1. Perkara Awal

2.8K 200 22
                                    


"Nih Sya, minum dulu." Sasya
mengangkat kepalanya yang ditempelkan di atas meja. Mengernyit heran melihat botol plastik didepannya.

"Boba rasa coklat nggak ada, Ra?" Tenggorokan Sasya padahal sudah membayangkan segarnya minuman kesukaannya itu. "Kok air mineral?"

"Ini rotinya," Laura mengeluarkan roti dari plastik lalu menaruh pesanan Sasya itu ke atas meja. "Lo tuh jarang minum, sekalinya minum malah minum yang manis dingin."

Sasya cemberut. Meraih roti yang dibelikan Laura. Alih-alih di buka lalu dimakan, Sasya malah menjadikan roti itu bantalan kepala. Kembali merebahkan kepalanya di atas meja.

"Lo kenapa sih, Sya? Ada ... masalah?" Sasya menghitung teman semeja sekaligus sepupunya ini sudah ke lima kalinya bertanya.

Melihat Sasya lebih diam dari biasanya dan terlihat seperti punya beban pikiran berat jelas membuat Laura khawatir. Tapi dari tadi pagi ditanya responnya hanya gelengan kepala.

"Kenapa Gea pindah ke sini?" Tanya Sasya. Jari telunjuknya memainkan butiran air dari botol plastik yang dingin.

Laura tertawa. Mengira pertanyaan itu random untuk mengalihkan topik. Tiga minggu yang lalu, Laura tahu, ada siswi pindahan bernama Gea. "Apa sih, Sya? Tumben banget peduli urusan orang."

Sasya menegakkan kepala lalu meminum air mineralnya. "Nggak, cuma penasaran aja."

"Jadi, kenapa?" Tanya Laura gemas. Menunggu sepupunya untuk menceritakan masalahnya.

Sasya mengusap lehernya. "Razka. Lo tau kan, Ra?"

"Razka?" Laura membeo nyaring. Membuat beberapa teman sekelas mereka melirik dan langsung paham kalau Sasya dan Laura sedang meng-ghibahkan cowok yang sudah pasti dikenal segala makhluk hidup di sekolah dan terverifikasi kegantengannya.

"Ra, ih." Sasya melotot kesal.

"Hehe ... Iya maaf," Laura menarik kursinya mendekat. "Maksud lo, Razka Gintara Primadeo? Mantan teman sekelas kita? Mantan pacarnya kak Tamara juga?" bisik Laura antusias.

Sasya mengangguk. Memangnya ada lagi cowok bernama Razka di sekolahnya?

"Ah, tadi pagi Razka bentak kak Tamara dan kak Tamara tampar Razka. Lo liat kan, Sya?"

Sasya menggelengkan kepala. Tidak tahu kejadian itu.

"Gue nggak suka kasar sama cewek, tapi sekarang gue lagi butuh pelampiasan."

Jadi Razka marah padanya sebagai pelampiasan sakit hatinya pada Tamara? Bukan sepenuhnya karena Sasya yang tidak sengaja mengganggu dan membuat ponselnya jatuh. Jadi masalah mereka selesai dan Sasya tidak perlu takut lagi, kan?

"Jadi?" Laura menatap Sasya penasaran. "Kenapa sama Razka, cowok idaman berjuta umat itu?"

"Gue," Sasya menggigit bibir bawahnya. "Nggak sengaja jatuhin ponselnya."

"A-APA?!" Laura melotot sambil tangannya menggebrak meja.

"Ra, ih." Sasya meringis kesal sekaligus kaget.

"Sorry sorry. Tapi kok bisa?"

"Gue udah bilang, nggak sengaja."

Sasya memejamkan mata, mengingat kembali kenapa hal itu terjadi. Seingatnya, Sasya berjalan sambil menunduk, fokus pada tali sepatunya yang terlepas. Selain malas membenarkan juga untuk menghilangkan kegabutan, jadi Sasya memilih membiarkan.

Tapi tidak disangka, kegabutan nya di pagi hari mengantarkannya pada masalah.

Entah bagaimana bisa Razka berdiri menghalangi jalannya, Sasya tidak tahu. Mungkin cowok itu juga sedang berjalan tadinya, lalu ada pesan atau panggilan masuk di ponselnya jadi Razka berhenti sebentar untuk memeriksanya. Dan ... Dengan ceroboh Sasya malah menabraknya. 

After RTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang