BDP-19

5.7K 564 61
                                    

"Sebenarnya lo kenapa sama Ali? Dia bohong lagi?" Genta bertanya setelah tangis Prilly mereda.

"Kita baik..."

"Jangan bilang baik-baik aja, kenyataannya kalian ngga keliatan baik. Gue tau Ali, posessif, ngga mungkin dia diam aja liat lo nongkrong sama banyak cowok." Genta memotong ucapan Prilly yang mengelak. Tangan Genta terangkat untuk merapikan rambut Prilly yang sedikit berantakan. Prilly mendongak menatap wajah Genta yang terlihat sangat pucat.

"Apa lo cinta sama gue?" Akhirnya pertanyaan itu lolos begitu saja sekaligus mengalihkan pertanyaan Genta. Sejak bu Rahma memberi tau perasaan Genta, Prilly jadi resah karena merasa bersalah.

Tangan Genta yang masih sibuk merapikan rambut Prilly terhenti saat mendengar ucapan Prilly.

"Maksud lo apa? Kita sahabat." Genta mengalihkan pandangannya ke arah lain.

"Stop bohongin perasaan lo Gen!" Prilly meraih wajah Genta agar kembali menatapnya. Wajahnya terlihat pucat, tatapannya pun kosong.

"Gue..."

"Kenapa lo pendam selama ini?"

"Kalau gue ungkapin, apa lo bakal balas perasaan gue?"

Prilly terdiam. Menatap sendu wajah pucat di hadapannya.

"Ngga kan Prill? Terus buat apa gue ungkapin?"

"Seengganya lo ungkapin Gen. Kita kenal udah lama, jauh sebelum gue kenal abang lo." Prilly berucap lirih. Dulu ia punya perasaan untuk Genta, namun terpendam karena Genta terlihat tak mempunyai perasaan yang sama. Apalagi setelah Prilly dekat dengan Ricko, Genta membawa seorang wanita yang di perkenalkan sebagai kekasihnya. Dari situlah Prilly benar-benar yakin jika Genta tak memiliki perasaan yang sama dengannya. Sampai akhirnya Prilly benar-benar mencintai Ricko. Dan sekarang, saat hatinya sudah terisi lagi oleh pria lain, Prilly baru mengetahui perasaan Genta.

"Buat gue, yang terpenting kebahagiaan lo." Ucap Genta tulus.

"Gue ngga bahagia kalau lo ngga bahagia!"

"Makanya lo harus bahagia biar gue bahagia!" Sahut Genta sambil tersenyum.

"Lo tau? Memendam perasaan itu sakit, tapi lebih sakit lagi kalau gue liat lo ngga bahagia." Lanjutnya sambil menyisihkan rambut Prilly yang menutupi sebagian dahinya.

Prilly langsung memeluk tubuh Genta sangat erat. Air matanya mengalir seiring dengan isakan yang terdengar dari bibirnya. Inikah cinta yang sesungguhnya? Rela terluka asal yang tercinta bahagia?

Seandainya Genta mengungkapkan, mungkin tak ada cinta yang terpendam, tak ada yang terluka, tak ada yang mengorbankan perasaan. Bukan menyesalkan yang sudah terjadi, juga bukan menyesal Ali hadir di hidupnya karena Prilly yakin ini sudah jalannya. Nyatanya kini Prilly benar-benar mencintai Ali, tanpa paksaan dan bukan pelarian.

Ali yang berdiri tak jauh dari Prilly dan Genta merasa sesak mendengar obrolan keduanya. Mungkinkah Prilly menyesal dengan hubungan ini? Mungkinkah yang Prilly harapkan sebenarnya Genta bukan dirinya?

***

"Prill, tolong cancel jadwal saya hari ini!" Ali berkata dengan nada dingin kemudian berlalu keluar meninggalkan Prilly yang menatapnya sendu sekaligus heran. Kenapa pria itu? Sudah ada wanita lainkah yang menggantikan dirinya?

Suara notifikasi di ponselnya mengalihkan pandangan Prilly dari pintu yang sudah tertutup kembali pada ponselnya berada di atas meja kerjanya. Tangannya seketika gemetar, jantungnya berdetak lebih cepat saat membaca pesan yang baru saja ia buka.

Dengan tergesa Prilly memasukkan ponselnya ke dalam tas kemudian keluar ruangan. Sesampainya di parkiran, Prilly menghentikan langkahnya saat berpapasan dengan Ali yang berjalan berlawanan dengan dirinya. Melihat tatapan dingin Ali, Prilly kembali melanjutkan langkahnya dan memasuki mobil. Sekarang Prilly membawa mobil sendiri, ngga ada yang jemput karena setiap mau di jemput ia menolak dengan berbagai alasan. Tapi baru hari ini Ali terlihat aneh. Tadi pagi tak menelfon memaksa ingin menjemput seperti pagi-pagi sebelumnya. Tatapannya juga dingin tak lembut seperti kemarin-kemarin.

Bangkit Dan Percaya (END)Where stories live. Discover now