Namun tangan besar seseorang lebih dulu mencengkeram pergelangan tangannya. Menggagalkan rencana Sasya.

"Ck, lepas!" Kepala Sasya refleks menoleh dan kedua matanya langsung membulat sempurna saat mengetahui siapa pelakunya.

Razka.

Cowok itu ikut campur lagi. Kenapa bisa Sasya meluapkan fakta kemarin? Fakta kalau Razka ikut campur dan memihak Gea.

Satu tangan Razka masih mencengkeram pergelangan tangan Sasya. Sedangkan yang satunya meraih botol plastik yang dipegang Sasya lalu membuangnya asal.

"Razka?" Gea tersenyum. Terlihat senang dengan kedatangan cowok itu.

"Lo nggak papa?" tanya Razka.

"Nggak papa, cuma-" Gea menatap lututnya yang mengeluarkan darah. Memberi tahu kondisinya melalui kode fisik yang langsung membuat Razka paham setelah ikut melihat lutut Gea.

Gea mengipas-ngipaskan tangannya di dekat lututnya kemudian meringis pelan dengan raut wajah yang Sasya yakin dibuat berlebihan.

Merasakan tangannya masih tergantung di udara dengan tangan Razka yang masih mencengkeramnya, Sasya memberontak agar Razka melepaskannya.

"Lepas! Sakit! Ah..." Sasya meringis, merasakan Razka malah semakin kencang melakukanya. "Gue nggak punya masalah sama lo. Masalah gue sama Gea. Tolong, jangan ikut campur!"

Melihat Sasya yang kesakitan Razka malah menunjukan smirk-nya. Dan tanpa aba-aba cowok itu menarik tangan Sasya yang dicengkeramnya. Setelah berhasil membuat tubuh ramping Sasya menabrak tubuh kekarnya, Razka melepaskan tangan Sasya yang langsung jatuh di atas bahunya. Sementara tangannya melingkari pinggang gadis itu.

"Mmh..." Sasya yang terkejut dan sadar langsung mendorong Razka. Dan Razka yang tidak suka dengan pergerakan Sasya, membawa kedua tangan gadis itu ke belakang tubuhnya. Mengunci tangan Sasya dengan satu tangan. Sementara tangan lainnya kembali melingkari pinggang Sasya.

"Diem dulu, bisa nggak?" Ah, Razka menyukai ekspresi terkejut Sasya dari jarak sedekat ini.

Sasya menahan nafas dengan jantung berdetak cepat. Menatap wajah ganteng Razka yang beberapa waktu lalu hanya bisa Sasya lihat dari jauh. Tapi kali ini, tanpa meminta, Sasya diberi kesempatan melihat jelas setiap inci wajahnya.

Posisi mereka yang berdiri tegak, saling berhadapan, dan ... tidak berjarak, membuat Sasya sadar, tinggi badannya hanya mencapai leher cowok itu. Sasya perlu mendongak untuk bisa menatap lekat wajah Razka. Begitu pula dengan Razka yang harus menunduk untuk menatapnya.

"Please, lepas." gumam Sasya lirih tanpa banyak bergerak. Meski merasa risih dengan posisinya yang terlihat seperti tahanan. Dan ditonton banyak orang. Sasya memalingkan wajah dengan pipi yang diyakininya merona.

"Masalah Gea di sekolah akan menjadi masalah gue juga. Sekali lo ganggu Gea, berarti sama aja lo-" Razka memiringkan kepala, menatap sisi wajah Sasya yang memerah. Cowok itu menelan ludah saat memperhatikan beberapa helai rambut yang menempel di leher Sasya yang basah oleh keringat. "Berurusan sama gue." Sambungnya pelan.

Sasya kembali menatap Razka dengan mulut yang sedikit terbuka. Tidak percaya dendamnya pada Gea bisa membuatnya berurusan dengan badboy yang dulu ditaksirnya.

Razka melepas tangan Sasya dan menjauhkan tangannya dari tubuh gadis itu. Membuat tubuh Sasya langsung mundur dengan kaku.

"Ini masalah pribadi gue sama Gea. Lo nggak punya hak buat ikut campur. Kecuali ..." Sasya tidak menemukan kata-kata yang pas untuk melanjutkannya. "Kecuali ..." Sasya tidak ingin berurusan dengan Razka tapi tidak punya kalimat yang tepat untuk mengancamnya. "Kecuali kalo lo banci."

After RWhere stories live. Discover now