8.

14.1K 881 3
                                    

***

"Bangun, nyet. Ke RS Buru. Ada pasien yang tabrak lari, dokter yang menangani kaga bisa hadir, lo yang handle, buruan."

Ayash nyaris menjauhkan ponsel dari telinga begitu suara cempreng Rafiq terdengar memekakkan telinga, Ayash mengerutkan kening padahal belum waktunya dia bekerja sekarang, tapi mengingat ini kondisi darurat maka mau tak mau ia harus datang juga ke sana.

"Sabar, lo bisa ngga kalo nelpon itu salam dulu." Ayash menghimpit ponselnya di antara telinga dan bahu yang di naikkan, sibuk mengemas sesuatu dalam ranselnya.

"Assalamualaikum, noh udah. Buruan ke sini ada nyawa yang butuh di selamatkan, supermen."

"Sembarangan." Ayash selesai dengan persiapannya, lalu berjalan keluar kamar dengan pakaian yang sudah rapi. Semoga saja nanti tak ada yang menumpahkan minuman lagi.

"Iye bawel, gue berangkat. Mana ruangannya?"

"Ruang delima," suara Rafiq terdengar.

"Oke!" Ayash menutup ponselnya dan bersiap pergi, sebelumnya ia berpamitan dulu pada orang yang ada di rumah. Ia tak mau di cap sombong karena pergi tanpa pamit. Emang jelangkung?

***

Ayash sudah sampai di gedung Rumah Sakit. Langkahnya nampak tenang, ia berjalan sembari memainkan ponsel di tangannya. Fokus mencari keberadaan Ruang Delima ini hari pertama Ayash bekerja dan dia belum mengetahui ruangan-ruangan yang ada di tempat ini. Wajar saja itu membuatnya pusing karena terlalu banyak tikungan di rumah sakit ini. Karena tak terlalu memperhatikan langkah. Tiba-tiba.

DUKK.

Ayash terperangah ketika dengan tak sengaja ia menabrak bahu seorang gadis yang berjalan menuju koridor yang sama dengannya.

"Maaf," ujar Ayash cepat karena ia sedang tergesa-gesa bahkan menengok wajah gadis yang di tabraknya tadi pun ia tidak sempat, ia tengah berpacu dengan waktu.

"Eh, Ayash?"
Gadis yang di tabrak Ayash justru menyebut namanya.

Mendengar suara familiar itu Ayash mendongak, matanya ikut-ikutan membola melihat seorang gadis berjilbab yang di kenalnya itu tengah berdiri di depannya.

"Afifah!"

Entah ini takdir atau bukan. Keduanya kembali di pertemukan, meski dalam kondisi yang berbeda-beda dan jujur saja Ayash selalu risi dengan hal itu. Seakan pertemuan mereka sudah di atur sedemikian rupa, entah kapan akan terbiasa.

"Kau sedang apa disini?" Tanya Afifah ketika melihat alis ulat bulu Ayash saling bertaut, seakan tak mempercayai keberadaan Afifah di sebelahnya.

"Ada urusan." Jawab Ayash yang mulai menetralkan keterkejutannya barusan, "kamu ngapain di sini?"

"Aku.."

"Afi!"

Suara berat dari arah belakang memotong perkataan Afifah, lantas kedua orang itu menoleh ke arah belakang dan melihat sosok dokter yang tengah berlari mendekatinya dengan napas terengah.

"Malah maen kabur aja, pagi-pagi udah ngajak berantem kamu, ya!"
Ujar Faiz sembari menetralkan napas, mengejar wanita memang selalu melelahkan tapi tal selelah lari dari kenyataan.

"Salah sendiri ngetawain," balas Afifah cuek.

Ayash yang melihat interaksi dua orang di depannya hanya tersenyum miring, ia tidak tahu menahu apa hubungan Afifah dengan dokter di depannya itu. Mereka terlihat akrab sekali di matanya. Ayash juga belum mengenal Faiz, ia hanya mengenal segelintir dokter yang di kenalkan Rafiq. Itu pun tidak semuanya.

Menyadari bahwa dirinya sudah terlalu banyak berpikir, Ayash langsung tersadar.

"Oh, ya. Aku harus pergi. Temanku menunggu, senang bertemu denganmu lagi, Afifah." pamit Ayash, kemudian berlalu pergi dari sana

Afifah baru saja akan menjawab perkataan Ayash barusan, namun Ayash keburu angkat kaki tanpa sempat mengenalkan diri pada dokter di sebelahnya, Afifah yang melihatnya hanya bisa menghela napas. Baginya Ayash itu seperti angin, kemana pun arahnya menuju, berlalu tanpa sapa dan senyum mesra. Namun kehadirannya selalu bisa di rasakan.

Lelaki itu kadang tak bisa mengungkapkan apa yang dirasakannya dengan baik dan benar. Seperti tak acuh padahal peduli, terlihat sibuk padahal hatinya selalu terpaut, sikapnya biasa padahal sangat sayang pada wanita.

Ya, namanya juga lelaki, gengsi untuk ekspresif, tapi jauh di lubuk hatinya, tersimpan cinta yang besar untuk seorang perempuan. Terutama seorang istri.

"Afi.." Faiz menegurnya, gadis itu menoleh lalu nyengir. Ia tidak sadar barusan sudah memikirkan Ayash, lelaki yang pendiam, dingin, bahkan judes, tapi saat melihatnya di rinai hujan kala itu entah mengapa Ayash terlihat berbeda di matanya. Sosok lelaki kalem yang bahkan susah ia tebak perasaannya.

"Hehe, maaf."
Afifah mengembuskan napas lelah begitu kelebat sosok Ayash sudah hilang dari hadapanya.

Sementara itu..

Sebuah langkah kaki tengah menyusuri ubin-ubin putih rumah sakit. Lelaki itu masih mencari keberadaan ruang delima, setelah beberapa saat tadi fokusnya hilang karena sesuatu. Kini ia kembali melanjutkan pencariannya dengan perasaan yang berkecamuk aneh.

Mau berapa kali pun berpapasan. Debaran itu selalu tetap sama, tak peduli itu dari kesan pertama, kedua, ketiga, dan seterusnya.
Dan dia sadar dengan sifat dinginnya tersebut, dia terlalu tegas dan hati-hati dalam bersikap, memang.

Ayash hanya tak ingin bersikap berlebihan, ia ingin menjaga rasa sampai waktunya tiba. Keheningan adalah tempat Ayash pulang menemukannya sesederhana itu.

"Oi, Ayash!"

Sebuah suara yang sangat familier itu terdengar oleh Ayash, tepat di depannya seorang lelaki berkemeja abu-abu dengan jas putih tampak melambaikan tangan padanya.

"Fiq!"

"Oi Ayash, sini lu!"

Ayash langsung menghampiri pemuda itu dengan peluh membasahi pelipisnya, Rafiq menyambutnya dengan gelengan kepala, Ayash seperti tengah tersesat di hutan Rimba yang tidak tahu harus menuju kemana.

"Capek gue."

"Wih, pantesan lama. Buru, lo handle pasien ini, gue ada urusan di ruang sebelah, korbannya dua orang."

Hari pertama memang selalu menakjubkan.

***

TBC

ISTRI IMPIAN ( R E M A K E )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang