"Bagaimana kau tahu ada penjaga lorong?"

"Aku pernah melewati lorong ini dan seseorang memeritahuku."

"Seseorang? Maksudmu—Kenzie?"

Aku mengangguk.

"Ah, aku lupa kau juga dekat dengannya."

Ucapan Felix terdengar lesu dengan nada cemburu. Aku tersenyum lalu tertawa kecil.

Kami mulai menaiki tangga dengan berlari. Aku tahu betapa panjangnya tangga ini, jika aku paksa menaikinya dengan berlari aku tidak yakin dalam kondisiku yang belum sepenuhnya pulih aku bisa bertahan hingga di atas sana.

Aku terkejut saat Felix menggendongku dan membawaku berlari menaiki tangga. "Aku tahu kau lelah."

Aku tersenyum. "Terimakasih."

Aku melingkarkan tanganku ke lehernya dan membenamkan wajahku. Sebuah ledakan membuat bangunan di atas kami ambruk. Felix menurunkan tubuhku dari gendongannya lalu kami merapatkan diri ke dinding dan saling berpelukan saat puing-puing bangunan menimpa kami. Sebuah cahaya langit temaram menerangi keadaan di sekitar kami, tapi aku juga melihat sosok yang berdiri di atas sana.

"Dendez," gumam kami bersamaan.

"Kalian terkejut melihatku?" Dendez menyeringai.

Mataku manatap nanar ke atas sana. Bukan karena kehadiran Dendez, tapi sebuah aura hitam yang berkelebat di belakang Dendez. Dendez membalikan tubuhnya saat melihat reaksiku. Aura hitam itu menyerang Dendez hingga tangannya terputus. Aku juga merasakan sakit yang sama di tanganku, namun aku melihat goresan Vinculum di tanganku mulai memudar dan menghilang begitupun goresan di potongan tangan Dendez yang tergeletak di dekat kami. Tangan itu mulai mencair dan menjadi embun yang dingin.

"Qlue," gumam Felix. "Kita harus pergi dari sini."

Kami kembali bergandengan untuk menuruni tangga, namun aura hitam itu bergerak melewati tubuh Dendez yang masih kesakitan begitu saja dan mengejar kami. Aura hitam itu terlalu cepat hingga ia berhasil menyelimuti tubuhku.

"Felix!!"

Aura itu menarik tubuhku sementara Felix menarik tanganku dengan kedua tangannya sekuat tenaga namun pada akhirnya kami tidak mampu bertahan dan genggaman kami terlepas.

"Tidak! Ririn!"

Aku menatap Felix yang mengejarku namun terasa semakin jauh dariku. Aura hitam yang mengengelilingi tubuhku semakin tebal dan pekat. Aku tidak percaya Adelia berhasil menemukanku secepat ini dan menangkapku. Bukan hanya itu yang membuatku terpaku, aku melihat Dendez dengan Ulqi dengan siap menyerang.

"Felix awas!"

Sebuah ledakan hebat menggema.

"Felix!"

Sial. Aku kelepasan memanggilnya Felix. Aku berharap Dendez tidak terlalu mendengarkan teriakanku saat memanggil nama Felix. Aku berusaha membebaskan diri dari aura hitam ini namun aku bisa merasakan energiku di serap olehnya hingga tubuhku terasa lemas, namun aku mendengar sebuah suara menggema di dalam dalam kepalaku. Suara itu terdengar seperti membacakan sebuah syair untukku dengan suara yang begitu lembut. Keningku berkerut karena aku tidak mengenal suaranya.

Aku yang tersesat kini telah sampai di persimpangan.

Kemana aku memilih? Kemana arah yang kutuju?

Terasa musnah harapanku bahkan untuk memilih

Tapi akankah ku kembali?

Setelah aku tenggelam semakin jauh di dalam kegelapan.

Sendiri dalam kelam dan sunyi.

Ia mengucapkannya berulang ulang hingga telingaku berdengung dan aku tidak mendengar suara lain selain suaranya.

Karena kau langkahkan kakimu saat kau melintasinya.. Alunan anginpun seakan berucap dan menghembuskan nada keindahan di dalamnya..

Loizh..

_______To be Continued_______

Yeeyy akhirnya berhasil up malem-malem. Jaga kesehatan kawan & kurangi begadang.. ^_^

Jangan lupa tinggalkan jejak kawan.. Suport dari kalian semangat buat author.. ^_^

Maaf kalo ada yang typo atau gaje atau salah kata dsb, chapt ini di buat dalam kondisi author yang lagi gk fit jadi mungkin ada yang sedikit njlimet heheh.. ^_^

Yukk ikuti terus kisah amatiran ini kawan.. ^_^ Salam author.. :*


Loizh III : ReinkarnasiWhere stories live. Discover now