19. Takdir yang bicara

11.5K 749 6
                                    


Tok..tok..tok..

Afifah tertegun ketika suara ketukan pintu menyadarkannya dari lamunan. Ia bingkas bangkit dari atas sofa menuju pintu depan rumahnya untuk melihat siapa yang mampir.

Begitu Afifah membukanya, dua pria berseragam polisi tengah berdiri di depannya dengan wajah serius. Afifah bertanya-tanya dalam hati, apa yang sudah terjadi sehingga dua polisi itu datang ke rumahnya.

"Permisi, apakah ini rumah keluarga saudara Faizal Abdurrahim?" tanya satu polisi berkumis itu dengan nada berat.

Afifah terdiam sesaat, ada perasaan takut yang menjalar di hatinya ketika kedua polisi itu menanyakan keterkaitannya dengan Faiz.

"Iya benar. Kenapa, Pak?"

Polisi itu saling pandang sejenak.
"Kami telah menemukan jenazah Faizal …"

"A-apa yang terjadi dengan dia!?"

Polisi satunya lagi menjawab, "Jenazah beliau di temukan di dalam mobil yang hangus, kemungkinan besar mobil tersebut terperosok ke dalam jurang lalu terbakar di sana."

Dan Afifah tak sanggup lagi mendengar penjelasan polisi yang ada di depannya, ia menutup mulutnya dengan kedua tangan. lututnya melemas seketika, ulu hatinya tiba-tiba terasa nyeri seakan ada tombak tak kasat mata yang menusuk ulu hatinya lalu memaksa keluar dari peredaran.

***

Ruangan serba putih itu terlihat ramai oleh beberapa orang yang berjaga di sana. Sebagian orang di sana tak sabar menunggu kenyataan dari dokter yang tengah berada di dalam UGD, ruangan tunggu itu riuh oleh tangisan.

Ayash keluar dari ruang operasi, menemui keluarga pasien yang terisak menunggu jawaban keluar dari mulutnya. Ayash sendiri tidak menyangka dengan yang baru saja di alaminya barusan.

"Apa dia selamat!? Bagaimana hasilnya Ayash?!"

Suara yang lebih dulu keluar dari salah satu keluarga di sana adalah gadis itu. Gadis yang Ayash ketahui adalah seseorang yang akan menemani Faiz selamanya, namun entah mengapa takdir berkata lain.

"Alhamdulillah Faiz selamat. Ia berhasil keluar dari mobil yang terbakar itu, namun ia mengalami luka bakar parah, dan sekarang dia koma." kata Ayash merasa bersalah, ia juga mengerti bagaimana rasanya kehilangan. Faiz tidak pergi, namun itu menyisakan kesedihan yang lumayan dalam.

Kalimat Ayash barusan itu seperti bom yang meledak tepat di sampingnya. Afifah jatuh terduduk di kursi, Nora berusaha menenangkan calon menantunya meski ia sendiri merasakan luka yang kian mendalam.

"Manusia hanya berencana, namun semuanya Allah yang menentukan. Jangan tangisi Faiz seperti itu, yang ia butuhkan saat ini adalah doa dari kita, bukan ratapan kita. Dia butuh semangat dari kita, yakinlah keajaiban itu akan menghampirinya." Husein menepuk bahu putrinya, berusaha menguatkan.

Air mata Afifah berjatuhan membasahi jilbabnya, lelaki yang ia kenali beberapa bulan lalu dan melamarnya tidak lama setelah itu kini tengah berjuang untuk hidup di balik rasa sakitnya. Hati mana yang tak teriris? Di tinggalkan Faiz dalam perasaan yang mengambang tak jelas itu seperti kembali menjadi balita. Belajar merangkak dan berdiri sendiri meski harus jatuh berulang kali.

***

"Gue turut berduka soal ini. Padahal dia orang yang baik, dan tak lama lagi akan menikah."

Rafiq memainkan botol minuman di tangannya tanpa ada minat. Kejadian tadi itu sungguh memilukan hati. Musibah memang tak bisa di hindari, namun dalam posisi kian separah apapun Allah hadir dimana saja sekalipun di tengah musibah. Kebesaran-Nya datang menyapa, bahkan Faiz terselamatkan pun berkat pertolongan-Nya.

"Namanya juga musibah, Fiq. Tapi bersyukur Allah masih memberi pertolongan-Nya. Allah ngasih musibah tak lebih karena ingin menguji sejauh mana kesabaran kita. Tapi memang Allah tak pernah membebani hamba sesuai kesanggupannya, kan? Mungkin ini cara Allah menaikkan derajat Faiz di sisi-Nya."

