merangkul bahunya. Dan ucapan sekertaris kelasnya itu direspon anggukan kepala oleh teman sekelasnya yang lain.

Kemarin, tidak sedikit yang menyaksikan Razka memperingati seorang cewek yang mempermalukan Sasya di kantin. Razka tampak marah dan nggak terima. Entah apa tujuan Razka, menyuruh menjauhi tapi marah melihat Sasya di bully. Mereka hanya mampu menebak-nebak. Cowok itu berbahaya, apa pun yang dilakukannya pasti punya tujuan merugikan lawannya.

"Sekali lagi kita minta maaf, Sya. Lo mau maafin kita, kan?" Tanya Shilla.

Sasya menggelengkan kepala. "Jangan minta maaf. Kalian nggak salah apa-apa,"

"Tapi lo nggak papa kan, Sya? Kemarin sampai nggak sekolah," tanya Shilla masih merasa bersalah.

"Nggak papa. Kemarin kebetulan ada urusan keluarga." Jawab Sasya diiringi senyuman kecil.

"Woi lah, pagi-pagi gini udah rame. Ngapain, nih?"

Aksi dramatis maaf-maafan berakhir kacau setelah kedatangan cowok yang sudah tiga hari tidak masuk sekolah.

"Biasalah."

Belum ada lima menit Natya bilang kalau mereka adalah keluarga dan harus saling menjaga, sekarang cewek itu malah menyindir pedas teman-temannya.

After RTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang