4. Di-Bully

2K 210 86
                                    

Hari ini Sasya terlambat. Bahkan gerbang sekolah sudah akan ditutup. Kalau saja Sasya tidak lari mungkin saja Sasya tidak bisa masuk. Dengan nafas yang memburu Sasya terus berlari kecil untuk ke kelasnya. Namun langkah Sasya memelan saat menyadari banyak pasang mata menatapnya dengan tatapan yang membuat Sasya bingung sekaligus ... Merinding.

Cewek tertutup dan pendiam seperti Sasya tentu saja tidak banyak mengenal siswa ataupun siswi di sekolahnya. Begitupun mereka yang mungkin tidak kenal atau bahkan tidak pernah melihatnya. Tapi sekarang, Sasya bisa jelas mengartikan tatapan mereka seakan mengenal dan menunjukkan ada yang salah pada diri Sasya.

Sasya berhenti di tempatnya. Menerka sesuatu yang salah dari dirinya. Datang kesiangan dengan keringat akibat aktivitas larinya tidak mungkin jadi penyebab mereka menatapnya penuh permusuhan.

Dan Sasya rasa, penampilannya juga normal seperti biasanya. Sesuai aturan sekolah.

Lalu apa salahnya?

Apa yang sebenarnya terjadi?

Rasa ingin pulang ke rumah dan berkaca di kamarnya semakin tinggi. Tapi itu tidak mungkin terjadi. Maka yang Sasya lakukan adalah kembali melangkah cepat dan akan segera bertanya pada Laura.

Sepupunya itu pasti tahu.

"Ra ..." Begitu sampai di kelasnya dan menemukan sosok Laura, Sasya langsung menghampirinya.

Alih-alih melihat Laura tersenyum dan menyambutnya atau bertanya kenapa Sasya datang terlambat, sepupunya itu hanya meliriknya sebentar lalu kembali sibuk dengan ponselnya.

"Ra, ada yang salah sama gue?" Sasya duduk di bangkunya lalu menyentuh bahu Laura. Meminta perhatian dari sepupunya, tapi sayangnya tidak mendapat respon yang diharapkan. "Kenapa—"

"Ra, mau ikut ke kantin, nggak?"

Ajakan Frisca dan Viona di samping meja memotong ucapan Sasya dan membuat Laura mengangguk antusias.

"Boleh. Kebetulan juga gue belum sarapan."

Laura beranjak dari duduknya tanpa mengajak atau sekadar melirik Sasya. Ketiganya kemudian keluar kelas dengan langkah riang. Meninggalkan Sasya dengan kebingungan yang luar biasa dan sedikit sakit hati sekaligus kecewa pada sikap Laura.

Sasya menempelkan kepala di lipatan tangan di atas meja. Dari yang Sasya dengar pagi ini guru mengadakan rapat. Beberapa jam ke depan tidak akan belajar dan tidak ada kabar mendapat tugas juga. Seharusnya Sasya senang seperti biasanya. Momen seperti ini biasanya Sasya gunakan untuk bersantai memainkan ponsel atau menjadi pendengar setia gosip dari Laura, Natya dan Shilla.

Meskipun tidak dekat dengan teman sekelasnya, tapi Sasya tahu mereka bisa dibilang cukup ramah dan baik. Sasya tidak percaya pada kata 'benar-benar baik' jadi ia hanya mampu mengatakan terlihat 'cukup baik'.

Sasya mengedarkan pandangan pada sekeliling kelas, yang harusnya ramai kini sepi. Tidak ada mahluk hidup lain selain dirinya. Teman sekelasnya keluar kelas semua. Menjauhi dan meninggalkan Sasya sendiri.

Berusaha meredakan pusing di kepalanya akibat berpikir keras memikirkan yang terjadi hari ini, Sasya kembali menenggelamkan kepala dengan alas tangan di meja dan memejamkan mata.

"Suka jadi Barbie?"

Mendengar bisikan diarea dekat telinga, Sasya membuka mata dan langsung mendongak untuk melihat siapa pelakunya.

"Lo ..." Mata Sasya mengerjap beberapa kali. "Nga-ngapain disini?" suara Sasya bergetar takut sekaligus kaget melihat cowok berparas ganteng dihadapannya.

After RWhere stories live. Discover now