Rafiq manggut-manggut mengerti, ia sendiri membayangkan bagaimana perasaan Afifah  saat ini, mengetahui keadaan Faiz yang koma dan tak tahu kapan akan bangun.

"Yang paling terpukul pasti Afifah. Gue gak bisa bayangin kalo berada di posisinya, entah apa jadinya." Rafiq memandang Ayash. Memang benar Ayash pun merasa iba. Ia ingin memeluk gadis itu jika diperkenankan. Namun sayang, semua hanya harapan sia-sia yang tak perlu di lanjutkan .

"Semua kejadian itu ada hikmahnya, kita harus berhati-hati dalam menjaga setiap langkah. Allah tegurkan dengan kejadian-kejadian baik dalam hidup kita. Jika saat ini kita harus terjebak dalam luka mendalam karena kehilangan sesuatu mungkin itu semua adalah cara Allah memberi tahu kita bahwa hidup ini tidaklah abadi.  Jika tidak sesuai dengan apa yang kita pinta, sukailah apa yang Allah berikan dalam kejadian nyata. Karena setelahnya selalu membawa kebaikan. Kebaikan itu tidak kita temui di dunia insyaa Allah akan kita temui di akhirat," kata Ayash.

Rafiq mengangguk lagi. Ia memperhatikan wajah Ayash berbeda dari biasanya. Ada aura kelelahan yang terpancar di sana. Kesedihan yang di pendam serta luka tak kasat mata yang sengaja di tutup-tutupi.

Ayash membeli air mineral satu lagi, kemudian pamit pada Rafiq untuk kembali. Ia berlalu dari sana dan berjalan menuju koridor Rumah sakit. Menghampiri seorang gadis yang tengah duduk di ruang tunggu membaca ayat-ayat suci.

Ayash menyerahkan botol air itu padanya membuat Afifah mendongak sesaat menyadari kehadirannya. Diterimanya botol air tersebut seraya mengucapkan kata 'terima kasih.' secara pelan. Mata Afifah sembab karena menangis.

Ayash menyadarkan diri pada tembok rumah sakit. Ingin berusaha menenangkan tapi tak tahu caranya. Kini Ayash tak perlu berusaha menenangkan karena Afifah sudah menemukan obatnya, ya. Qur'an. Obat untuk semua rasa sakit.

"Kehilangan memang selucu itu, ya."

"Hmm .…"

"Allah itu Maha Baik. Tidak selamanya takdir buruk yang menimpamu akan selalu menjatuhkanmu. Tidak selamanya ketetapan buruk yang menghampirimu akan selalu menghempaskanmu, Allah itu punya bermacam cara untuk mengembalikan seorang insan ke jalan lurus-Nya, Allah itu punya bermacam cara untuk menunjukkan rasa cinta dan cemburu-Nya. Segala hal buruk yang menimpamu bukan berarti Allah ingin menyakitimu, yakinlah bahwa selepas engkau kembali ke jalan lurus-Nya, Allah pasti akan menyediakan obat penawarnya. Allah pasti akan menghapuskan luka hati, Allah Maha Baik."

“Jika Allah menginginkan kebaikan pada hamba, Dia akan segerakan hukumannya di dunia. Jika Allah menghendaki kejelekan padanya, Dia akan mengakhirkan balasan atas dosa yang ia perbuat hingga akan ditunaikan pada hari kiamat kelak.” kata Ayash membuat Afifah ikut terdiam beberapa saat.

"Aku sudah merasakan pedihnya kehilangan. Cukup ibuku yang pergi, jangan orang terdekatku juga. Karena aku takkan sanggup jika hal itu terjadi."

Ayash menoleh, suara Afifah bergetar meski ia sudah tidak menangis. Tidak ada yang ada mudah dalam sebuah kehilangan.

"Kamu selalu punya penguat yang Indah. Allah takkan memberimu cobaan di batas kemampuan dirimu sendiri. Selalu berprasangka baiklah pada-Nya. Aku tak bermaksud menggurui, ilmuku tak cukup untuk hal itu. Aku hanya ingin melakukan selayaknya teman pada temannya,"

Afifah tak menjawab, ia tertunduk di sana dengan tangan memegang alquran. Berusaha terlihat tegar di hadapan lelaki yang sudah lama ia kenali, ingin membuktikan bahwa Afifah selalu bisa melewati tanpa tangisan lagi.

***

TBC

ISTRI IMPIAN ( R E M A K E )Where stories live. Discover now