BDP-11

6.4K 594 37
                                    

Suara dentingan sendok memenuhi ruang makan di apartement Ali. Dengan senyum mengembang di bibirnya Ali menyuapkan nasi goreng buatan Prilly yang pagi-pagi sekali sudah berada di apartemennya.

Indahnya punya penyemangat. Mau bekerja jika ingat si penyemangat pasti akan tambah semangat. Apalagi jika bekerja di satu perusahaan dan di ruangan yang sama. Seperti yang Ali rasakan saat ini. Pagi-pagi sekali Prilly menelfon dan mengabari bahwa ia akan ke apartemennya. Dengan senang hati Ali langsung bangun dan mandi. Saat ia sudah rapi dengan pakaian kantornya, tiba-tiba Prilly sudah di ruang makan dengan dua piring nasi goreng dan dua cangkir susu terletak di atas meja makan. Sungguh wanita idaman.

Dengan lahap Ali memakan nsi goreng buatan wanita tercintanya itu.

"Makasih ya sayang," Ali berkata setelah meneguk susu coklat kesukaannya. Prilly yang masih menyantap makanannya pun hanya mengangguk sambil tersenyum.

"Oh ya, nanti sore Papa pulang dari Jepang. Dia ngajak kita dinner, bisa?" Ali bertanya setelah Prilly meneguk susunya lalu membersihkan sudut bibir Prilly yang terkena susu dengan ibu jarinya.

"Aku ada janji sama Genta," Prilly membalas dengan wajah menyesal membuat Ali terlihat kecewa. Seminggu yang lalu, sebelum Papanya berangkat ke Jepang, Prilly juga sempat di undang untuk makan malam oleh Papa Ali namun ia menolak dengan alasan yang sama, yaitu sudah ada janji sama Genta. Saat itu Ali masih memaklumi dan memberi alasan pada Papanya bahwa Prilly sedang ada urusan dengan keluarganya. Tapi kali ini ia benar-benar kecewa. Sudah sering sekali Prilly menolak ajakannya, entah ke pesta pernikahan ataupun acara keluarga Ali. Sedang jalan-jalan pun jika ada telfon dari Genta, Prilly langsung meminta pulang. Apa-apa Genta!

"Bisa di cancel dulu ngga sayang? Seminggu yang lalu kamu udah nolak ajakan Papa loh." Ali mencoba sabar, menahan amarah yang siap meledak karena merasa tak dihargai.

"Ngga bisa sayang, aku udah janji sama Genta dari tiga hari yang lalu." Prilly tetap kekeh lebih memilih Genta daripada ajakan Papanya. Ali mengerti Prilly sangat dekat dengan sahabatnya itu, tapi bisakah ia menghargai Ali sedikit saja? Bukan ingin membatasi pertemuan Prilly dan Genta, tapi ia ingin Prilly bisa membagi waktunya. Jangan apa-apa Genta dan seolah tak menganggap keberadaannya.

"Kamu udah siap? Jalan sekarang ya!" Ali berlalu ke kamar untuk mengambil jas kantornya kemudian kembali ke ruang tamu menghampiri Prilly yang sudah menunggunya. Tak seperti biasanya yang selalu menggandeng tangan Prilly, kini Ali berjalan mendahului gadis itu. Prilly yang melihat kekecewaan Ali pun langsung menahan tangan pria itu.

"Kamu marah?" tanya Prilly. Ali menggeleng sambil tersenyum yang ia paksakan. Marah pun tak ada gunanya.

"Aku kenal Genta itu jauh sebelum aku kenal kamu."

Pasti akan begitu jawabannya jika Ali marah atau protes tentang kedekatan Prilly dengan Genta. Jadi kali ini ia lebih memilih diam daripada emosinya semakin tersulut mendengar jawaban Prilly yang selalu berpihak pada Genta.

Selama di perjalanan, tak ada yang membuka suara. Ke duanya sibuk dengan fikiran masing-masing. Bahkan saat di lift pun Ali malah menyibukkan diri dengan ponselnya.

"Kamu mau teh?" Prilly menawarkan Ali teh saat mereka sudah sampai di ruangannya. Biasanya setiap pagi Ali selalu meminta dibuatkan teh.

"Ngga usah, makasih." Ali membalas sambil membuka laptopnya tanpa menatap Prilly. Ada dua kemungkinan Ali menolak tawarannya. Pertama karena Ali sudah minum susu dan yang kedua karena ia marah pada Prilly.

Prilly menghela nafasnya panjang, ia mulai menyibukkan diri dengan pekerjaan nya. Tak ada candaan atau godaan seperti biasa nya, kini mereka sama-sama diam dan sibuk dengan laptop di hadapan nya.

Bangkit Dan Percaya (END)Where stories live. Discover now