2. Ikut Campur

2.2K 201 22
                                    

Sasya selalu menjadi salah satu siswi yang datang lebih pagi. Seperti sekarang, gadis itu berkali-kali menghirup udara pagi yang segar karena semalam turun hujan. Kakinya berjalan santai menelusuri koridor yang masih sepi.

Tidak terlalu takut karena ada beberapa siswa-siswi tertentu yang sudah datang. Sasya malah akan merasa tidak nyaman saat berjalan sendirian ditengah banyak orang. Itu sebabnya Sasya datang lebih awal dan sering minta ditemani Laura saat ingin berpergian.

Sasya menunduk, merasa kurang nyaman pada salah satu sepatunya. Sepatu baru yang dibelikan papanya. Melihat tali sepatu kirinya terlepas, Sasya langsung berjongkok membenarkannya. Jangan sampai perkara tali sepatu menimbulkan masalah lagi.

Setelah selesai, Sasya kembali berdiri. Menoleh sebentar ke belakang, berharap ada Laura agar bisa pergi bareng ke kelas. Namun yang Sasya dapati malah seseorang yang sukses membuat mood-nya buruk.

Sasya belum siap. Belum punya rencana balas dendam yang tepat. Tapi Sasya ingin Gea merasakan apa yang pernah dirasakannya dengan cepat. Menarik nafas panjang, Sasya mengumpulkan keberanian menghadang Gea.

"Sya," Gea terkejut melihat Sasya. "Ke-kenapa?"

"Hai, Ge!" Sasya tersenyum. "Masih suka pencitraan?" Lanjutnya menarik dua buku paket yang di dekap lawan bicaranya.

Selama beberapa detik Gea tertegun. "Gue nggak mau ribut. Balikin, Sya!" Saat tangan Gea terulur untuk merebut, Sasya langsung menjatuhkan dua buku tebal itu tanpa dosa.

Sasya terkejut melihat kelakuannya sendiri. Ini kali pertamanya bertindak seperti ini. Begitu juga Gea yang mematung, menatapnya tidak percaya. Sasya menyelipkan rambut ke belakang telinga, menghilangkan empatinya.

"Kenapa bisa sekolah di sini? Keluarga lo udah nggak kaya lagi dan anak manja yang malas belajar kayak lo nggak mungkin dapat beasiswa, kan?" Sasya tersenyum mengejek meski hatinya tidak karuan, melihat Gea tersindir dengan ucapannya.

Gea mengepalkan tangan. Jadi Sasya sungguhan untuk membalikkan keadaan? Gea menarik nafas panjang, meredakan emosinya. Jangan sampai menimbulkan keributan. Cukup tahu diri hidupnya sudah tidak seperti dulu lagi.

"Lo ... Nggak jual diri, kan, Ge?"

Gea yang berjongkok, tangannya yang akan meraih buku paketnya terhenti di udara. Gea kembali berdiri dan langsung menatap Sasya nyalang. Sementara Sasya menggigit kuat bibirnya. Menyadari kalau kalimat itu berlebihan. Bahkan keterlaluan.

Jadi jahat ternyata tidak menyenangkan.

Tapi Sasya tidak ingin berhenti. Apa ini bisa disebut, Sasya sedang berusaha menciptakan karakter lain dalam dirinya sendiri secara sadar? Karakter baru yang bertentangan dengan karakter Sasya yang sesungguhnya.

Alter ego namanya.

"Kalo lo nggak tau, sekolah ini tempat orang pintar dan kaya. Lo nggak pantas sekolah disini, Gea!" Lanjut Sasya semakin menjadi.

"Kata siapa?" suara berat cowok terdengar mendekati mereka.

Sasya dan Gea menoleh ke sumber suara. Dilihatnya Razka baru saja memasukkan ponselnya ke dalam saku celana lalu menatap Sasya dan Gea bergantian.

"Razka?" Gea tersenyum sumringah. Sementara Sasya mengerutkan dahi, bingung dan belum memahami apa yang terjadi.

Kenapa ada Razka?

Kenapa Gea tersenyum manis dan dibalas Razka dengan senyuman tipis?

Detik berikutnya Sasya mundur selangkah. Dengan tubuh yang menegang dan kedua tangan meremas pinggiran rok sekolahnya. Apa ini ada hubungannya dengan kemarin? Sekilas Sasya melihat ponsel Razka sudah berganti, terlihat baru.

After RTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang