BDP-18

5.8K 570 35
                                    

Berlari kecil menuruni anak tangga, Ali merapikan snapback yang bertengger indah di atas kepalanya. Ia mengedarkan pandangannya mencari pria paruh baya yang kini menjadi superheronya.

"Mau kemana?" Pak Pratama bertanya saat Ali menghampirinya di ruang tamu.

"Ke rumah Prilly Pa," Balas Ali.

"Memang janjian?"

Ali terdiam mendengar pertanyaan papanya yang seperti mengingatkan bahwa hubungannya saat ini sedang tak baik. Jika dulu, ke rumah Prilly tanpa janjian atau meminta izin terlebih dulu. Namun kini hubungannya seperti menggantung. Tak jelas. Ali menganggapnya masih berhubungan, sementara Prilly menganggap sudah tak ada hubungan.

"Yaudah coba di perjuangin dulu," Pak Pratama menepuk bahu Ali sambil mengangguk meyakinkan putranya itu.

Ali tersenyum, ia mencium punggung tangan papanya kemudian berlalu setelah mengucapkan salam.

Tak ada perjuangan yang sia-sia. Ali akan berjuang, memperbaiki kesalahan dan mengembalikan Prilly dalam dekapannya.

Saat ingin menaiki motor kesayangannya, ponselnya berbunyi menandakan ada pesan masuk. Setelah melihat siapa yang mengirim pesan, Ali kembali memasuki ponselnya ke dalam saku jacket tanpa niat membalas. Kiara. Wanita itu akhir-akhir ini selalu mengganggu. Mungkin sikap Ali yang kurang tegas membuat Kiara seperti di beri harapan. Padahal niat Ali bukan memberi harapan, hanya ingin menjalin silaturahmi. Putus hubungan bukan berarti putus juga silaturahmi. Mantan bukan berarti musuhan. Tapi Kiaranya malah salah faham dan terlalu baper.

Tak butuh waktu lama, akhirnya kini Ali sampai di rumah Prilly. Ia berdiri di ambang pintu lalu tangannya terangkat untuk menekan bel. Sesaat kemudian pintu terbuka mambuat Ali cukup kaget melihat wanita paruh baya yang ada di hadapannya.

"Assalamualaikum Tante," Ali mencium punggung tangan bu Risma seraya tersenyum.

"Waalaikumsalam, loh Prilly kan ke rumah Genta, baru aja jalan. Tante fikir dia sudah bilang sama kamu."

Ali terlihat kaget lagi, ada rasa sesak juga karena merasa sekarang Prilly seperti tak menganggapnya. Oh Tuhan, bagaimana menganggap kalau Prilly saja sudah menganggap semuanya berakhir?

"Eh, masuk dulu Li, siniii," Bu Risma membuka lebar pintu mempersilahkan Ali yang langsung mengikutinya berjalan menuju ruang tengah. Di sana terlihat pak Darmawan sedang menonton tv.

Mendengar suara langkah kaki, pak Darmawan lansung menoleh kemudian berdiri setelah melihat Ali-lah yang datang.

"Apa kabar Li?" Pak Darmawan bertanya setelah Ali mencium punggung tangannya. Sementara bu Risma berlalu ke dapur untuk membuatkan minum.

"Alhamdulillah baik Om. Om sama Tante kapan datang?"

"Baru kemarin, sengaja biar calon besan ngga menunggu lama."

Ali terdiam.
Hubungannya sedang tak baik, bagaimana bisa papanya datang ke sini untuk melamar? Nanti malah di tolak.

"Kapan Papamu datang melamar anak Om untukmu?"

Ali menggaruk kepalanya saat pak Pratama kembali bersuara. Bingung harus menjawab apa.

"Tinggal lima bulan lagi kan rencananya?"

Ali mengangguk.

"Semoga di lancarkan ya!"

Lagi-lagi Ali hanya mengangguk. Dalam hatinya mengamini. Ya, semoga di lancarkan. Di lancarkan usahanya agar Prilly kembali padanya, juga di lancarkan agar pernikahannya benar-benar terlaksanakan.

"Di minum Li," Bu Risma meletakkan segelas teh di atas meja, di hadapan Ali.

"Makasih Tante,"

"Prillynya tadi pergi ke rumah Genta, kirain sudah bilang." Bu Risma kembali mengatakan bahwa putrinya itu tak berada di rumah.

Bangkit Dan Percaya (END)Where stories live. Discover now