"Tapi sampai sekarang kita tidak tahu di mana tuan Putri berada," gumam Felix dengan tangan terlipat.

Aku ingin sekali memberitahukan Felix tentang keberadaan tuan Putri, namun goresan di tanganku mengingatkan sesuatu yang berbahaya jika aku mengucapkannya.

"Kalian berdua istirahatlah, terutama kau putri. Kondisimu belum sepenuhnya pulih." Tuan Za' meletakan buku-bukunya kembali di rak dengan rapi. "Aku akan menyiapkan beberapa peri untuk persiapan nanti."

Kini tinggal lah kami berdua setelah Tuan Za' menghilang di balik pintu. Aku menatap pintu begitu lama dengan hampa.

"Bagaimana jika Tuan Za' tahu peri berharganya hilang?" gumamku.

"Cepat atau lambat ia pasti akan menyadarinya."

"Semua ini karenaku. Qlue mengincarku tapi aku membawa masalahku ke tempat ini."

"Shhh.." Felix mendekapku dari belakang. "Jangan pernah berpikir bahwa semua ini karenamu. Kau hanya tidak sengaja terlibat. Meskipun begitu, tetap saja kau dalam bahaya."

Aku memutar tubuhku dan membenamkan wajahku dalam pelukannya. "Katakan padaku, apa yang harus kulakukan? Aku terikat dengan Dendez, Qlue mulai muncul dan sekarang aku kehilangan peri Flossku."

Felix mengusap punggungku dan mengalirkan ketenangan di dalamnya hingga aku mulai terisak. "Apapun yang terjadi, aku tidak akan meninggalkanmu sendiri. Tetaplah bersmaku seperti ini dan kita hadapi bersama."

"Ini gawat!"

Aku dan Felix melepaskan pelukan seketika saat pintu terbuka dengan keras. Tuan Za' tampak panik dengan kecemasan dalam level di ambang batas.

"Ada apa Tuan?"

"Sebaiknya kalian cepat pergi dari sini. Pasukan Dendez sedang menuju kemari."

Tanpa pikir panjang, Felix langsung menarik tanganku untuk berlari menuju pintu belakang tanpa mengucapkan sepatah katapun pada Tuan Za'. Kami berlari sambil bergandengan menyusuri akar pohon raksasa yang melintang. Sebuah cahaya melesat dan hampir mengenai Felix dan beruntungnya Felix berhasil menghidar dengan merunduk.

"Sial kita di kepung," umpatnya.

"Apa kita harus bertarung melawan mereka?"

"Jangan. Kita akan cari jalan untuk ke atas."

Aku mengangguk. Kami kembali berlari sambil menghindari serangan menuju kota Zarakh di atas sana. Berusaha menghindari pertarungan dengan Dendez di kota Lignum agar tidak melukai penduduk.

Kami terus berlari hingga kami sampai di sebuah lorong dan memasukinya. Felix mengeluarkan Ulqinya untuk penerangan selama berlari di dalamnya. Aku ingat lorong ini, Kenzie pernah mengajakku ke kota Lignum lewat lorong ini. Kami berhenti saat kami mendengar suara di hadapan kami dan aku tahu itu penjaga lorong.

"Matikan Ulqimu,"

Felix memedamkan Ulqinya seketika lalu aku mendorong tubuh Felix ke dinding sama seperti yang Kenzie lakukan.

"Apa yang kau lakukan?"

"Shh diam," jawabku berbisik. "Jangan bersuara sedikitpun."

Suara langkah kaki semakin terdengar keras pertanda ia semakin dekat. Aku tidak berani bergerak sedikitpun saat suara itu benar-benar dekat dengan kami. Bunyi gemerutuk terdengar jelas layaknya tulang yang patah saat ia lewat di hadapan kami. Aku mematung begitupun dengan Felix yang menggenggam tanganku lebih erat.

Aku mulai merasa lega saat langkah kakinya mulai mengecil dan menghilang. Kami melanjutkan lari kami namun kali ini aku yang mengeluarkan Ulqiku sebagai penerangan.

Loizh III : ReinkarnasiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang